Emang Gue Kaya Gini.

Standard

LilyDalam pergaulan, tidak jarang kita mendengar seseorang berkata dengan tegas “Emang GUE kaya gini” atau kadang-kadang malah ditambah “ Ya udah. Lo mau apa?”.  Baik itu ucapan langsung kepada semua pendengar yang ada di situ, ataupun sebenarnya ucapan untuk orang lain yang diucapkan di depan kita saat seseorang curhat atau menuangkan uneg-unegnya kepada kita.

Beberapa kali saya pernah mendengarkan kalimat sejenis itu diucapkan oleh beberapa orang yang berbeda-beda.  Dan saya perhatikan biasanya yang mendengarkan hanya tersenyum, tertawa – entah memaklumi, menyetujui atau bahkan ada yang sebenarnya kurang menyetujui namun enggan berbicara. Atau mungkin juga tidak terlalu mau tahu atau ikut mencampuri urusan orang lain.

“Emang gue kaya gini” adalah sebuah pernyataan agar orang lain memaklumi bahwa si pembicara adalah memang seperti itu adanya. Dan sekaligus juga peryataan yang tersirat bahwa ia tidak akan merubah keadaan itu. Ia ingin menjadi dirinya sendiri seperti apa adanya itu.  Jadi tolong maklum.

Menjadi diri sendiri seperti apa adanya buat saya adalah sesuatu hal yang penting. Menjadi diri sendiri tapa harus meniru orang lain membuat kita menjadi lebih percaya diri. Menjadi diri sendiri apa adanya juga membantu kita untuk bersyukur dan tidak terganggu akan godaan arus pergaulan yang belum tentu selalu baik. Itulah sebabnya mengapa saya selalu merasa penting untuk menjadi diri sendiri.

Namun seperti kita tahu, bahwa yang namanya diri manusia tentu tidak terlepas dari sisi baik dan buruk. Ada sifat-sifat di dalam diri kita yang sangat baik – sudah pasti. Dan kita pun tentunya sedang berjuang untuk mengubah sifat-sifat kita yang kurang baik untuk mejadi baik, agar secara umum kita menjadi orang yang baik dengan sifat buruk yang sangat terminimalisir.

Jika hal ini kita kaitkan konteks-nya dengan pernyataan “Emang gue kaya gini” , tentu semuanya akhirnya menjadi relatif. Kalau kebetulan yang diacu oleh ‘kaya gininya’ si gue  ini adalah hal-hal yang baik tentu saja kalimat “emang gue kaya gini” ini memang sangat penting untuk dikatakan. Karena mempertahankan “status quo” karakter kita yang baik tentu wajib hukumya.

Nah, bagaimana jika yang diacu oleh ‘kaya gininya’ si gue ini adalah justru sifat-sifat atau perangai yang buruk? Bukankah itu akhirnya hanya menjadi sebuah ego yang berlebihan? Sebuah upaya yang berlebihan untuk menjadi diri sendiri yang…. berperangai buruk?  Benarkah sifat buruk di dalam diri kita itu harus dipertahankan erat-erat? Dan kita berharap orang lain maklum, mengerti dan menerima hal itu dengan mudah?   

Walaupun menjadi diri sendiri itu penting, menurut pendapat saya, ada baiknya bagi kita  untuk berpikir sejenak, bagaimana kira-kira dampak dan peranan dari sifat “kaya gini” yang kita maksudkan dalam mensukseskan masa depan kita baik dalam kehidupan karir maupun kehidupan sosial? Jika kira-kira akan merugikan, mungkin ada baiknya dipertimbangkan untuk dirubah. Dan sebalikya jika kira-kira justru akan membantu kita tentu saja harus kita pertahankan. 

Atau misalnya jika kita tahu bahwa sifat itu kurang baik dan susah dirubah -isalnya kita sudah pernah mencoba untuk merubahnya dan kurang sukses –  tetap saja saya berpikir bahwa kita  harus terus mencoba. Jangan merasa lelah berusaha dan akhirnya memaafkan perangai buruk itu terjadi dalam diri kita. Jangan pula jadikan hambatan untuk maju. Namun justru sebagai area yang perlu diperbaiki. Jika kita berusaha, kemungkinan untuk memperbaikiya sudah tentu terbuka lebar-lebar. 

18 responses »

  1. saya juga pernah mendapatkan kalimat yang kurang lebih seperti itu Bu ketika memberikan saran pada seorang teman. Meski wajah ini memberikan senyuman atas jawaban seperti itu, namun tetap saja di dalam dada ini ada yang kurang pas dan menjadi kurang nyaman atas saran yang saya berikan bahkan terbersit dalam pikiran, duh seandainya tadi saya tidak menyarankan begini begini tentu yang bersangkutan tidak akan memberikan respon seperti itu.
    Perilaku dan sifat seperti itu sebenarnya gambaran orang yang tidak mudah menerima pendapat orang lain, juga gambaran orang yang gampang putus asa karena ia tetap mempertahankan apa yang dipikirkan yang sebenarnya belum tentu baik untuk dirinya.

    Like

  2. Saya sependapat, bu Made.
    Sebagai makhluk sosial, sebaiknya setiap orang menyadari bahwa sifat-sifat / perangainya yang buruk itu bakal merugikan orang lain. Barangsiapa yang tidak segera merubahnya untuk lebih baik maka itu namanya egois yang akan menghancurkan dirinya pelan-pelan, tersisih dari peradaban.

    Like

  3. jawaban gue: eh ga usah nyolot gt donk wkakakkaka
    kalo gua sih simple terserah loe mau kaya mana asal tetep di jalurnya ga aneh2 dan masih di jalan Tuhan, dan satu yg penting jangan sampe apa yg loe lakukan merugikan org lain …

    Like

  4. Biasanya juga diikuti statment2 penegas ya, Mba. “Emang gue kayak gini. Kalau mau jadi temen gue ya silakan, kalau gak ya gak apa2”. Sering dengar yang sperti ini.

    Saya maunya “kaya gini” yang baik ajah. 🙂

    Like

  5. ha ha seperti membangun pertahanan ya mbak supaya orang nggak mengkritik lebih lanjut. orang yang bilang “emang gue kayak gini” juga saya yakin sebenarnya kurang nyaman dengan perangainya yang kurang bagus, tapi gak yakin gimana harus menyikapi atau memperbaikinya. daripada mengatakan itu, mending berjanji aja sama diri sendiri bakal pelan-pelan mencari cara2 yang lebih baik dan mengurangi kebiasaan yang kurang positif. biar gak harus selamanya terbebani sama kekurangan yang nggak kita usahakan perbaiki.

    Like

  6. jadisikap mempertahankan pendirian itu tidak mutlak benar. sikap mempertahankan kepribadian diri punya sisi bagus: yaitu agar punya pendirian, kemandirian, percaya diri. tapi sisi negatifnya jadi keras kepala. dia tidak mau diberitahu atau dinasihati orang lain. kalo gitu sikap pendirian yang teguh dalam kasus ini “gue emang gini” harus dipertahankan untuk mempertahankan sifat positif kita walau orang lain memandangnya tercela. misalnya kita sering disiplin tapi orang lain suka molor terus nuduh kita egois dan gak kompak. tapi dalam bidang yang engatif kita nggak boleh keras kepala dengan berdalih ” aku emang gini”. kita harus merubah sifat buruk agar diterima masyarakat, hubungan dengan orang-orang akur.

    Like

  7. sebuah kalimat yg nadanya agak egois. cuma kalau dilihat dari sisi positipnya, kalimat itu menandakan orang tsb memang nggak mudah dipengaruhi untuk berbuat yg nggak baik. minimal dia punya prinsip

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s