Saya punya 3 ekor anak kucing yang sekarang sudah mulai besar. Lahir dari seekor kucing liar betina yang diberi makan sejak kecil oleh anak saya. Lama kelamaan kucing betina yang diberi nama Cudly itu betah di rumah dan beranak.
Tiga ekor anak kucing itu sangat berbeda warnanya. Yang lahir paling awal berwana hitam dengan sedikit bercak putih. Yang lahir ke dua berwana putih dengan sedikit bercak hitam. Sedangkan yang ke tiga berwarna coklat penuh. Karena tidak sempat memikirkan namanya kami menyebut anak kucing itu dengan kode warnanya saja. Si Hitam, Si Putih dan Si Coklat. Induknya sendiri belang tiga, Putih dengan bercak Hitam dan coklat.
Tingkah lakunya pun berbeda beda. Si Coklat cenderung serius. Hobinya makan. Sehingga paling gendut diantaranya. Si Putih sangat tenang dan lembut. Ia seekor kucing rumahan. Sedangkan Si Hitam kucing yang sejak lahir sudah ketahuan bibit bibit bandelnya.
Hal ini membuat saya semakin percaya bahwa setiap individu itu sudah membawa sifatnya masing-masing di luar nilai-nilai kehidupan yang dibangun keluarganya. Walaupun satu keluarga, belum tentu sifatnya sama.
Mata kucing saya yang hitam ini termasuk “belo” untuk ukuran mata kucing.
Kelakuannya ampuun. Sangat nakal. Ia hobby merusak tanaman saya. Memanjat barang anggrek dan pohon cabe, lalu menarik-nariknya sampai mati. Ia juga menginjak-injak tanaman sayur saya. Seekor kucing preman. Kalau dilarang, maka ia akan melawan. Matanya melotot tanpa bersalah. Seolah-olah menantang bahwa apa yang ia lakukan adalah benar. Namun demikian tampang dengan mata belonya itu selalu kelihatan lucu.
Suatu hari ia terlihat sedang bermain main dengan sebuah benda berwana hitam di kakinya. Benda itu bergerak-gerak menandakan bahwa ia adalah mahluk hidup. Segera saya mengambil kacamata minus saya. Ya ampuuun…setelah saya perhatikan, benda hitam itu ternyata seekor anak kelelawar. Dengan segera saya merebut anak kelelawar itu dari kakinya. Takutnya luka luka akibat cakaran kucing. Anak kucing saya terlihat tidak setuju. Ia pun memandang saya dengan mata protes. matanya membesar. Aduuuh…..Ia benar -benar tidak paham bahwa anak kelelawar kecil yang jatuh itu perlu ditolong dan dilepas ke alam lagi. Bukannya diuyek-uyek dijadikan mainan.
Kebandelan berikutnya yang ia lakukan adalah kabur dari rumah. Ketika saudara-saudaranya yang lain masih sibuk menyusu dan bermalas-malasan dengan induknya, Si Hitam sudah belajar memanjat tembok dan naik ke atap genteng. Semakin dilarang, semakin ia menjalankan niatnya. Jika diturunkan,ia segera naik lagi.
Suatu kali ia kabur dari rumah. Saya sedih bukan kepalang. Coba telusuri dan tanya-tanya tetangga. Barangkali ada yang ketemu. Tapi tidak ada seorangpun yang melihatnya. Ia menghilang begitu saja, seolah-olah ditelan bumi. Walaupun ada yang memberi tahu “kucing jantan memang suka kabur” tapi tetap saja saya merasa sedih. Ia masih terlalu muda.
Setelah beberapa hari menghilang, akhirnya saya mulai bisa menerima keadaan. Berpikir barangkali ada yang sudah mengadopsinya dan memberinya makan. Biarlah,kalau memang begitu. Semoga saja demikian. Setidaknya ia tidak kedinginan dan kelaparan di jalanan.
Tapi pada suatu malam, ketika Si Mbak pulang dari ruko, ia melihat Si Hitam sedang mengeong di dekat Tukang Pecel Ayam. Bercampur dengan kucing -kucing liar yang lain, Si Hitam rupanya menjadi sangat kurus kering. Akhirnya Si Mbak memanggilnya dan kucing hitam itupun pulang kembali ke rumah. Saudara saudaranya sangat senang ia kembali. Demikian juga dengan saya dan anak-anak. ia segera mendapatkan makanan yang enak dan dimandikan oleh anak saya.
Setelah itu ia anteng selama beberapa hari. Ia menjalankan tugas menjaga rumah di halaman belakang. Selama ia ada, tidak ada seekor tikuspun yang berani masuk ke halaman. Jika ada yang berani menunjukkan moncongnya sedikit saja, langsung ia terkam tanpa ampun. Beberapa kali ia pergi keluar rumah tapi setelah sehari dua hari ia pulang kembali. Jadi saya tidak terlalu mengkhawatirkannya.
Nah kemarin pagi, kebetulan saya kurang sehat karena flu dan demam. Saya tidak berangkat ke kantor. Anak saya memberitahu kalau semalam Si Hitam menangkap seekor Burung Merpati dan mengoyak-ngoyak sayapnya. Ya ampuuun. Kasihan banget burung merpatinya. Saya memeriksa burung merpati itu sebentar. Lukanya tidak separah yang saya duga. Rupanya sudah dikasih obat merah oleh Si Mbak. Setelah agak pulih, burung merpati itupun dilepaskan kembali ke alam bebas. (Saya lupa mengambil foto burung merpati yang menjadi korban perburuan Si Hitam).
Dan hari ini , anak kucing hitam itu pergi lagi keluar rumah. Saya tidak tahu akankah ia kembali lagi dan kapan. Entahlah. Saya rasa darah pemburu mengalir deras dalam dirinya. Ia seekor petualang sejati. Tak ada gunanya saya berusaha memaksanya menjadi kucing rumahan yang lucu dan manja. Karena alam liar menunggunya di luar sana. Tempat di mana ia menemukan jiwanya sendiri. Tempat di mana ia bisa berdamai dengan nalurinya sendiri.
Dan sebaiknya saya tidak usah terlalu mengkhawatirkan hidupnya.Ia akan menemukan makanannya sendiri tanpa harus dibantu oleh manusia seperti saya. Karena ia seekor pemburu sejati.