Awalnya berniat untuk menulis. Tapi karena tangan saya sedang memegang kertas gambar, jadinya saya lanjut menggambar. Dan batal menulis.
Coretan ikan-ikan ini adalah hasil memindahkan drama alam bawah laut yang ada dalam pikiran saya ke atas kertas gambar.
Monthly Archives: January 2016
Corat -Coret Dua Generasi.
Malam minggu kemarin tak punya acara khusus. Paling enak melewatkan waktu dengan anak-anak. Ngapain ya?
Aha!. Ada kertas gambar, pensil dan drawing pen. Bakalan seru juga nih…
Nah, apa jadinya jika ibu dan anak disodorin kertas gambar dan drawing pen? Ya..pasti corat -coretlah!. Saya dan anak saya sama sama senang mencorat coret. Tentunya corat coret yang sehat -bukan corat coret tembok orang.
Menghabiskan waktu beberapa menit bersama-sama, untuk mencoret suka -suka yang ada di pikiran kita, ternyata hasilnya jauh berbeda…
Begini nih jadinya.
Gambar saya…generasi lawas.
Corat coret saya dipenuhi bunga dan kupu-kupu.
Gambar anak saya…generasi anyar.
Corat coretnya dipenuhi dengan hal-hal yang menjadi kesukaannya: Anime, Dota, uang untuk nembeli burger, sleep, impiannya untuk menjadi “the maker”, kucing, dan lain sebagainya. Saya tercengang melihat apa yang ia coretkan di atas kertas.
Kreatifitas grafis yang baru. Yang sangat ekspresif dan berbeda alirannya dengan saya yang datang dari generasi di mana Titiek Puspa dan Mak Wok masih bermain operette.
Kegiatan mencorat coret, sebenarnya adalah kegiatan memindahkan “drama” yang terjadi di pikiran kita ke atas kertas. Apa saja yang melintas di kepala. Tanpa harus khawatir coretannya bagus atau tidak. Mau diapresiasi orang lain atau tidak. Wong judulnya hanya menyenang-nyenangkan hati kita sendiri saja.
Daripada bengong. Yuk kita corat coret..
Gangsaran Tindak, Kuangan Daya.
“Gangsaran tindak, kuangan daya” sebuah ungkapan dalam Bahasa Bali yang jika diterjemahkan bebas artinya “Sigap dalam bertindak, tetapi lemah dalam strategi”. Tangan bergerak lebih cepat dibanding otak -begitulah kira-kira. Sering digunakan oleh para orang tua untuk menasihati anaknya, agar jangan terburu-buru mengambil tindakan, tanpa memahami duduk permasalahan dan memikirkan pemecahannya terlebih dahulu.
Ungkapan tua itu mendadak muncul di kepala lagi, ketika makan siang dengan seorang teman di sebuah pusat jajanan rakyat yang letaknya tak jauh dari lokasi kantor. Di sana ada berbagai macam pilihan untuk makan siang. Ada ketoprak, nasi goreng, empek-empek, nasi padang, mie ayam, ayam goreng lalapan, pecel lele dan sebagainya.
Kami sepakat ke tukang lalapan. Saya memesan nasi dengan hati ampela ayam +lalapan+sambal. Sedangkan teman saya memilih nasi + pecel lele +lalapan. Tukang lalapan mempersiapkan pesanan kami. Saya memesan minuman dari pedagang lain. Berikutnya saya mencari meja kosong. Tak lama kemudian tukang lalapan mengantarkan pesanan kami. Tanpa banyak ngobrol kami menghabiskan makanan masing masing. Dan setelah selesai kami kembali ke tukang lalapan untuk membayar.
Si bapak tukang lalapan tersenyum kepada kami sambil tangannya sibuk memilah-milah lele yang siap goreng. “Makan apa, Mbak?” Tanya si bapak. Pertanyaan yang umum ditanyakan pada saat kita membayar makanan di warung yang sistemnya makan dulu, bayar belakangan. Gunanya ya untuk membantu si kasir menghitung harga makanan yang harus kita bayar. Proses pembayarannya biasanya berdasarkan azas kepercayaan saja. Pembelipun biasanya jujur mengatakan apa saja yang dimakannya. Tetapi seandainya ada yang tidak jujur, apakah si pedagang akan tahu? Entahlah. Saya tidak tahu persis.Bisa jadi juga ada yang kelewatan.
Selain itu, saya pikir Bapak ini sebenarnya tidak tahu persis apa yang telah kami order dari sini dan telah kami makan. Karena yang tadi menerima order dan menyiapkan makanan buat kami adalah tukang lalapan yang lebih muda (mungkin anaknya). Bapak ini tadi tidak di tempat, barangkali sedang mengantarkan makanan ke pengunjung yang lain.
” Saya tadi makan nasi, lele dan sambel plus lalapan”. Jelas teman saya. Bapak itu masih sibuk. Ia memasukkan seekor lele ke penggorengan. Syooorrr…bunyi lele kena minyak panas. Barangkali ada pengunjung lain yang memesan pecel lele juga, pikir saya.
“Kalau saya, tadi makan nasi dengan hati rempela, lalapan dan sambel” kata saya menyambung penjelasan teman saya. Bapak itu tetap sibuk juga. Tidak menoleh ke kami sama sekali. Kami menunggu beliau menghitung harga makanan kami. Sekarang beliau sibuk menyiapkan nasi di piring. Saya dan teman saya tetap berusaha sabar menunggu, walaupun sebenarnya kami harus buru-buru ke kantor karena ada meeting.
Setelah beberapa saat, bapak itu belum juga memberikan kami indikasi, berapa kami harus membayar harga makanan yang sudah kami santap tadi. Akhirnya saya berinisiatif “Jadi berapa harganya, Pak?” Tanya saya karena si bapak masih tetap asyik dengan pekerjaannya. “Nanti saja, Mbak” kata si bapak yang membuat saya jadi curiga.
“Lho, Pak??!!. Kami ini mau bayar. Bukan mau makan. Makannya kan sudah” jelas saya kepada si Bapak. Beliau kaget. Lalu buru buru menghentikan pekerjaannya. “Oooh…saya kira belum makan” kata si Bapak. Lah? Jadi lele yang baru masuk penggorengan itu dimaksudkan untuk kami ya? Waduuh. Kasihan dong si bapak rugi.
Si bapak ini rupanya kecepatan bertindak sebelum paham betul permasalahannya bahwa kami mau membayar setelah makan. Bukan memesan. Menyadari itu si bapak lalu tertawa terbahak bahak. Saya yang berada di dekat kompor mencoba membantu untuk mematikan kompor. “Nggak usah, Mbak!. Nggak apa apa. Nanti lelenya bisa buat saya makan sendiri saja” katanya. Lalu cepat cepat mengambil kalkulator. Kamipun membayar. Ya ampuuuuun!.
Gara gara kejadian itulah saya jadi teringat ungkapan tua dalam Bahasa Bali itu. “Gangsaran tindak, kuangan daya”. Hal seperti ini kadang terjadi bukan hanya pada si bapak tukang pecel lele itu saja, tetapi juga pada diri saya sendiri. Saya ingat kejadian seperti itu pernah terjadi beberapa kali pada diri saya sendiri juga.
Keadaan Gangsaran tindak kuangan daya, terjadi terutama pada saat kita berada dalam situasi terburu-buru. Ingin cepat merespon sesuatu. Sehingga tidak sempat memahami situasinya dengan cukup baik. Sebagai akibatnya, terjadilah “gagal paham” yang berikutnya men-‘trigger’ terjadinya response yang keliru.
Kemungkinan lain adalah saat kita terbawa emosi. Pemahaman kita terpaku hanya pada pemikiran kita sendiri saja dan tidak terbuka untuk fakta lain atau pemikiran lain yang terbuka luas. Sehingga dalam keadaan ini kita akan cenderung merespon dengan cara yang sempit yang mungkin berbeda dan kurang sesuai dengan permasalahan yang ada yang konteksnya lebih luas dari sekedar pemikiran kita yang sempit.
Kemungkinan yang lain lagi adalah pada saat kita berada di dalam suasana hati yang kurang sabar. Pengen cepat cepat selesai. Terlalu malas untuk memahami konteks permasalahannya dengan lebih baik. Baru mendengar sepotong langsung bereaksi.
Seandainya kita punya sedikit lebih banyak waktu; seandainya kita bisa sedikit lebih sabar serta tidak terbawa emosi, sebenarnya kita bisa luangkan sedikit waktu untuk mempelajari permasalahannya secara lebih holistik. Jika permasalahannya lebih kompleks lagi, ada gunanya kita manfaatkan kesempatan untuk mencari informasi lebih dan bahkan menggali pendapat dan masukan dari orang lain. Sehingga pemahaman kita bisa lebih baik dan komprehensif. Setelah itu, barulah sebaiknya kita memberikan respon yang tepat.
Nah…jadi pelajaran yang saya petik kali ini dari tukang pecel lele adalah sebuah pengingat bagi diri saya sendiri. Bahwa jika kita ingin merespon sesuatu, sebaiknya kita memahami permasalahannya dengan baik terlebih dahulu, barulah memberikan jawaban maupun tanggapan. Jika tidak, maka kita akan cenderung memberikan jawaban yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteksnya.
Buah Pare Yang Terlambat Dipanen.
Ditinggal kesibukan pekerjaan yang menumpuk selama beberapa hari, banyak yang terjadi pada Dapur Hidup saya. Pucuk pucuk selada yang memanjang, daunnya tidak sempat dipanen. Tanaman pakchoi yang juga segera perlu dipanen agar tak ketuaan. Anakan pohon kemangi sudah bertumbuh dan sudah waktunya di re-potting. Demikian juga anakan pohon tomat cherry. Sudah mulai besar dan sebentar lagi butuh sandaran. Nah…yang paling menarik adalah buah-buah pare yang tidak sempat saya panen. Sudah terlalu tua, kuning dan beberapa diantaranya meledak. Memperlihatkan biji-bijinya yang merah merona.
Ah!. Sayang sekali tidak sempat dimanfaatkan untuk sayur. Padahal sebelumnya saya sempat berjanji kepada seorang teman akan membawakan hasil panen buah pare ini.
Sudah dua kali saya gagal membawakan buah pare buat teman saya itu.
Pertama, saat buah pare sedang banyak-banyaknya.Tapi sayang sekali ketika saya ingat akan memetik, rupanya buah pare sudah dipetik duluan oleh orang rumah dan dibagikan kepada tetangga yang mau. Keduluan deh.
Berikutnya, ya kali ini. Eh…karena tak sempat memetik, buah buah pare ini keburu matang di pohonnya dan meledak. Batal lagi deh saya membawakan buat teman saya.
Saya agak kecewa memikirkannya.Tapi kemudian saya nenghibur diri saya sendiri. Buah yang kematangan ini tetap bisa saya manfaatkan, saya ambil bijinya untuk bibit saja. Selain itu warna warni kuning, jingga dan merah ini juga cukup cantik menghiasi kebun. Kurang optimal memang, tetapi tidak apa apalah. Toh masih ada gunanya juga.
Tapi pelajaran penting yang bisa saya tarik dari sini adalah bahwa segala sesuatu itu butuh “timing” yang tepat untuk mengeksekusi. Waktu yang tepat. Waktu yang pas. Seperti halnya dengan buah pare ini. Jika dipetik terlalu cepat, ukuran dan tekstur serta tingkat kerenyahan buah pare ini tentu belum optimal. Tapi jika kelewatan, dan terlambat memetiknya, bisa jadi sudah keburu dimanfaatkan oleh orang lain, atau mungkin juga sudah menjadi terlalu tua, meledak dan tidak bisa dimasak lagi. Nah… seperti halnya dalam memetik buah pare, dalam kehidupan sehari-hari juga berlaku hal yang sama. Ketepatan mengeksekusi sesuai dengan waktu, sangat dibutuhkan oleh setiap orang yang menginginkan hasil yang optimal.
Ingat akan waktu, saya jadi teringat akan konsep Desa-Kala-Patra (Tempat-Waktu-Situasi) yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Dimana “waktu” merupakan salah satu element penyusun konsep Desa-Kala-Patra ini yang sangat penting untuk dijadikan acuan dalam bertindak dan mengeksekusi sebuah rencana, selain juga elemen ruang dan situasi.
Untuk melakukan tindakan tertentu, setiap orang umumnya menggunakan patokan ini. Menyesuaikan dengan Desa (tempat dimana tindakan itu akan dilakukan), Kala (kapan tindakan itu akan dilakukan) dan Patra (bagaimana situasi/pattern /pola keadaan yang terjadi pada saat dan tempat itu), dengan harapan segala sesuatu prosesnya berjalan dengan baik dan mulus tanpa halangan yang berarti dan akhirnya berhasil dengan baik. Jika salah satu element dari Desa-Kala- Patra ini tidak dipertimbangkan, peluang untuk terjadinya masalah dan ketidaksuksesan tentu akan membesar. Bertindak tanpa memahami kondisi tempat kita berada, hasilnya akan tidak optimal. Bertindak tanpa memahami situasi yang terjadi juga sama. Demikisn juga jika kita tidak memahami waktu.
Salah satu contoh sederhana dalam kehidupan sehari hari, ya seperti apa yang ditunjukkan oleh pohon pare ini kepada saya. Saya tidak memetiknya pada waktu yang tepat. Sehingga buah pare ini keburu masak dan meledak.
Sebuah pengingat bagi diri saya sendiri untuk mengingat kembali Desa- Kala-Patra dalam setiap tindakan dan perbuatan saya.
Songan, Kampung Halamanku Ketika Aku Pulang.
Ini sebetulnya hanya catatan kecil dari acara pulang kampung sehari. Sangat singkat. Sangat padat. Tak sempat mampir ke mana-mana. Hanya pulang ke desa Songan di Kintamani, Bangli. Jadi sebenarnya tidak ada sesuatu yang aneh dan baru bagi saya.
Walaupun demikian, begitu memasuki wilayah kaldera dan menyaksikan hamparan danau biru nan luas beserta gunung Batur di sebelahnya, tetap saja saya merasa takjub terkagum-kagum akan keindahannya.
Berdiri di hulu danau dan melihat pemandangan desa yang sangat memukau, membuat saya berkali kali mengucapkan rasa syukur atas anugerahNYA. Ikan-ikan kecil berkerumun di bawah permukaan air dekat tepian danau. Sesekali meloncat dengan riangnya, membuat cipratan kecil yang berkilau diterpa sinar matahari.
Burung -burung bangau beterbangan dan hinggap di atas flora mengambang di permukaan danau sambil mencari makan. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Lalu ada keramba ikan. Nelayan yang asyik di atas perahunya. Dan ladang ladang sayur yang subur. Pemandangan danau dengan latar belakang bukit bukit yang hijau di satu sisi dan atau Gunung Batur yang kemerahan, membuat desa saya itu sedemikian indah bak lukisan dari negeri entah di mana. Saya mengambil beberapa kali gambar dengan kamera ponsel saya untuk mengenang wajah desa ketika saya pulang kali ini.
Di sini kehidupan terasa berjalan tenang dan damai. Tanah yang begitu subur, diperkaya dengan berbagai mineral dan nutrisi yang dihadiahkan oleh debu vulkanik Gunung Batur membuat daerah itu menjadi kawasan pertanian sayur mayur dengan hasil yang melimpah di setiap musimnya. Tinggal sedikit usaha menyingsingkan lengan baju, olah tanah dan rawat tanaman, hasil panen pasti akan segera menghapus kelelahan. Begitu suburnya tanah di area ini, walaupun di sana-sini juga dihiasi dengan batu lahar hasil letusan Gunung.
Begitu juga danau yang biru. Seolah tak rela penduduknya kelaparan, tak hentinya menyediakan ikan yang berlimpah. Jika lapar, tak punya lauk untuk di masak, tinggal ambil pancing atau jala. Kami menangkap ikan. Cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Demikianlah danau dan gunung Batur menyayangi orang-orang di kampung kami. Semoga setiap orang menyadari dan hanya mengambil secukupnya dari apa yang dianugerahkan tanpa harus merusak lingkungan sekitarnya.
Setiap orang memiliki kampung halaman dan mencintainya. Demikian juga saya. walau akhirnya tinggal jauh, rasanya memang tiada tempat yang lebih damai selain di kampung halaman sendiri. Semoga desaku selalu tenang dan damai.
Dari Grand Final Izzi Video Music Star 2.
Kemarin tanggal 16 Januari saya berkesempatan hadir di acara Grand Final Izzi Video Music Star 2 yang berlangsung di Downtown Walk Summarecon Mall Bekasi. Sebenarnya acara ini merupakan puncak dari kegiatan pencarian minat dan bakat para remaja putri di bidang musik yang dilakukan sejak bulan September hingga Desember yang lalu.
Team Izzi bekerjasama dengan majalah remaja Kawanku mengadakan “road show”dari sekolah ke sekolah di 7 kota besar Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, Jogjakarta, Makasar dan Banjarmasin). Para remaja putri yang punya bakat dan minat dipersilakan tampil dan direkam untuk berkompetisi dengan peserta lain dari seluruh Indonesia. Untuk para remaja yang berminat tetapi kebetulan sekolahnya tidak didatangi team Izzi dan Kawanku bisa juga men-submit video rekamannya lewat Digital. Ada juga peserta yang merekam kemampuannya di bidang musik ini di mobile karaoke yang disediakan di beberapa titik di Jakarta. Dengan demikian jumlah video yang berhasil masuk di Izzi VMS2 ini adalah sebanyak 1666 buah video. Di atas target ysng hanya 1 300 dan jauh di atas jumlah submission tahun yang lalu yang mencapai 900 buah video. Sungguh sebuah pencapaian yang luarbiasa. Cerminan dari betapa tingginya antusiasme para remaja putri kita dalam bermusik.
Selain banyak dalam jumlah, kwalitasnya juga sungguh sangat luarbiasa. Namun demikian, setelah melalui proses seleksi yang sangat ketat, akhirnya ditetapkanlah 5 finalis yang akan tampil dan bertarung di Summarecon Mall di Bekasi kemarin. Lima orang finalis itu adalah:
1. Chrysanta Tirtania.
2. Cecilia Viny
3. Fara .
4. Reginia Sarah.
5. Siti Ramadhanty.
Saat mereka tampil di panggung, para Juri juga dibikin sulit untuk menilai, karena semuanya sangat bagus-bagus.

Chrysanta Tirtania membawakan lagu Love Yourself dari Justin Bieber.
Chrysanta Tirtania terlihat sangat menawan dan ‘teeny ‘ sekali saat membawakan lagu “Love Yourself” dari Justin Bieber.

Cecilia Viny membawakan lagu When I Was Your Man dari Bruno Mars.
Cecilia Viny dengan vokalnya yang luar biasa tampilsangat percaya diri di atas panggung membawakan lagu “When I Was You Man”dari Bruno Mars.

Fara membawakan lagu We found Love dari Rihanna.
Lalu peserta berikutnya adalah Fara yang sangat percaya diri menyanyikan lagu “We Found Love” dari Rihanna sambil memainkan gitarnya.

Reginia Sarah membawakan lagu “Same Old Love” dari Selena Gomez.
Finalis yang tampil di urutan yang keempat adalah Reginia Sarah yang membawakan lagu “Same Old Love “dari Selena Gomez. Sarah tampil sangat memukau dan menguasai panggung dengan baik.

finalis Siti Ramadhanty dengan lagu Mantan Terindah dari Kahitna.
Dan finalis terakhir yang tampil adalah Siti Ramadhanty dengan lagu Mantan Terindah dari Kahitna.
Acaranya seru banget dan tentunya menegangkan bagi para finalis.
Dan setelah mempertimbangkan mix dari kemampuan olah vokal, kreativitas, penampilan dan tingkat kepercayaan drii, maka dewan juri yang terdiri dari pihak brand Izzi, majalah Kawanku dan Sony Music menetapkan Cecil sebagai Juara I berhak mengantongi hadiah uang sebesar 10 juta rupiah plus produk dari Izzi, disusul oleh Fara sebagai juara ke 2 dengan hadiah uang sebesar 7.5 juta rupiah plus produk Izzi, dan juara ke tiga adalah Tirtania dengan hadiah uang sebesar 5 juta rupiah plus produk Izzi. Selain itu, Cecil sebagai pemenang pertama berhak tampil duet dengan group band yang lagi naik daun TheOvertunes. Wah..benar-benar luarbiasa.
Para penonton yang kebanyakan adalah para emaja puteri tampak sangat bersemangat dan histeris ketika bisa menyaksikan secara langsung group band kesayangan mereka yang personelnya terdiri atas Mika Angelo, Mada Emmanuelle dan Reuben Nathaniel.
TheOvertunes membawakan beberapa lagu,termasuk diantaranya “Sayap Pelindungmu” yang sudah ditunggu-tunggu oleh penggemarnya.
Selain acara di panggung, tersedia juga produk fragrance dari Izzi dalam berbagai format dan variants yang bisa didapatkan oleh pengunjung dari counter penjualan Izzi.
Semoga semakin banyak lagi remaja puteri Indonesia yang berani menunjukkan bakatnya di bidang musik di tahun-tahun ke depannya.
Dapur Hidup: Kencur, Bumbu Dapur Multi Guna.
Salah satu tanaman bumbu dapur yang menarik untuk disiagakan di halaman rumah adalah Kencur (Kaempferia galanga). Dengan nama daerah Cekuh, bumbu dapur yang satu ini sangat populer penggunaannya di Bali.
Kencur atau cekuh ini bersama dengan Suna (bawang putih) merupakan bahan utama untuk bumbu standard masakan traditional khas Bali yang sangat lezat yang disebut dengan “Basa Suna Cekuh”. Ada banyak jenis masakan Bali yang menggunakan Basa Suna Cekuh. Mulai dari ikan cue atau pindang suna cekuh, ayam mebasa suna cekuh, lindung (belut) suna cekuh, kakul (keong) suna cekuh, hingga nasi goreng bumbu suna cekuh. Walaupun judul bumbunya Suna-Cekuh, sebenarnya pembangun bumbu ini bukan hanya suna dan cekuh saja, tetapi juga ada bahan bumbu lain seperti kunyit, sedikit bawang merah, cabe dan garam serta daun salam. Hanya saja penggunaan Suna dan Cekuh itu dominan.
Berikutnya, jenis bumbu standard masakan traditional Bali lainnya yang menggunakan kencur adalah “Basa Gede”(bumbu besar). Bersama sama dengan bawang merah, bawang putih, cabe, lengkuas, jahe, kunyit dan garam serta rempah rempah lainnya, kencur juga ikut berperan di dalamnya. Di sini kencur tidak lagi menjadi pemain utama, tetapi keberadaannya sangat penting. Tanpa kencur rasa basa gede yang menjadi bumbu standard sebagian besar masakan Bali akan bubar. Banyak masakan Bali yang menggunakan Basa Gede sebagai bumbu standard misalnya lawar, be siap mekuah, jukut timbul, junkut nangka dan lain sebagainya. Nah..jadipenting ya keberadaan kencur ini?.
Selain sebagai bumbu dapur, kencur juga banyak dimanfaatkan untuk pengobatan traditional. diketahui bahwa kencur mengandung minyak atsiri dan alkaloid. Penggunaannya secara traditional misalnya untuk meredakan batuk,. Lalu ada juga yang menggunakannya untuk meredakan sakit perut dan kelebihan gas di lambung. Ada juga wanita dan ibu-ibu yang memanfaatkannya untuk meredakan rasa nyeri saat datang bulan.
Atas dasar pertimbangan itu, sayapun menanam kencur di halaman rumah. Untuk berjaga jaga jika perlu dan tukang sayur tidak punya. Saya pikir ini penting untuk meneruskan tradisi keluarga. Jaman dulu, Ibu saya juga menanam kencur di halaman. Dan saya masih ingat di rumah kakek saya dulu ditanam kencur dalam pongpongan (buah kelapa bulat yang jatuh dari pohonnya karena bolong akibat dimakan tupai) lalu digantung-gantung di pohon, kelihatan artistik dan natural juga. Saat ini saya menanamnya di polybag saja. Ada 6 polybag. Lumayanlah.
Menanamnya cukup mudah. Saya hanya memanfaatkan potongan kecil kencur sisa dapur. Lalu saya tanam rimpang kencur ini di tanah dalam polibag. Berikutnya saya hanya menyiramnya saja. Kelihatannya kencur ini suka tempat yang lembab.
Kencur sekarang siap untuk diambil daunnya untuk lalap ataupun urab. Dan rimpangnya untuk bumbu dapur maupun obat. Nah… enak kan kalau punya pohon kencur di halaman?.
Yuk kita tanam kencur!. Bikin Dapur Hidup dan Apotik Hidup di halaman.
Onion Rings – Cincin Renyah Kesukaan Anak.
Hujan-hujan di rumah. Enaknya ngapain ya? Ngemil. Anak saya yang besar sudah merencanakan cemilannya sendiri saat saya ajak turun ke Supermarket. Kebetulan rice cooker di rumah rusak. Jadi mau nggak mau harus diganti. “Aku pengen onion rings” kata anak saya lalu minta ijin memilih bawang bombai dari rak sayuran. Saya mengangguk setuju.
Selanjutnya karena saya lagi agak malas masak, saya pikir ada baiknya membeli tepung berbumbu yang siap pakai saja. Nah…cari tepung bumbu yang crispy hasil gorengannya.
Bawang bombai, adalah salah satu bumbu dapur yang baik untuk disiagakan di dapur. Selain baik untuk dijadikan bumbu nasi goreng, buat teman acar, salad, omelette, dan berbagai masakan lainnya, juga sangat enak digoreng cincin seperti onion ring ini. Anak anak sangat menyukainya.
Cara membuatnya juga gampang.
1/. Bawang bombai dibersihkan dari kulit luarnya ysng berwarna coklat kemerahan.
2/. Iris bawang bombai melintang sehingga membentuk bidang lingkaran. Yang jika dilepas lapisannya satu per satu akan membentuk gelang atau cincin.
3/. Siapkan tepung bumbu. Bagi dua. Setengahnya dilarutkan dengan air buat bumbu celup. Setengahnya lagi dibiarkan kering.
4/. Siapkan wajan. Masukkan minyak dan panaskan. Setelah panas kecilkan api kompor.
5/. Celupkan cincin bawang itu satu persatu pada adonan cair. Lalu gulingkan di tepung bumbu yang kering.
6/. Goreng cincin bawang hingga kekuningan dan matang. Angkat dan tiriskan.
7/. Hidangkan dengan cocolan saus cabe atau saus tomat. Bisa juga dihidangkan dengan cocolan mayonaise.
Enak buat cemilan keluarga sambil menunggu hujan reda. Apalagi ditemani dengan teh hangat. Wah..mantap deh.
Bangli: Sarcophagus Dukuh Prayu Bunutin.
Wisata Sejarah- Bangli.
Melihat ketertarikan saya akan benda peninggalan sejarah Sarcophagus yang berada di desa adat cekeng, Sulahan kecamatan Susut, di Bangli, Komang Karwijaya bercerita bahwa sebenarnya Sarcophagus tidak hanya ditemukan di desa Cekeng saja lho, tapi di beberapa desa yang lain juga di Bangli. Salah satunya adalah di desa Bunutin. Tepatnya di Dukuh Prayu. Nah, barangkali diantara para pembaca ada yang sama dengan saya, yakni memiliki ketertarikan untuk melakukan wisata sejarah, yuk kita merapat ke dukuh Prayu di desa Bunutin, Bangli.
Tentu pertanyaan pertama saya adalah, sama nggak sih Sarcophagusnya? Karena kemungkinan besar sarcophagus-sarcophagus itu berasal dari kurun waktu yang sama, kurang lebih sarcophagusnya serupa lah. Tetapi saya mendapatkan keterangan yang sangat menarik juga tentang sarcophagus di dukuh Prayu ini.
Total sarcophagi ada 9 buah yang letaknya sesuai dengan mata angin. Utara, Timur laut, Timur, Tenggara. Selatan, Barat Daya, Barat, Barat Laut dan di Tengah. Saya tidak mendapatkan informasi lebih jauh mengapa letaknya harus sedemikian rupa di sembilan arah mata angin?. Mirip posisi sembilan mata angin dari Dewata Nawa Sanga. Akan tetapi saya tidak yakin apakah ini ada kaitannya dengan Dewata Nawa Sanga, mengingat sarcophagi ini diduga sudah ada sejak jaman pra Hindu.
Menurut keterangan sebagian besar sarcophagus-sarcophagus itu pada saat ini tertutup tanah dan di atasnya berdiri pura. Yang lumayan terbuka dari tutupan tanah adalah yang posisinya di Timur. Sarcophagus ini masih kelihatan menempel di dinding tanah. Barangkali karena saking tuanya telah tertimbun tanah entah dari bekas letusan gunung ataupun humus yang memadat. Yang jelas sebagian masih tertutup tanah. Sarcophagus kelihatan cukup utuh. Masih terdiri atas bagian bawah (palungan) dan penutup (lid). Hanya saja ada lubang di tengahnya. Diduga barangkali karena jaman dulu orang-orang yang pertama kali menemukan tidak begitu paham apa itu sarcophagus lalu penasaran ingin tahu ada apa di dalamnya. Mereka mungkin menemukan ternyata ada sisa-sisa kerangka manusia beserta pernak pernik bekal kuburnya. Lalu karena takut terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki, masyarakat lalu cenderung membiarkan sarcophagus itu tetap berada di tempatnya dan setengah tertutup tanah. Bahkan membuat pura kecil di dekatnya untuk melakukan upacara mendoakan roh sang pemilik sarcophagus.
Yang menarik, sama dengan sarcophagus yang di Cekeng, sarcophagus inipun memiliki tonjolan pintu di depannya dengan ukiran yang menyerupai kura-kura. Sayangnya tonjolan yang bagian bawahnya kelihatan sudah putus.
Sarcophagus yang di Timur Laut kondisinya memprihatinkan karena pecah. Barangkali karena kurangnya pemahaman masyarakat jaman dulu yang pertama kali menemukan benda bersejarah ini sebagai sarcophagus.
Berikutnya saya juga diinformasikan bahwa yang berada di Tenggara, penutupnya juga sudah tidak ada. Hanya tinggal palungan bagian bawah yang sudah kosong. Karena kosong dan posisinya tengadah, serta berada di alam terbuka, tentunya pada musim hujan, sarcophagus ini menjadi tempat penampungan air. Konon jaman dulu masyarakat memanfaatkannya untuk air minum ternak babi, dengan harapan ternaknya cepat hamil dan beranak. Jadi dalam hal ini sarcophagus dikaitkan dengan pembawa kesuburan. Tidak mengherankan, karena di beberapa tempat keberadaan sarcophagus juga dikaitkan dengan kesuburan sawah dan tanaman ladang juga.
Kemudian sarcophagus lain yang juga menarik ceritanya adalah yang posisinya di utara. Konon jaman dulu dari mata kura-kura hiasan tombol sarcophagus ini keluar minyak. Nah, bagaimana penjelasannya – saya kurang paham. Tetapi tentunya itu semua sangat menarik untuk diteliti lebih jauh.
Nah, itu adalah informasi tentang sarcophagus-sarcophagus yang ada di dukuh Prayu, desa Bunutin di Bangli, Bali. Saya ingin sekali ke sana. Ingin sekali melihat langsung dari dekat. Sayang saat ini masih belum punya kesempatan.
Para pembaca yang barangkali sedang berada di Bali atau sedang merencanakan liburan di Bali, bisa memasukkan desa Bunutin di Bangli sebagai salah satu tujuan wisata. Agar mengenal Bali dengan lebih dekat lagi.
Yuk kita berkunjung ke Bangli!.Kita pelajari sejarah dan cintai tanah air kita!.
Tahun Yang Penuh Bahagia.
Happy New Year! Itu kata dunia ketika malam pergantian tahun baru. Orang -orang saling menukar ucapan dan memberikan kata-kata penyemangat untuk menjalani kehidupan di tahun yang baru datang. Saya senang membacanya dan berterimakasih tentunya atas setiap ucapan Selamat Tahun Baru yang saya terima dari keluarga maupun dari para sahabat.
Dari semua kalimat dan kata-kata yang saya dengar, saya paling tertarik kepada kata “Happy” yang berada di depan kata-kata “New Year”. Mengapa orang menempatkan kata Happy di depan kata New Year?. Kata yang sama juga saya lihat ada di depan kata “Birthday” dan acara-acara perayaan lainnya.
Saya bukan ahli bahasa dan bukan pula seseorang yang terlahir dan besar dalam budaya yang menggunakan sapaan dalam Bahasa Inggris, sehingga saya tidak paham persis kenapa mengapanya. Tapi menurut interpretasi saya sendiri kata Happy di sini tentu dimaksudkan sebagai harapan agar orang yang diselamati itu berbahagia alias happy. Happy New year, barangkali maknanya “Semoga di tahun yang baru ini anda berbahagia”. Begitu kira-kira ya..
Didoakan agar hidup kita berbahagia oleh orang-orang di sekitar tentu benar-benar sangat membahagiakan. Oleh karena itu mari kita doakan kembali para keluarga dan sahabat kita itu agar merekapun berbahagia juga. Jadi kita semua berbahagia ya…
Selain doa dari orang-orang di sekeliling, tentunya kita sendiri juga perlu berusaha untuk meraih kebahagiaan kita. Karena doa saja tanpa usaha tentu tidak cukup. Pertama kita sendiri yang harus berusaha membuat hidup kita menyenangkan dan membahagiakan. Sehingga jika ada orang lain yang mendoakan kebahagiaan buat kita, itu adalah bonus.
Menjalani hidup itu tak ubahnya laksana sedang menulis. Dan tentunya, jika tulisan tentang perjalanan kehidupan kita itu dibukukan, kita ingin membaca sebuah buku yang indah dan kaya serta penuh makna. Buku yang bukan hanya diri kita sendiri saja yang menyukainya, tetapi buku yang orang lain juga ikut senang melihat dan membacanya.
Karena ada banyak hal yang berseliweran selama perjalanan hidup ini, kita perlu berfokus pada hal-hal yang menurut kita penting artinya bagi hidup kita. Entah itu keluarga, pendidikan, pekerjaan, bermasyarat dan sebagainya. Kita harus fokus pada beberapa hal penting itu saja. Hal-hal lain yang kurang penting, bisa kita jadikan sebagai element penghias kehidupan, karena pada hakekatnya kita tidak bisa fokus pada banyak hal. Jika kita memaksakan diri untuk berfokus pada banyak hal, selain perhatian kita pecah, tentunya itu bukan fokus lagi namanya.
Hal-hal penting – bisa jadi berbeda-beda bagi setiap orang. Sesuatu yang penting bagi si A belum tentu penting bagi si B. Demikian sebaliknya. Buat kita yang ibu rumah tangga misalnya, keluarga dan pendidikan anak itu sangat penting. Mari kita fokus pada keluarga dan pendidikan anak kita. Demikian juga jika pekerjaan dan pergaulan sosial merupakan hal penting dalam hidup kita, mari kita fokuskan diri pada pekerjaan dan kehidupan sosial kita. Di luar itu derajat perhatian kita boleh sedikit berkurang.
Berikutnya kita perlu menangkap setiap moment- moment yang menyenangkan , setiap suasana yang membahagiakan yang tertangkap dalam fokus kita. Kita catat dan rekam untuk kita torehkan dalam catatan perjalanan hidup kita. Sehingga jika suatu saat kita menengok kembali, maka yang tercatat dalam kehidupan serupa dengan rangkaian moment-moment dan suasana indah yang membahagiakan.
Nah bagaimana jika ada banyak moment-moment yang kurang menyenangkan dan membahagiakan ? Karena yang namanya manusia, hidup kita tentu tak luput dari suka duka. Sedih dan bahagia. Moment seperti itu jangan ditangkap dan dicatat. Tapi pelajari dan dapatkan intisarinya. Setelah mendapatkan intisari pelajarannya, barulah kemudian kita catat agar menjadi cerita yang memotivasi diri untuk menjadi lebih positive lagi ke depannya. Dengan demikian kebahagiaan kita tidak terganggu oleh moment-moment menyedihkan dan menyakitkan yang pernah mampir dalam perjalanan hidup kita.
Jika semua itu telah kita laksanakan, namun catatan perjalanan hidup kita masih terasa kurang bermakna, jangan terlalu khawatir. Cari lagi sudut-sudut yang lain, yang mungkin saja memberi kita makna yang lebih baik untuk di catat. Sehingga cerita hidup kita menjadi lebih kaya, lebih indah dan membahagiakan, serta mengalir dengan penuh makna.
Jika ada yang bilang hidup itu adalah sebuah buku. Dan jika ada lagi orang yang lain bilang bahwa tahun baru ini laksana membuka lembaran halaman baru, maka mari kita ketik di halaman buku kita, moment-moment yang membahagiakan serta intisari pelajaran kehidupan yang kita lalui guna memotivasi diri kita sendiri agar semakin positive ke depannya. Sehingga kelak, ketika buku ini dibaca, halaman-halaman dan bab-babnya dipenuhi dengan hal-hal yang indah dan penuh makna.
Selamat Tahun Baru 2016!.