“Bang, pesan Ketoprak 3 dong! Yang satu pedas, banyakin bawang putihnya, nggak pakai bihun, kecap manisnya sedikit aja ya..; yang satunya lagi nggak pedas, nggak pakai ketupat, pakai bihun, banyakin kecapnya; dan yang satunya lagi biasa biasa saja, semuanya pakai, tapi tahu & krupuknya ditambah“.
Tukang Ketoprak”?????. “Bu, boleh nggak diulang lagi pesanannya satu persatu?” dengan muka kebingungan he he..
Itu adalah salah satu contoh percakapan yang membingungkan antara saya dengan Tukang Ketoprak. Barangkali diantara kita ada yang belum tahu, apa yang saya maksudkan dengan Ketoprak ? Saya jelaskan sedikit, bahwa Ketoprak adalah salah satu jenis makanan traditional Betawi yang terdiri atas potongan ketupat, tahu, tauge rebus dan bihun dengan bumbu kacang , bawang putih, cabe, garam dan kecap manis, lalu dihiasi dengan kerupuk. Tukang Ketoprak dengan mudah bisa kita temui di sudut-sudut jalanan Jakarta. Makanan yang murah meriah dan sangat merakyat. Dan walaupun saya tidak lahir di tanah Betawi, namun saya juga menyukai Ketoprak.
Saat percakapan terjadi, saya bermaksud memesan 3 piring Ketoprak. Sepiring untuk saya dan dua piring lagi untuk orang lain. Setiap orang memiliki selera yang berbeda akan Ketoprak. Saya menyukai Ketoprak yang pedas dengan banyak bawang putih, namun saya tidak menyukai bihun dan kecap manis. Teman saya menyukai Ketoprak yang tidak pedas, tidak pakai ketupat dan suka kecap manis. Sedangkan teman yang lain lagi menyukai semuanya dan bahkan meminta tambahan krupuk dan tahu. Semua hal tentang selera masing-masing terhadap Ketoprak sudah disampaikan dengan jelas, namun mengapa Tukang Ketoprak kebingungan?
Tentu saja bukan karena Tukang Ketopraknya TELat Mikir, atau IQ-nya kurang. Bukan sama sekali. Namun karena pesan yang diterimanya dari saya terlalu banyak, baik jumlah dan jenisnya dalam waktu yang relatif pendek.
Kebingungan dalam menerima pesan sering terjadi ketika sang penerima pesan tidak bisa memusatkan perhatiannya terhadap arus pesan-pesan yang masuk. Biasanya karena jumlah pesan yang masuk terlalu banyak. Atau jenis pesan yang masuk terlalu beragam. Atau tidak ada kejelasan isi pesan. Sehingga sang penerima tidak bisa fokus untuk memahami mana dan apa pesan yang terpenting yang ingin disampaikan oleh sang pembuat pesan yang harus dicernanya.
Dalam kasus Tukang Ketoprak ini, ada 3 jenis pemesanan yang berbeda, dimana untuk setiap jenis pemesanan memiliki detail kriteria yang berbeda-beda pula yang setidaknya seperti ini : pedas- tidak pedas, tidak pakai bihun-pakai bihun, banyak bawang putih- biasa saja, Sedikit kecap manis – banyak kecap manis, pedas- tidak pedas, pakai tambahan krupuk – biasa saja, pakai tambahan tahu – biasa saja. Nah lho? Setidaknya ada 14 kriteria, yang membuat Tukang Ketoprak bingung. Entah yang mana punya yang mana. Akhirnya, Tukang Ketoprak tak menangkap satupun dari pesan yang saya sampaikan dan meminta saya untuk mengulanginya sekali lagi. Jelas itu adalah kesalahan saya.
Apa yang dialami oleh Tukang Ketoprak itu, sebenarnya banyak juga dialami oleh konsumen kita. Kebingungan dan ketidakjelasan dalam menangkap pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh para pemasar. Sekali lagi, bukan karena konsumennya yang kurang cerdas, namun karena pemasarnya yang terlalu serakah ingin menyampaikan terlalu banyak pesan kepada konsumen.
Setiap pemasar, tentunya berupaya keras untuk membuat produknya laku diterima di pasaran. Oleh karenanya, ia berupaya membuat konsep produk yang baik untuk memenangkan pertarungan di pasar. Tidak jarang missinya adalah membuat produk unggulan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan produk pesaing. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh produk ini sedapat mungkin dikomunikasikan, agar konsumen mau mencoba. Namun demikian, pesan yang terlalu banyak, hanya akan membuat konsumen kebingungan. Konsumen tidak lagi bisa mencerna, apa isi utama pesan yang disampaikan sang pemasar. Serupa dengan kisah Tukang Ketoprak di atas.
Semakin banyak pesan yang ingin kita sampaikan, semakin sulit bagi konsumen untuk menangkap inti pesannya. Sebaliknya jika kita hanya fokus pada sedikit pesan namun penting dan bermakna, tentu akan lebih mudah diingat oleh konsumen. Lebih sedikit, lebih baik.
Sebaiknya untuk setiap pesan yang disampaikan, kita perlu memilah dan memilih, mana pesan-pesan yang penting yang memang harus kita sampaikan dan mana yang tidak.
Hukum yang sama juga berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam bercakap-cakap misalnya. Semakin kita nyerocos tanpa jeda, semakin orang lain tidak memahami apa yang sesungguhnya ingin kita sampaikan.
Melakukan jeda dalam setiap phrase percakapan yang panjang, sangat berguna untuk memberi lawan bicara kita kesempatan untuk mencerna dan memahami pesan kita.
Kasian mamangnya euy keder gitu 😀
LikeLike
di surabaya ada kedai baso namanya bakwan kapasari, itu pelayan2nya selalu hafal semua peseanan lho. padahal tiap orang kan pesenananya beda2 misalnya si A maunya 1 baso polos, 2 baso urat, 1 somay, 2 usus goreng. si B mau 2 baso polos, 3 somay basah, 1 somay goreng, dll. dan pelayan2nya gak pake kertas buat nyatet tapi selalu bener ngasih pesenannya. hebat ya.. hahaha
LikeLike
sya ska bnget ama ketoprak yang versi komplitnya, ada bihun, ketupat serta taugenya… dlm marketing, sebuah pesan yg bernas mmg lbh baik dr sejuta pesan yg kdg malah mmbngungkn..
LikeLike
Saya juga penikmat ketoprak. Memang kalau pesan makanan ini harus lengkap menyebutkannya. Versi lengkap ketoprak, tentu ada krupuk mengkerut, bihun, toge dan irisan telur.
LikeLike
sering mengalami kejadian seperti ini bun, biasanya kalau pesanannya ramai-ramai bersama teman saya pesan sesuai standar aja gak pakai syarat kasihan penjualnya bisa bingung 🙂
LikeLike
Jadi ingat pas urus pesanan bacang untuk mama.
Bacangnya ada nasi dan ketan. Isinya ada daging ayam dan daging babi. ada yang pakai cabe ada yang tidak. hasilnya… ketukar semua deh bacangnya…
Tapi memang benar sih mba. pesan yang terlalu beragam dan panjang belum tentu dimengerti semua. tapi yang terlalu spesifik pun harus benar-benar diperhatikan. jangan sampai hanya itu saja yang diingat. 🙂
LikeLike
saya berada di barisan tukang ketoprak, yang ini beneran memang suka lambat menangkap pesan loh Jeng. Menyimak pembelajaran kiat menyampaikan dan menerima pesan. Salam
LikeLike
mbak aku belum pernah makan ketoprak … tahunya kalau di kampungku sana itu ketoprak adalah sebuah pertunjukan 🙂
kebayang gimana penjual ketoprak itu melayani pesanan pembelinya ya mbak
LikeLike
Kalo bikin plang usaha berarti ndak perlu semua produk disebutin ya mbak. Misal toko baju beserta kawan2nya tinggal bikin plang “Toko Baju dan Aksesoris” gitu ya
LikeLike
Emang kalo mau sukses komunikasinya kudu cermat ya mba.
Aku malah baru mengalami, bukan makanan sih tapi pesenan seragam kantor, ketukar semua hahahahaha jadilah aku dapet kemeja yang panjang badannya sampe setengah paha tapi tangannya kependekan 10 cm.
LikeLike
ha ha.. tapi masih muat kan? he he
LikeLike
iya bu kl kita pesen ke penjual ya rame pembeli kadang pesanan yang kita pesen ga sesuai dengan permintaan kita karena ramenya pembeli
LikeLike
Dicatat Mbak Dani. Pesannya singkat dan jelas akan lebih nempel nancep pada daya ingat customer dari pada pesan complicated…:)
LikeLike
Waah, saya belum pernah icip2 ketoprak. . . 😉
Solusinya mungkin, pdagang menyediakan kertas dan pulpen untuk menulis pesanan, ya.
Dan untuk mereka yang sukanya cuap-cuap tanpa jeda memang suka membingungkan. Tapi biasanya mereka sudah terbiasa cap cis cus nrucuus ya, Bun. 😉
LikeLike