Alu, Si Biawak Sungai.

Standard

BiawakSalah satu binatang yang selalu menjadi cerita banyak orang di perumahan saya adalah biawak. Ya!. Biawak yang hidup di sungai di belakang rumah saya.  Katanya banyak jumlahnya dan sangat sering melakukan ‘penampakan’. Rasanya hampir setiap satpam pernah bercerita kepada saya tentang binatang kadal itu. Namun anehnya sudah hampir 14 tahun saya tinggal di sini, tak seekorpun biawak pernah saya jumpai.  Namun cerita-cerita tentang biawak sungai itu tetap saja bergulir dan membuat saya penasaran.

Beberapa kali saya mencoba menelusuri sungai dan berharap bisa bertemu dengan mahluk itu,namun tetap tidak berhasil. Hingga sekitar dua minggu yang lalu  ketika saya sedang memotret burung  – tanpa sengaja saya melihat sesuatu bergerak di rerumputan di tepi sungai. Saya menahan nafas agar tidak mengganggu.

biawakSebuah benda gelap tampak bergerak dan menyembul dari rerumputan yang tinggi, merayap di dinding sungai. Wow! besar juga. Saya taksir panjangnya sekitar 2 meter dari moncong hingga ke ekornya.  Bentuknya seperti kadal kebun raksasa. Warnanya hitam kecoklatan dengan totol-totol warna keam kehijauan yang membentuk corak garis-garis melintang di tubuhnya hingga ke bagian ekor.  berkaki empat tentu saja, dengan jari-jari kaki yang lancip.  Sepintas lalu mirip buaya. Ia kemudian menyelinap di balik pohon kersen. Saya tak mampu melihatnya lagi.

Itulah Biawak Sungai (Varanus salvator)  yang saya cari-cari selama ini. Di Bali orang menyebutnya dengan nama  Alu.

Pertemuan yang hanya beberapa detik itu cukup memberi saya petunjuk tentang area jelajahnya. Keesokan harinya,  sayapun menunggu biawak itu melintas di tempat yang sama.  Benar saja, tidak lama kemudian seekor biawak keluar dari rerumputan itu dan memanjat dinding kali. Ukurannya sedikit lebih kecil dari yang kemarinnya.  Ia bergerak ke atas terus dan berbelok di pertengahan dinding. Nah sekarang saya melihat ada sebuah lubang di dinding itu. Rupanya ke lubang itulah sang biawak masuk. Jadi itu rumahnya. saya menunggu hingga biawak itu benar-benar  masuk ke  dalam lubangnya dan ekornya lenyap dari pandangan mata saya.

Biawak 1Setelah itu saya masih melihat 3 x  lagi ada biawak di sekitar itu. Dan saya juga menemukan sebuah lubang rumah biawak yang lebih kecil lagi dari sebelumnya.  dan juga melihat  dua ekor biawak yang lebih kecil sedang bersembunyi dibalik sebatang anak pohon kersen.

Biawak sungai memang hidup di tepi-tepi sungai  dan mencari makannya di sana. Makananya adalah ikan, kodok, cacing, burung ataupun tikus yang banyak juga berkeliaran di pinggir kali.

Walaupun secara umum, para satpam di perumahan saya mengatakan bahwa populasi biawak ini masih tinggi di sekitar sungai, namun entah kenapa saya merasa  keberadaannya semakin lama semakin menyusut.  Habitatnya  terganggu oleh perkembangan industri perumahan. Saya dengar banyak juga yang berusaha untuk menangkap, entah untuk diambil dagingnya buat disate, atau buat dijual dan dijadikan mainan.

Sambil menulis ini, saya memikirkan apakah generasi setelah anak saya akan masih sempat melihat mahluk ini hidup-hidup sebelum terdesak habis oleh peradaban manusia..

16 responses »

  1. waaah mirip biawak yang aku lihat di Taman wisata mangrove Angke deh… kalau 2 meter lumayan besar ya.
    bener mbak, sayang sekali kalau anak-anak kita cuma tahu dari museum atau buku ya 😦

    Like

  2. nah itu dia yang menjadi kekhawatiran kita semua, bisa jadi anak cucu kita hanya memandangi foto biawak dan segala jenis hewan lainnya karena populasinya terus menurun, akibat kerusakan ekosistem dan habitat, dan yang kalah mengerikan adalah ketidak perdulian sebagian orang akan pentingnya keseimbangan ekosistem. Apapun diburu ditanggap, dijual, dimakan.
    Saya lihat dipasar, segala jenis hewan dijual secara bebas, sungguh ini perilaku yang sangat sulit dihentikan dan dicegah. Hanya karena uang, lingkungan sampai rusak pada tatanan kehidupan yang seharusnya harmonis.

    Like

  3. Sedihnya, semakin banyak pohon-pohon besar menghilang, maka binatangpun ikut menghilang.
    Saat saya tinggal pertama kali di kompleks rumah dinas Jakarta, sampai akhir 80 an, masih ada bunyi katak saat hujan, burung-burung beterbangan…ehh sekarang, jika hujan tak ada bunyi katak lagi, karena ladang dan tegalan sudah jadi rumah semua.

    Like

  4. Biawak sungai selain habitatnya di kebun atau alur sungai yang banyak semaknya, pernah juga ngendon bertamu ke tetangga saya selama beberapa hari. Kebetulan tetangga ini belakang rumahnya kebun yang langsung terhubung dengan pekarangan orang Betawi. Biawak ini bersembunyi di loteng antara pyan dan bubungan atap rumah dengan bertumpukan pada kaso. Tuan rumah curiga kok setiap malam ada bunyi gludug-gludug apalagi setelah tengah malam. Karena takut, setelah hampir 1 minggu bunyi itu selalu terulang selepas tengah malam, tukang bangunan pun dipanggil ke rumah. Selidik setelah pyan dan atap rumah dibuka, ternyata ada biawak sedang kejepit kaso dan genting dan berusaha melepaskan diri tapi tidak bisa. Akibatnya biawak resah dan menimbulkan gaduh di malam hari. Anehnya kalau siang hari tidak ada bunyi mencurigakan di atap ini. Biawak pun ditangkap besarnya kurang lebih setengah meter panjang tubuhnya. Seram sekali.

    Like

  5. Saya juga masih sering melihat biawak di sungai dekat rumah saya, mb. Bahkan tahun lalu ketemu sepasang ular sebesar paha orang dewasa, satu yang betinanya ketangkap kemudian diserahkan ke kb. ragunan, sedang yang jantannya yang lebih besar menghilang di gorong-gorong dekat kali

    Like

  6. Jadi ingat, dulu waktu saya TK, saya sama saudara sering menikmati malam di teras, ngitung bintang atau nyari kunang-kunang. Sekarang, 13 tahun kemudian, kalo saya keluar malam bulan pun nggak keliatan. Katanya efek polusi udara, langit jadi nggak jernih.

    Yah, berdoa aja semoga sedapat mungkin nggak ada kekayaan alam yang hilang…

    Like

  7. Mudah-mudahan saja para biawak itu bisa beradaptasi dengan lingkungan perumahan yang semakin menjepitnya ya Mbak. Sayang kalau sampai lenyap. Di rumah ku, dua tiga tahun lalu masih suka ada musang lewat di depan jendela lantai atas, sekarang rasanya sudah gak ada lagi. Sayang banget 😦

    Like

Leave a reply to chris13jkt Cancel reply