Body Bahasa Dan Budi Bahasa.

Standard

Bunga SengganiSaya sedang duduk di lobby sebuah perkantoran sambil menunggu taxi yang akan membawa saya ke bandara. Menurut keterangan operator, taxi akan sampai dalam waktu 15 menit lagi. Namun yang namanya menunggu, satu menitpun tetap saja terasa lama. Membosankan. Lalu untuk menghibur diri, akhirnya saya menyibukkan diri dengan smartphone saya. Bosan juga. Akhirnya saya melihat ke sekeliling. Di depan saya duduk seorang wanita setengah baya sedang sibuk berbicara di telpon genggamnya. Wanita itu sangat rapih dan cantik. Rambutnya diikat ekor kuda. Menggunakan three pieces dengan warna seputaran coklat tanah dan keemasan. Tampak modis dan menarik. Ia duduk menumpangkan sebelah kakinya di atas kakinya yang satu lagi.

Barangkali karena benar-benar kurang kerjaan, diam-diam saya jadi memperhatikan gerak gerik wanita itu. Ia berbicara terus  dan  tidak sepotongpun kalimatnya saya pahami, karena ia bercakap dalam bahasa Mandarin yang tak saya kuasai.  Sambil berbicara, ia menggerak-gerakkan tangan kanannya tanpa henti, sementara tangan kirinya memegang handphone. Walaupun lawan bicaranya di seberang sana tidak melihat, namun tetap saja ia membuat gerakan tangan yang sangat meyakinkan, tegas dan bertenaga mengiringi setiap kata yang ia ucapkan.  Seolah-olah lawan bicaranya sedang ada di hadapannya. Terkadang  telapak tangannya menengadah ke atas, kadang  ia tempelkan di dadanya, kadang  telunjuknya  ke atas dengan tiga sisa jari menekuk ke arah jempol,  mengepalkan tangannya, menggerakkan ke samping  mungkin untuk memperkuat kata tidak, dan sebagainya banyak sekali gerakannya. Sangat berapi-api. Sehingga saya menangkap kesan, bahwa ia sangat menguasai apa yang ia katakan. Kelihatan seperti wanita yang pintar dan energetik, mungkin agak sedikit “bossy” dan tidak mentolerir sedikitpun kesalahan yang terjadi.

Wah ..darimana saya mendapat kesan itu ya? Saya heran sendiri. Padahal saya tidak kenal wanita itu. Dan tidak paham sepotongpun bahasanya. Saya pikir barangkali  dari  gerakan tangan dan ekspresi  wajahnya itulah. Saya mengambil kesimpulan sendiri.

Body Language alias bahasa  tubuh adalah salah satu bentuk bahasa  yang dimengerti manusia dengan cara membaca segala gerak-gerik seseorang. Jadi sifatnya sangat universal. Walaupun kita tidak mengerti bahasa yang diucapkannya, namun sedikitnya  kita bisa menebak maksudnya. Bahasa tubuh biasanya kita pahami dari ekspresi wajah, gerakan, maupun sikap tubuh  seseorang.

Contohnya jika melihat  wajah yang sembab dan menunduk, kita mengerti bahwa orang itu sedang sedih. Jika ada orang terlihat mondar-mandir tak jelas juntrungannya, kita memahami orang itu sedang gelisah. Jika kita melihat mata seseorang berbinar, kita tahunya orang itu sedang berbahagia. Dan tentu masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya. Saya pikir, hampir setiap orang mengerti bahasa tubuh, walaupun kadang ada saja  yang salah mengerti. Tapi secara umum,  bahasa tubuh cukup berbicara dan bisa dipahami kebanyakan orang tanpa harus mengerti bahasa verbalnya  terlebih dahulu.

Selain bahasa tubuh, ada lagi bahasa terselubung lain yang bisa terbaca oleh kita dengan memahami cara seseorang berbicara.  Seorang teman pernah bercanda ke teman yang lain yang barus saja habis menerima telpon. “Pasti dari TeTeeM-annya (Teman Tapi Mesra) ya?” komentarnya usil. Teman saya tertawa ”Iya. Darimana lu tau?”. Tentu saja saya juga jadi ikut  ingin tahu.

Teman saya menjawab, “Dari Budi Bahasa elu”.  Oh..budi bahasa? Bukan body bahasa?

Teman saya lalu membuat teori, bahwa lelaki yang sudah lama menikah, kebanyakan kalau menerima telpon dari istrinya, paling banter cuma singkat-singat saja ‘Gimana?’ atau  “Kenapa?’ atau “Ya udah!’ atau “OK” terus tutup.  Karena gairahnya sudah menurun.  Tapi kalau dari TeTeeM, biasanya lebih panjang dan penuh  perhatian.”Lagi dimana ini? “ atau “Sudah makan belum?” atau “Jangan lupa minum ya”  bla bla bla.  Karena semangatnya lebih tingggi.  Jadi kalau menerima telponnya lama dan kalimatnya panjang-panjang, sudah bisa ditebak bahwa itu pasti bukan dari istrinya.  Nah, itulah Budi Bahasa. Bahasa terselubung yang  berada di lapis bawah dari bahasa yang terucap, yang menunjukkan ke’asli’an hati  dan budi pekerti si pembiacara.

Saya jadi tertawa dibuatnya. Baik oleh teori teman saya, maupun dari pengakuan teman saya yang lainnya.  Terlepas dari apakah teori itu benar atau hanya sekedar bercanda. Selain itu saya juga tertegun akan penggunaan kata “Budi Bahasa”.  Entah kapan terakhir kalinya saya mendengar kata ‘Budi Bahasa’ diucapkan.

Waktu kecil kita diajarkan  bahwa seseorang dengan budi bahasa yang halus dan lembut serta terunut dengan baik, mengindikasikan bahwa penuturnya adalah seorang yang sopan dan baik hatinya. Atau setidaknya, saat itu penuturnya sedang berada dalam keadaan hati yang baik dan menyenangkan. Sebaliknya, seseorang dengan budi bahasa yang kasar, bernada tinggi dengan tata urutan yang amburadul, menunjukkan bahwa  penuturnya mudah marah dan temperamental. Oleh karena itu, orangtua meminta kita untuk belajar berbudi bahasa dengan baik.

Walaupun setelah dewasa, pada kenyataannya teori itu tak selalu benar. Ada juga sesekali kita menemukan orang yang tampilan dan budi bahasanya bak batu karang namun hatinya selembut salju. Atau sebaliknya, tutur kata dan budi bahasanya sopan dan baik, namun ternyata ia licik juga. Rupanya ada anomalinya juga ya. Namun demikian, secara umum kelihatannya memang masuk akal.

Memahami Body Bahasa dan Budi Bahasa seseorang, membantu kita untuk  menangkap secara subconcious pesan-pesan bisu yang memancar, diluar dari kalimat resmi yang diucapkan oleh seseorang, selain juga sangat berguna untuk melatih ketajaman intuisi kita.

12 responses »

  1. Mbak Made, trima kasih sudah ditambah ilmu saya tentang body bahasa dan budi bahasa…saya sampe ikut ngebayngin lo gimana wanita setengah baya yang rapi, rambutnya diikat ekor kuda dan menumpangkan sebelah kaki itu berbicara 😀

    Kesan pertama kita terhadap kepribadian seseorang, biasanya jarang salah.
    Apalagi kalau kita sudah terbiasa mengamati hal-hal sederhana yang biasanya dilewatkan oleh orang lain.
    Salut buat kejelian mbak Made.
    Menunggu, jadi tidak terasa lama kaaaan?
    😉

    Like

  2. wah, mbak ini pasti orang yang sangat teliti. Mengamati orang dan bisa menjabarkan dalam tulisan yang bagus, berisi dan nambah pengetahuan juga. Tulisan ringan namun padat berisi

    Like

  3. wah saya jadi ikut berpikir tentang teori teman Made… di kaitkan dengan pemandangan keseharian tentang mereka yang sudah berumah tangga yang saya lihat dari balik PC, sementar mereka di luar sana di pinggir jalan…. mencoba menarik kesimpulan ada benarnya juga teori teman Made itu…

    Like

  4. Postingan yang menggambarkan Jeng Ade efisien menggunakan waktu, pengamat yang jeli, analisis tajam, mengungkapkan secara runtut dengan tutur bahasa yang enak. Matur suksma mBok Ade.

    Like

  5. Dari beberapa paparan yang saya dapatkan ….
    pilihan kata-kata itu mempunyai porsi yang kecil untuk mempengaruhi orang …
    ada hal yang sangat besar pengaruhnya untuk memperngaruhi orang …

    Yaitu mimik ekspresi … dan body language

    And yes … dengan berkembangnya waktu ,,, banyak orang yang piawai memainkan (baca acting) ini semua … kata-kata – mimik dan body language … sehingga dia bisa memanipulasi keadaan …
    (kelihatannya manis … padahal licik)(kelihatannya pro … tetapi kenyataannya menelikung dari belakang)

    Upaya selanjutnya adalah … lihat sorot matanya … kadang mata susah berbohong …(tapi orang yang piawai tingkat tinggi … sekarang pun mampu memainkan dan memanipulasi perasaan kita lewat sorot matanya …)

    Dan kalau sudah demikian … kita tinggal mengandalkan senjata terakhir … seperti yang ibu bilang … “Intuisi” (seraya berdoa agar diberi petunjuk ) 🙂

    Salam saya Bu
    (halah nyerocos saya …)(mohon maaf ya Bu)

    Like

Leave a reply to kangyan Cancel reply