Seorang teman yang sebelumnya pernah mengunjungi Ha Noi mengajak saya untuk blusukan ke pasar traditional pada suatu pagi. Menurutnya ia pernah berjalan dari arah Danau West Lake, masuk menyusuri gang-gang yang ada, melihat-lihat pemandangan kota Hanoi yang lama hingga tanpa sengaja menemukan pasar traditional itu. “Wah..bagus banget. Banyak sekali pedagang bunga-bunga dan sayuran menggelar dagangannya “ Ujarnya. Teman saya itu kebetulan memang sangat menyukai photography. Spesalisasinya membuat pemandangan yang bagi kita orang awam sangat kumuh, kotor dan busuk menjadi sangat indah dan mengesankan dengan jepretan kameranya. Dengan penuh semangat sayapun mengikutinya.
Bukan Pasar Yang Dimaksud.
Pagi-pagi saya sudah bangun, mandi dan tanpa sarapan kami segera meninggalkan Hotel dan mencari taksi. Seorang petugas hotel membantu kami berbicara dengan supir taksi untuk menjelaskan tempat yang ingin kami tuju. Taksi segera melaju. Setelah beberapa saat maka kamipun tiba di dekat sebuah pasar traditional. Supir taksi segera memberikan kode bahwa kami sudah tiba dan agar bersiap-siap. Tapi setelah melihat ke kiri kanan, teman saya mengatakan bahwa itu bukan pasar yang ia maksudkan. Ia minta supir taksi untuk membantunya mencari tempat yang ia maksudkan. Tapi memang agak susah, karena supir taksi itu tidak berbahasa Inggris dan tidak berbahasa Indonesia. Sedangkan kami tidak berbahasa Vietnam. Akhirnya setelah muter-muter dan tetap juga tidak menemukan tempat yang dimaksudkan kamipun memutuskan untuk turun di tengah jalan dan berjalan kaki saja mencari tempat itu.
Berjalan di gang-gang kota Ha Noi di pagi hari memang sangat menyenangkan. Udara terasa dingin, namun sangat pas untuk berjalan jalan, sehingga tidak membuat kami kepanasan, keringetan ataupun merasa lengket. Lalu lintas sangat ramai, anak-anak yang berangkat sekolah, pegawai yang berangkat ke kantor, para pedagang yang melintas memikul barang dagangannya atau mengenjot sepedanya yang penuh dengan barang dagangan. Kaum pedagang di Ha Noi ini didominasi oleh kaum wanita. Yang memikul barang dagangannya, yang menggejot sepedanya, yang berdiri di pinggir jalan, semuanya wanita. Barangkali ini ada kaitannya dengan sisa-sisa perang Vietnam, dimana para lelakinya (walaupun yang wanita juga ada) banyak berperang dan meninggal di medan perang. Sehingga perekonomian dan urusan rumah tangga dijalankan oleh kaum wanitanya.
Saya pikir dengan mengikuti pedagang bunga atau buah ini, barangkali kami akan tiba di pasar bunga/buah yang dimaksudkan oleh teman saya itu. Maka saya dan teman-teman sayapun sepakat untuk berjalan ke arah kemana para pedagang itu berjalan. Dan lumayan, mereka mengantarkan kami pada sebuah perempatan dimana beberapa orang pedagang bunga dan buah berkumpul. Walaupun kata teman saya, bukan tempat itu yang ia maksudkan. Tapi okelah. Kami cukup senang bisa melihat pemandangan di sana.
Pedagang Yang Jalan Di Tempat.
Sayapun mulai memotret-motret. Tukang bunga, tukang buah dan sekitarnya. Konsumsi bunga-bungaan kelihatannya sangat tinggi di Vietnam. Terlihat dengan banyaknya jumlah pedagang bunga yang ada di sana. Ada mawar, lily, daisy dan sebagainya. Kebanyakan dijual dalam keadaan setengah mekar setengah kuncup. Buah-buahan yang banyak bisa ditemukan di Ha Noi adalah jenis mangga hijau, mangga kuning, blewah, plum kecil kuning, buah naga, anona,pisang dan nenas. Kebanyakan dari pedagang ini membawa sepeda dan memakai topi kerucut. Saking banyaknya yang begitu, ketika mengucapkan kata wanita Vietnam, maka hal pertama yang saya ingat adalah sepeda dan topi kerucut. Wanita Vietnam dan sepeda serta topi kerucutnya seolah-olah sudah menyatu.
Sedang asyik memotret tiba-tiba terjadi keriuhan “ priiiiiiitttttt…. prriiiiiiiitttttt…pprrriiiiiiiittttttt!!!!!”. Suasana mendadak panik. Orang-orang berlarian. Para pedagang yang mangkal di sana dan sedang saya potret tiba-tiba berdiri semua dan mengangkat barang dagangannya. Mereka berjalan di tempat itu. Seketika saya berhenti memotret karena terkejut dan mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Jangan-jangan ada larangan mengambil foto di tempat itu. Ooh.. rupanya ada petugas ‘kamtib’ yang sedang lewat. Rupanya perempatan itu bukan area yang diperbolehkan untuk berdagang, namun para pedagang itu rupanya bandel semua. Mereka menurunkan dagangannya dan mangkal di sana, namun jika ada petugas Kamtib yang datang segera mereka memikul barang dagangannya dan bergerak di tempat seolah-olah hanya sedang melintas di sana saja dan bukan mangkal. Begitu petugas kamtib lewat, merekapun meletakkan kembali barang dagangannya di trotoar. Berjualan kembali seperti biasa. Halah! Ada –ada saja. Saya tersenyum geli melihatnya.
Menikmati Makanan Jalanan.
Hal lain yang menarik dari jalanan di Ha Noi adalah banyaknya pedagang makanan di trotoar. Mereka menyediakan kursi-kursi pendek buat para pengunjungnya. Biasanya sangat banyak orang-orang yang berdatangan untuk makan di sana. Ada berbagai jenis bahan makanan, ada sapi, babi,ayam dan sea food, tapi yang paling mendominasi adalah sapi. Kita tinggal memilih. Tentu saja saya tidak tahu nama semua masakan itu. Tapi yang jelas ada yang serupa dengan Pho Bho atau Pho Hoa yang disajikan di hotel atau di restaurant. Karena pagi itu kami keluar hotel tanpa sempat sarapan dan memang menarik juga untuk mencari pengalaman mencoba makan di sana, maka teman saya mengajak kami untuk ikut nongkrong dan berjongkok di situ. Ikut makan dan berbaur dengan penduduk lokal. Sekali lagi kesulitannya adalah soal bahasa. Ternyata sulit juga untuk melakukan order. Mau yang ini, tapi tidak mau yang itu. Tapi akhirnya dengan bahasa tarzan, dan bantuan seorang pembeli lain yang bisa berbahasa Inggris dan sekaligus Vietnam, akhirnya kamipun berhasil juga. Sangat mengejutkan, ternyata makanan jalanan ini jauh lebih enak dari makanan di hotel ataupun restaurant-restaurant papan atas di sana. Kami mencoba membuat teori, barangkali karena makanan di hotel atau di restaurant itu sudah disesuaikan dengan lidah wisatawan dari negara-negara lain, sehingga sudah tidak sesuai dengan rasa aslinya lagi.
Seru Mba Made jalan-jalan paginya. Membayangkan melihat pemandangan para pedagang yang hilir mudik di jalanan itu entah gimana kok eksptis rasanya. Trus penjual makanan di pinggir jalan itu. Indah Mba. 🙂
LikeLike
ya.. kayanya melihat kehidupan nyata begini lebih menyenangkan daripada hanya melihatnya di jalur-jalur etalase saja..
LikeLike
Mantap De,kesukaan bunga dan buah warna warni indah banget
LikeLike
Suksma. Bunga dan buah-buahannya memang sangat menarik banget..
LikeLike
Disana ada kamtib juga ya mbak, hehe
LikeLike
Ada. Cuma saya nggak tahu namanya. tapi sejenis aparat yang mengatur ketrtiban umum begitulah, Mbak..
LikeLike
Suasana pasar tradisional selalu penuh sentuhan personal ya Jeng Ade, beberapa hasil bumi mirip dengan di kita ya. Selamat berakhir pekan.
LikeLike
ya Bu Prih. Hasil buminya sangat mirip dengan kita. Segala sayur mayur yang kita makanpun biasa di makan di sana, spt misalnya kangkung, labu dsb..
LikeLike
seru ya mbak jalan-jalan paginya, jadi pengen kesana. upload lagi dong mbak foto-fotonya,
LikeLike
ya.. seneng juga. nanti saya pasti upload lebih banyak lagi..
LikeLike
asikkkk, ditunggu foto-foto berikutnya mbak. 🙂 😳
LikeLike
Asyik banget sempat jalan-jalan dan blusukan pagi-pagi gitu, Mbak 🙂
LikeLike
He he.. Iya.. Sebenarnya kalau pengen melihat realitas kehidupan sebuah tempat, memang enaknya dengan cara blusukan begini Pak Chris..
LikeLike
kalo saja mereka pake bahasa indonesia
kayaknya ga bakal merasa di luar negeri ya, bu
suasananya indonsia banget
LikeLike
Bener banget.. Apalagi banyak juga yang wajahnya mirip wajah wajah kita he he
LikeLike