Seorang keponakan suami berkunjung ke rumah setelah agak lama kami tidak bertemu. Selama ini ia selalu mengikuti suaminya berpindah-pindah tugas dari satu kota ke kota lain, maka kami menjadi sangat jarang bertemu. Sebulan ini suaminya kembali lagi bertugas di Jakarta. Jadi sempatlah ia ‘pulang’ kembali ke rumah.
Walaupun jarang pulang, tapi ia mengatakan sangat senang dengan kehidupannya. Berpindah-pindah kota bukanlah hal yang baru dan sulit buatnya. Karena bahkan sebelum menikahpun ia juga sudah sering dibawa berpindah-pindah megikuti papanya yang juga kebetulan tugas berpindah-pindah kota. Dengan begitu ia ikut menjalani kehidupan di berbagai tempat di tanah air, mulai dari Sabang sampai Merauke. “Tapi seneng juga kok bisa pernah tinggal di berbagai kota, Tante” katanya.
“Jadi aku bisa melihat orang yang berbeda-beda. Bahasanya, adatnya, agamanya. Aku jadi lebih bisa mengerti dan menghargai perbedaan. Kita jadi mudah mengerti orang lain dengan lebih baik. Kita jadi lebih toleran dan tidak berpikiran sempit. Tidak lagi mengira kebiasaan, adat istiadat, agama dan budaya kita yang paling baik sementara orang lain jelek semua. Nggak seperti katak dalam tempurung” lanjutnya menarik kesimpulan dari pengalaman hidupnya.
Saya sangat setuju dengan apa yang ia katakan. Mengenal dan mengerti orang lain yang berbeda membuat kesenjangan sosial kita berkurang ada bahkan hilang sama sekali.
Jika hanya mengenal attribut (adat, kebiasaan, budaya,agama, bahasa, bangsa) kita sendiri saja, kita cenderung akan merasa sangat asing dengan attribut orang lain. Pandangan dan pikiran kita menjadi terbatas dan sempit, sebatas apa yang kita lihat di permukaan saja. Kita tidak memahami alasan dan filosofi di belakang atribut orang lain, sehingga kita mungkin bisa salah tafsir atau salah mengerti tentang orang lain. Pada pikiran yang sempit, ada 2 kemungkinan yang terjadi:
Pertama, merasa SUPER- kita pikir adat kebiasaan, budaya, agama kita lebih baik dari orang lain. Yang baik hanya kita, yang lain kurang baik. Yang benar hanya kita, yang lain kurang benar. Kalau sudah begini kita akan mudah menjadi bersikap sok. Sengak. Dan mengecilkan orang lain.
Kemungkinan kedua yang terjadi adalah merasa MINDER, karena menyangka apa yang orang lain miliki itu semua lebih baik dari kita. Kita jadi khawatir, ragu dan tidak percaya diri. Kita takut menyatakan pendapat. Takut mengatakan tidak suka atau tidak setuju, karena tidak pede. Boro-boro bersahabat dekat. Mau ngomong aja rasanya sudah gugup. Nggak nyaman. Semuanya terasa asing dan aneh.
Tapi coba kita buka diri. Dengarkan orang lain. Pelajari attribut yang orang lain miliki. Buka mata hati kita lebar-lebar untuk melihat semuanya dengan lebih jelas. Kita akan mulai tahu dan mengerti adat, kebiasaan, bahasa, agama dan budaya orang lain dengan lebih baik dan proporsional. Pemahaman kita membaik. Cara pandang kita akan menjadi berbeda. Lebih luas dan tidak lagi sesempit sebelumnya. Kita bisa melihat banyak kelebihan dan kekurangan dimiliki oleh setiap orang, setiap suku, setiap agama, setiap bahasa, setiap bangsa dan sebagainya.
Pemahaman ini membuat kita jadi lebih bisa menerima segala kelebihan dan kekurangan orang lain. Kita tidak lagi merasa asing. Sehingga membuat kita jadi jauh lebih mudah berbaur. Karena sekarang kita akan fokus melihat kebaikan-kebaikan orang lain dibanding kekurangannya. Apapun suku atau bangsa kita, akan mudah bergaul dengan suku manapun yang ada di Indonesia atau bahkan dengan bangsa manapun di dunia ini, karena kini kita bisa mengerti adat kebiasannya. Apapun agama kita, kita akan bisa mengerti dan menghormati agama orang lain karena kita mengerti banyak kebaikan dalam ajaran-ajarannya. Kita juga akan lebih tertarik dan menemukan jika bahasa daerah teman kita menjadi lebih menarik karena memperkaya khasanah pengetahuan kita.
Sangat jelas dengan membuka hati seperti ini, kita akan menjadi lebih toleran terhadap orang lain. Kita tidak akan pernah lagi berpikir bahwa perbedaan attribut adat kebiasaan, bahasa, agama, suku bangsa menjadi penghalang kita untuk berhubungan lebih dekat dengan orang lain yang attributnya berbeda. Karena sekarang kita tidak lagi mengedepankan perbedaan itu.
Semakin kita mengenal adat kebiasaan, suku, budaya, bangsa dan agama orang lain, maka semakin kita mengerti dan merasakan kalau gap perbedaan kita menjadi semakin kecil. Sebaliknya, kita akan merasakan kedekatan dan rasa persaudaraan yang semakin membesar. Kita merasa sejajar. Tidak lagi merasa minder ataupun merasa super terhadap orang lain yang suku,agama atau bangsanya berbeda dengan kita.
Kwalitas hubungan manusia itu tidak ditentukan oleh apa suku bangsanya atau apa bahasa yang diucapkannya. Juga tidak ditentukan oleh apa agama yang dianutnya, tetapi lebih banyak ditentukan pada bagaimana sikap dan tingkah lakunya terhadap orang lain, terhadap sesama.
Ya…. pada akhirnya, orang akan ditentukan oleh tingkah laku dan perbuatannya masing-masing dalam berinteraksi dengan orang lain. Bukan ditentukan oleh adatnya, agamanya, sukunya , bangsanya ataupun bahasanya.