Real Country Story II: Kedamaian Yang Mengalir Di Ladang.

Standard
Real Country Story II:  Kedamaian Yang Mengalir Di Ladang.

 

Ketika semua pada sibuk merayakan Imlek dengan lampion-lampion merahnya yang meriah, saya menerima ajakan seorang sahabat untuk berkunjung ke  kebunnya. Sahabat saya ini sedikit agak berbeda dengan yang lainnya. Karena kebanyakan sarjana sibuk mencari kerja atau membuka usaha di kota besar begitu mereka menyelesaikan kuliahnya, namun sahabat saya ini malah memilih kembali ke kota kelahirannya untuk berkebun dan menjadi petani. Kembali ke desa.  Pilihan hidup yang jarang dan berani ia jalani bersama istri tercintanya. Tentu saja saya menerima ajakannya dengan sangat antusias, karena saya memang selalu mencintai alam pedesaan yang tentramdan damai. Anak-anak juga pasti akan sangat menyukainya karena bisa bermain di ladang sepuasnya. Ia dan istrinya menerima kami dengan sangat ramah dan baik. Beberapa saat kemudian, berangkatlah kami dari rumahnya ke kebun dengan mengendari kendaraan kebunnya yang tahan banting.

Setelah menempuh perjalanan yang berliku, sempit dan banyak jeglukan, sampailah kami ke kebunnya di daerah Warnasari.  Anak-anak dengan semangat langsung berhamburan masuk ke kebun. Memetik cabai keriting yang sebagian sudah memerah, memetik daun pre (bawang daun) yang sengaja ditanam dibawah pohon cabe serta memperhatikan belalang serta serangga lain yang barangkali ada di sana. Saya sendiri ikut  memetik sambil menikmati pemandangan alam pegunungan yang indah. Puas memetik cabai keriting, sahabat saya itu mengajak kami ke kebun dimana untuk pertama kalinya ia berkarir sebagai ‘tukang kebun’.

Kebun yang luas dengan landscape yang indah dan sedikit berundak dan menurun. Kebun ini dilengkapi dengan sumber air yang cukup. Di tengahnya terdapat sebuah pondok penjaga kebun yang terbuat dari bambu dan gedek, tempat dimana 2 orang tukang kebunnya tinggal. Ada 1 ruang tengah dengan serambi depan, dua kamar tidur, kamar mandi dan dapur. Sayapun melihat-lihat ke sekeliling. Walau usaha utamanya adalah cabai, namun penjaga kebun juga terlihat menanam sayuran lain serta  tanaman hias di dekat pondok. Juga sekaligus memelihara angsa dan domba australia. Saya tertarik untuk menjenguk ke kandangnya. Domba-domba itu segera mengembek, seolah-olah koor  begitu melihat saya datang. Saya membalas sapa mereka dengan menirukan suara kambing. Sayang domba-domba itu kelihatan agak kurang terawat dengan baik sehingga saya tidak bisa melihat bulu-bulunya yang putih bersih. Bulunya yang tebal untuk bahan wool sekarang  malah kusut dan kotor.

Cabe yang ditanam di kebun ini adalah cabe dari jenis yang besar. Bukan cabe keriting.  Cabe ditumpangsarikan dengan tanaman sawi. Saya menyempatkan ngobrol tentang perwatan tanaman dan masa panennya.  Menurut penjaganya, mereka sempat menikmati harga yang sempat tinggi saat bulan puasa dan lebaran.

Setelah puas berkeliling kebun, maka sorenya kami beristirahat di pondok. Sang tuan rumah memesan kopi, minuman standard di daerah pegunungan untuk menghindari kedinginan. Sahabat saya  juga memesan mie instant rebus untuk kami nikmati beramai-ramai di kebun sore itu. Seru juga sesekali menikmati mie instant yang panas ditabur irisan cabe rawit.

Kabut turun perlahan-lahan menyapu perkebunan di daerah pegunungan itu. Hening dan dingin. Di sini di ladang,  kehidupan seolah bergulir dalam kedamaian. Suara burung-burung kecil yang pulang kandang dan serangga memenuhi udara senja. Betapa tentram rasanya kehidupan mengalir di sini. Saya menyukainya. Sayang liburan dengan cepat berakhir.

Saya senang melihat kehidupan sahabat saya ini beserta keluarganya. Bersahaja, namun terus menerus berusaha dan pantang menyerah.  Semoga segala usahanya berjalan lancar dan sukses.

Pulangnya kami diberi oleh-oleh berupa sayuran Caisim, Selada dan Cabai. Saya sangat berterimakasih atas kebaikan sahabat saya itu.

31 responses »

  1. Menikmati liburan di kebun selalu memberikan kesan tersendiri ya mbak, menenangkan dan menyejukkan. Apalagi setelah kita penat seharian bekerja.
    Sayang saya tidak ikutan di ajak.. 🙂

    Like

  2. Serasa ikut ke kebun juga aku, puitis banget, sesuai dengan alam yang dikunjungi. Beruntungnya punya sahabat seperti itu, aku juga mau kalau diajak menengok kebun.
    Meninggalkan hiruk pikuk metropolitan yg sarat kompetisi dan hiatus sejenak di tempat seperti ini, aku pikir, bagi jiwa mengalahkan gizi yg terdapat dalam sayur mayur segar itu Mbak 🙂

    Like

  3. aku juga awalnya punya pikiran gitu…. pengen cpet lulus and dapet kerja di kota gede… yah dipikir2 tu gengsi semata… tapi mainsed yang dibangun dimasyarakat emang gitu. . . . huuuuuhhh jadi serba bingung…

    Like

  4. Lokasinya kebuh sahabat Mbak Made ini di Wanasari Garut ya? Pemandangan alamnya begitu indah dengan udara sejuk. Apalagi kalau sore hari kabut turun dengan cepat menyapu areal kebun. Menimbulkan suasana tentram, tintrim dan tentu saja jauh dari hingar bingar kehidupan kota besar yang memekakkan telinga. Salam….

    Like

  5. suka banget foto fotonya mbak ….. jadi pengen berkebun lagi tapi masih nunggu sampai mei tiba
    semoga usaha sahabatnya sukses selalu ya mbak

    Like

  6. Waahhh … saya salut sama sahabat Ibu Andani …
    Mau kembali ke tempat kelahirannya dan berkebun disana …
    Ini bukan suatu pekerjaan yang mudah … pasti ada banyak tantangannya …
    masalah pemasaran … penyimpanan … penanggulangan hama dan sebagainya … (apalagi sayuran kan masa kedaluarsannya pendek sekali)(cepat layu …)

    Semoga sukses untuk usahanya sahabat ibu …
    Tentu menyenangkan sekali berkunjung ke sana ya Bu
    saya bisa merasakan dari foto-foto yang disajikan

    salam saya

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s