Seni adalah perjalanan yang tak pernah berhenti. Ketika sebuah seni mencapai sebuah ‘milestone’nya, maka milestone yang berikutnya telah menunggu. Milestone yang baru bisa jadi berada di jalur perjalann yang sama. Atau bisa juga di persimpangan jalan yang lainnya. Demikian juga ketika kita memperhatikan perjalanan seni yang dipalikasikan pada Sokasi Bangli. Ragam hias yang diaplikasikan pada box anyaman bambu ini seolah tiada mengenal kata berhenti.
Ketika masyarakat bosan dengan anyaman Sokasi yang polos, maka berikutnya muncul ragam hias dari anyaman bambu dengan motif anyaman beraneka rupa. Namun perjalanan seni Sokasi Bangli ini tidak berhenti sampai di situ. Sokasi alias Keben bermotif anyam ini tidak serta merta mampu memuaskan minat masyarakat sepenuhnya akan seni yang dinamis. Sokasi lukis dan sokasi batikpun banyak dikembangkan yang menarik lebih banyak lagi minat konsumen untuk membeli.
Dan sekarang dengan semakin berkembang nya teknology dan daya adaptasi, para seniman lukis Sokasi inipun kembali melakukan inovasi seni dengan mengadopsi seni-seni yang berkembang pada produk lain seperti misalnya pada kain dan busana wanita. Terciptalah Sokasi-Sokasi Bangli yang bermotif lukis dengan menggunakan teknis lukis gel maupun airbrush yang hasil akhirnya menyerupai motif-motif dan design yang umum kita temukan belakangan ini pada kain kebaya.
Ketika seniman lebih cepat bosan dibanding konsumen, maka karya seni barupun mengalir seperti derasnya air sungai di musim penghujan. Itulah yang saya pikirkan ketika berkunjung ke banjar Tegal Asah, di desa dan kecamatan Tembuku, di Bangli – Bali, di mana Sokasi-sokasi ini dilukis oleh pengrajin setempat dan siap dipasarkan ke luar kabupaten.
Yuk, kita mampir ke Bangli!
Pingback: Pesona Desa Panglipuran (Desa Adat Bali) | RyNaRi