Saya baru saja meninggalkan pintu pesawat Malaysia Airlines di bandara di Kuala Lumpur. Hal pertama yang saya lakukan adalah mencari lokasi tandas alias toilet terdekat. Begitu ketemu, saya lega. Walaupun ada yang mengantri, tapi antriannya tidak begitu panjang. Sambil menunggu, saya melihat ke cermin di dinding. Wajah dan mata saya kelihatan lelah dan agak kucel. Maklum sudah terlalu malam. Dan saya belum sempat istirahat sejak tadi pagi. Saking asyiknya berkaca, tanpa terasa antrian sudah menipis. Hanya tinggal satu orang wanita kulit putih saja di depan saya.
Suara pintu terbuka dari salah satu bilik itu. Seorang ibu keluar, lalu membasuh tangannya sambil berkaca. Saya memperhatikan caranya membasuh tangan. Tiba-tiba wanita kulit putih yang tadi di depan saya mempersilakan saya masuk duluan sambil tersenyum ramah. “Aiiih.. kok bule ini ramah banget ya?” Pikir saya dalam hati. Sepengetahuan saya, tidak biasanya ada bule mempersilakan orang yang ngantri belakangan untuk masuk duluan. Biasanya mereka lebih disiplin soal antri mengantri. Tidak mau menyerobot dan juga tidak mau diserobot. Tapi bule satu ini kok beda ya.
Karena dipersilakan, sayapun masuk duluan. Tentu setelah membalas senyumnya dan mengucapkan terimakasih. Begitu masuk, … neng nong!. Ooo….pantesan! Seketika saya mengerti, mengapa bule itu mempersilakan saya masuk duluan. Rupanya bilik yang ini menggunakan Closet Jongkok!. Ia sendiri kembali menunggu antrian di bilik sebelah yang menggunakan Closet duduk. Closet duduk, membuatnya tidak terbiasa lagi dengan closet jongkok.
Perubahan pembangunan dan teknologi membawa perubahan besar terhadap peradaban manusia. Demikian juga terhadap kebiasaan dan kemampuan manusia. Closet duduk membuat nyaman, rileks dan santai, karena tidak lagi harus berjongkok. Padahal menurut saya, berjongkok setiap hari membantu kita melatih otot-otot di betis dan paha juga lutut agar lebih kuat melakukan fungsinya. Dengan tidak berjongkok, kita jadi mengurangi latihan alami pada otot gastrocnemius di betis. Juga tidak ada lagi latihan alami terhadap otot biceps femoris di paha belakang. Akibatnya, otot-otot di betis dan paha bagian belakang menjadi cepat letih saat kita memaksanya bekerja di luar kebiasaan. Ototpun mudah cramp.
Kalkulator membuat kita tidak terbiasa lagi berhitung dengan otak ataupun dengan bantuan jari tangan. Ketika kecil, proses penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pangkat, dan kwadrat berlangsung dengan cepat di kepala kita. Dalam hitungan menit atau terkadang bahkan detik, kita sanggup mengangkat tangan ketika Bapak Ibu Guru menanyakan sebuah pertanyaan matematika. Tapi sekarang? Ketika kita tumbuh, seiring dengan semakin sulitnya pelajaran matematika, (mulai ada Sinus, Cozinus, Tangen dsb), Bapak dan Ibu guru mengijinkan kita menggunakan kakulator sebagai alat bantu. Eh..lama-lama untuk membagi, mengali, menambah dan mengurangi pun kita juga memanfaatkan kalkulator. Semakin lama, otak kita semakin tidak terlatih untuk berhitung. Otak lebih sering istirahat. Rest. Rest. Rest. Sehingga ketika kalkulator tidak ada, kita tak sanggup lagi berhitung dengan cepat. Lambat dan terkadang bahkan buntu. Berapakah 364 x 756?. Hayooo!
Masih banyak lagi contoh-contoh lain yang menunjukkan bahwa kemajuan peradaban tidak selalu memberi manfaat setara bagi semua aspek kehidupan manusia. Air Conditioner membuat kita tidak terbiasa lagi dengan kipas angin baling-baling. Juga membuat kita tidak tahan lagi dan rentan terhadap panasnya udara alami di luar ruangan. Kita menjadi cepat lelah, letih dan lesu jika harus berada di ruang tanpa Ac. Rice Cooker membuat kita tidak terbiasa lagi memasak nasi dengan dandang dan kukusan. Kendaraan membuat kita tidak terbiasa lagi menempuh jarak dengan berjalan kaki. Sekali berjalan..aduuuh..capeknya. Dan sebagainya.
Tentu saja saya bukan orang yang anti terhadap kemajuan teknologi. Saya hanya berpikir, ketika kita terbiasa dengan cara hidup tertentu yang kita anggap lebih maju dan lebih memudahkan, terkadang kita melupakan cara-cara lama yang menurut kita sudah kuno dan tak layak pakai lagi. Lalu akibatnya apa? Ketika benda-benda itu tidak ada, mendadak kita akan merasa panik, kehilangan dan bahkan langsung bodoh dan lumpuh karenanya.
Bukan hanya itu, sejarah evolusi menunjukkan bahwa setiap bagian tubuh mahluk hidup yang tidak digunakan, tentu akan semakin mengecil dan menyusut alias mengalami rudimenter. Dan setelah beberapa periode waktu tentu akan hilang. Seperti halnya tulang ekor dan usus buntu yang sudah tidak kita gunakan lagi. Atau kaki pada ular.
Saya membayangkan, apakah yang terjadi pada kita ketika benda-benda peradaban baru itu lenyap dari depan kita? Bagaimana jika tiba tiba jaringan internet tidak ada? Atau listrik pembangkit listrik mati dan tak bisa dibetulkan dalam waktu yang cukup lama? Waduuuh..kok rasanya ngeri membayangkannya ya. Saya mungkin tidak bisa mengerjakan pekerjaan saya dengan baik lagi. Saya juga tidak bisa ngeblog lagi. Itu dampak kecilnya saja. Dampak besarnya, tentu jauh lebih mengerikan dari itu. Ketika manusia memasuki dunia maya dan mendedikasikan seluruh hidupnya di dunia itu, maka kehidupan manusia di dunia nyata barangkali pada suatu saat akan mengalami rudimenter dan tidak akan exist lagi. Saya berusaha membuang jauh pikiran buruk saya.
Sangat jelas, teknologi sangat membantu dan membawa kebaikan pada peradaban manusia. Namun di sisi lain, kita juga perlu menyadari dampak negative-nya terhadap keberadaan kita sebagai manusia. Lalu apa yang harus kita lakukan?
Terpikir di kepala saya, setidaknya untuk saat ini, bahwa yang terbaik adalah tetap membalance-kan hidup kita. Gunakan kalkulator, namun sesekali perlu juga memanfaatkan otak kita untuk berhitung. Baca e-book, tetapi sesekali baca juga buku cetakan. Gunakan kendaraan, tapi sesekali cobalah berjalan kaki . Gunakan rice cooker atau microwave tapi sesekali gunakanlah dandang atau kukusan. Berada di gedung-gedung pencakar langit di kota yang penuh polusi, sesekali berjalankah keluar. Hirup udara segar, nikmati kehijauan dedaunan, langit yang biru, sungai yang gemericik, air terjun yang gemuruh. Dan sebagainya…
Gunakan Closet duduk, tapi sesekali gunakan jugalah closet jongkok. Atau setidaknya sesekali berjongkoklah untuk melatih kekuatan betis dan paha kita. Sehingga kaki kita tidakmudah cramp dan ketika harus masuk ke bilik dengan closet jongkok seperti ini, kita masih mampu bertahan…
Malam semakin larut. Saya bergegas keluar karena harus segera mengambil bagasi saya dan meninggalkan airport secepatnya.