Catatan Tercecer Dari Perjalanan Ke Solo.
Di depan Hotel Lor In di Solo , tempat saya menginap beberapa minggu yang lalu terdapat sebuah perangkat Gamelan Jawa yang menarik perhatian saya. Kebetulan sore itu saya sedang duduk-duduk di lobby menunggu kedatangan Agency setempat yang akan mengeksekusi sebuah project yang konsepnya sudah kami design sebelumnya. Saat itu, sebuah grup penabuh gamelan dan seorang sindennya sedang melakukan pertunjukan. Suaranya merdu dan mendayu dengan tempo yang sangat lambat dan tenang. Mengingatkan saya akan sebuah jenis Gamelan yang bertempo sangat pelan di Bali yang bernama Tabuh Lelambatan. Tabuh Lelambatan, seperti namanya, memiliki tempo yang sangat lambat. Sangat berbeda temponya dengan jenis gamelan Bali yang lebih dikenal umum yakni Gong Kebyar yang sangat aggresive, rush dan dynamis.
Semakin lama saya duduk di lobby, semakin saya menikmati ‘kelambatan’ tempo gamelan Jawa itu. Suaranya sangat menenangkan dan sangat membius. Entah kenapa, ingatan saya melayang ke masa kanak-kanak saya di bangku sekolah, saat harus selalu mengikuti latihan menari , sendratari ataupun drama tradisional. Suasananya sangat mirip.
Saya pun mendekat. Penasaran ingin melihat lebih detail jenis-jenis instrument yang digunakan. Para penabuh gamelan dan sinden sangat ramah mengajak saya ngobrol. Juga mengajak saya untuk mencoba menabuh perangkat gamelan itu satu per satu. Sungguh menyenangkan dikasih kesempatan itu.
Perangkat gamelan Jawa sangat mirip dengan perangkat gamelan Bali. Tentunya dengan sedikit perbedaan di sana-sini. Pemimpin Grup gamelan itupun menjelaskan kepada saya satu per satu mengenai gamelan itu. Pertama saya diperkenalkan pada alat gamelan yang bernama Saron. Saron ini adalah alat musik pukul yang terdiri dari bilah-bilah logam. Selain Saron, saya juga melihat jenis gamelan serupa Saron yang ukurannya lebih besar yang disebut Demung. Dan ada juga yang ukurannya lebih kecil yang disebut Peking. Menurut saya Demung mengelurkan suara yang lebih rendah ketimbang Saron atau Peking yang memiliki suara yang lebih tinggi. Lalu perangkat berikutnya adalah Kendang. Ini adalah instrument yang tidak saya coba. Karena saya memang benar-benar tidak tahu cara memainkannya. Kemudian saya juga melihat ada Bonang dan Gong. Semuanya saya coba mainkan. Sungguh menyenangkan sekali mencoba sesuatu yang baru dan berbeda.
Namun dari semua itu, hal yang paling menarik perhatian saya adalah justru para pemain gamelan ini. Semuanya sudah nampak berusia senja. Tampak sangat kompak. Saya sangat mengagumi kesenioran para pemain ini yang tentunya memiliki jam terbang sangat panjang sejak mereka muda. Cara menabuhnya yang sangat telaten dan khidmat penuh penghayatan, membuat saya terpukau. Itu barangkali yang membuat keseluruhan output suara perangkat musik ini menjadi sangat menghanyutkan.
Hallain yang bisa saya pelajari dari mereka adalah semangatnya yang masih sangat tinggi. Seolah usia bukanlah menjadi halangan utama. Saya sangat terkesan dengan ‘passion’ yang mereka miliki terhadap kesenian daerahnya. Kesabaran dan perhatiannya yang sangat penuh. Menjelaskan kepada saya satu per satu mengenai perangkat gamelan itu. Demikian juga jenis pupuh yang dilagukan yang rupanya banyak persamaan dengan pupuh-pupuh di Bali. Semuanya diceritakan dengan penuh kebanggaan akan budayanya. Mencerminkan kecintaan terhadap tanah air sendiri yang sangat tinggi. Saya berharap semoga generasi mudanya juga banyak yang berminat untuk meneruskan para pemain gamelan yang mulai nampak sepuh, dalam mencintai dan mengembangkan kebudayaan Jawa yang sangat indah ini.
Walaupun waktunya sangat pendek, namun bercakap-cakap dengan para pemain gamelan dan sinden ini memberikan saya kenangan yang sangat manis akan kisah perjalanan di tanah air.
menenangkan ya Mbak, tentu bila kita mendengarkan sepenuh hati,
dulu pengen belajar karawitan krn melihat ibuku juga main gamelan bareng ibu2 kompleks, tapi nggak Ada kelas untuk anak2
LikeLike
Mbak juga paham dengan gamelan Bali kan? Pernah belajar gamelan juga Mbak, kalau di Bali disebut gamelan jugakah?
LikeLike
Ya.. gamelan jawa itu sangat menenangkan menurutku. Jamna dulu para Ibu-ibu banyak aktifitasnya ya..
Di Bali namanya Gamelan juga MbakMonda.
LikeLike
Idem Eda Monda, karena jeng Ade mendengarkan sepenuh hati jadi menjiwai. Seni yang mempersatukan ya, yang berbusana oranyepun membaur dengan luwes hehe. Salam
LikeLike