Monthly Archives: April 2016

Burung Dara Yang Terluka…

Standard

 

 

 

Saya baru saja pulang dari luar. Hujan masih agak gerimis walaupun sudah mereda.Suami saya memberi tahu jika ia mendengar suara gedubrak gedubruk di belakang.Mungkin ada seekor burung yang terdampar. Saya pun ke belakang. Melihat dua ekor kucing saya sedang bermain-main petak umpet dengan sesuatu. Oh..benar saja. Seekor burung tampak bersembunyi dan terjepit diantara tumpukan barang.  Waduuuh!. Besar juga ukurannya.  Seekor burung dara!!. Saya mengangkat burung itu sambil mengusir kedua kucing nakal itu agar jangan lagi mengganggu.

Burung itu basah kuyup oleh hujan dan darah. Banyak luka di sekujur tubuhnya.Rupanya dikoyak-koyak kucing. Di pangkal ekornya, di punggungnya. di bawah sayap kirinya. Di sayap kanannya. Berdarah semua.Walahhh…..banyak banget ya.  Saya sangat sedih melihat keadaannya. Beberapa bulu ekor dan sayapnya  serta bulu-bulu halus warna putih keabuan juga tampak rontok berceceran di sana-sini. Tubuhnya gemetar. Nafas dan detak jantungnya berpacu dengan sangat cepat. Tapi suhu tubuhnya terasa masih hangat.Dan yang menarik adalah sorot matanya yang masih tetap sangat tajam. Tidak kuyu sedikitpun. Menyiratkan semangat untuk hidup yang luar biasa tinggi. Walaupun lukanya banyak. Saya rasa burung ini masih akan bisa survive jika dibantu.

Tak habis pikir saya, bagaimana burung sebesar ini  bisa jatuh ke halaman rumah saya. Apakah jatuh dulu baru ditangkap kucing? Atau memang tertangkap kucing saat hinggap di atap rumah lalu dimainkan dan dibawa ke halaman oleh kucing? Kejadian seperti ini (burung jatuh, kelelawar jatuh, biawak luka, kucing liar luka masuk ke halaman rumah) sangat sering terjadi. Sangat sulit menjawabnya. Yang jelas mahluk -mahluk hidup ini membutuhkan pertolongan. Biasanya saya obati lukanya dan pelihara hingga pulih,  lalu saya lepas kembali ke alam liar.

Saya berpikir hal yang sama untuk burung ini. Tentu saja akan sangat berbahaya jika burung ini saya lepas kembali ke alam dalam keadaan terluka seperti ini. Kucing kucing yang nakal sudah siap mengintai dengan semangat untuk menjadikannya bahan mainan sebelum pada akhirnya dimangsa. Saya lalu membubuhkan betadine yang tersedia di kotak obat pada bagian-bagian tubuhnya yang terluka. Mudah-mudahan tidak berlanjut dengan infeksi. Burung ini membutuhkan waktu untuk pemulihan yang baik. Jadi butuh tempat berlindung yang aman dan jauh dari jangkauan kucing. Akhirnya saya memutuskan untuk menempatkannya di dalam sangkar yang selama ini kosong. Saya menyediakan air putih untuk minumannya dan sedikit beras dan biji-bijian untuk cadangan makanannya. Siapa tahu dia merasa kelaparan.

Untuk beberapa saat saya menemaninya di belakang. Sambil mengamati apa yang dilakukan oleh kucing-kucing nakal itu. Keduanya berusaha untuk mendekati sangkar yang saya gantung tinggi.  Kucing itu berusaha untuk menjangkau dengan naik ke ember cucian yang besar, yang tadinya bertumbuk di atas kandang kucing. Lalu ia lalu meloncat tinggi dari sana. Gedubraaakkkkkk!!. Dia jatuh terguling bersama dengan ember itu. Saya tertawa geli melihat kelakuannya.

Kucing yang satunya pun ingin ikut mencoba juga. Saya memindahkan ember itu ke tempat yang lebih rendah dan tidak menumpuknya lagi di atas kandang kucing. Nah… sekarang tidak ada lagi benda-benda tinggi di area sekitar situ. Kedua kucing itu akhirnya menjauh dan bermain di dekat kulkas.

Sekarang saya bisa meninggalkan burung dara itu sendirian dengan tenang. Berharap besok pagi kesehatannya mulai membaik. Tubuhnya menguat dan bisa mengatasi keadaan fisiknya. Sehingga jika ia bisa sembuh dalam beberapa hari ke depan, ia sudah siap kembali  menjalani kehidupannya di alam bebas.

Pagi ini saya bangun dan melihat burung itu tetap semangat di sangkarnya. Semoga cepat pulih kembali.

Hidup menawarkan berbagai hal kepada kita. Ada yang bisa kita pilih, dan ada yang mau tak mau harus kita jalani. Jika hidup menawarkan luka, pilihan kita hanya bertahan dan sembuh atau menyerah dan mati.  Tetap semangat menjalaninya, membuat  penyembuhan niscaya akan lebih cepat terujadi.

 

 

Maksud Hati Hendak Membantu…

Image

imageIni kisah yang saya alami beberapa waktu yang lalu. Saya dan seorang teman baru kembali dari sebuah perjalanan dinas di negeri tetangga. Pesawat mendarat dengan mulus di bandara Soekarno -Hatta. Senang dan amat bersyukurlah hati saya. Karena penumpang penuh, saya tidak buru-buru bangkit setelah pesawat berhenti. Tapi teman saya yang berdiri mengambil tas-tas kami dari kabin sambil menunggu pintu pesawat dibuka.

Seorang bapak tua berdiri di sebelah teman saya mencoba menggapai sebuah tas dari kabin. Karena tubuhnya agak pendek, beliau mengalami kesulitan. Menyadari itu teman saya yang kebetulan posturnya tinggi menawarkan bantuan kepada Bapak tua itu untuk mengambilkan tasnya.

Yang mana punya bapak? Yang ini bukan?” tanya teman saya dalam Bahasa Inggris (teman saya bukan WNI). Bapak itu menggeleng. “Bukan!“katanya.Teman saya memperlihatkan tas lain di sebelahnya. “Ini bukan?” tanyanya. Bapak itu masih menggeleng.”Bukan!” katanya. Bapak tua itu mengatakan kalau tasnya adalah ransel (backpack). Lalu teman saya mencari-cari di kabin dan menunjukkan sebuah ransel. “Ini bukan?” tanyanya  Bapak tua itu mengiyakan. Teman saya lalu mengangkat dan memberikan tas ransel itu kepada si Bapak Tua. Penumpang mulai bergerak meninggalkan pesawat satu per satu. Saya pun berdiri, menggendong ransel saya sendiri dan keluar dari pesawat. Dalam hati diam-diam saya mengagumi kebaikan sederhana yang dilakukan teman saya itu. Membantu orang tua yang mengalami kesulitan mengambil tasnya dari dalam kabin. Saya pikir sebenarnya setiap hari selalu ada kesempatan untuk berbuat baik, tapi tidak semua dari kita memanfaatkan setiap kesempatan untuk melakukan kebaikan-kebaikan kecil guna membantu orang-orang lain di sekitar kita.

Turun dari pesawat, kami naik bis yang disediakan untuk mengantar ke terminal. Saya memilih duduk di dekat pak Supir. Sementara teman saya memilih berdiri di dekat pintu masuk. Setelah penumpang penuh, pak supir bersiap-siap mau berangkat.

Tiba-tiba seorang pria dengan postur tubuh tinggi dan kekar, berlari masuk ke dalam bis. Berteriak-teriak sambil memaki kepada semua orang yang ada di dalam bis. Wajahnya sangar penuh amarah. Membuat saya khawatir.  Jantung saya berdebar kencang.Saya tidak tahu apa yang membuat orang itu marah. Kicauannya sangat mengganggu, cepat dan tak jelas. Disela-sela umpatan kemarahannya saya ada mendengar kata-kata “Mana dia? Mana orangnya?”  Ada apa ya? Di tengah ketidakmenentuan, semua orang yang berada di dalam bis terdiam dan menahan nafas. Tidak ada seorangpun yang berani bergerak. Pria itu terus marah marah sambil matanya liar mencari-cari. Dan akhirnya berteriak “Ini diaa!!!” katanya menunjuk  dan menarik sebuah tas ransel yang tergeletak di lantai bis. Saya terkejut. Itu kan tas ransel yang dibawa oleh Bapak tua yang sebelumnya ditolong oleh teman saya tadi.

Ini dia orangnya!” teriak pria itu lagi sambil menuding Bapak tua yang kelihatan polos itu sebagai pencuri. Bapak tua itu hanya diam saja.Tidak membela diri. Sulit menebak, apakah Bapak itu memang bersalah atau tidak. Pria itu terus mengumpat-umpat dan memaki. Diantaranya  ia ada mengatakan bahwa usia tua dan wajah yang pura-pura polos, tidak menjadi jaminan bahwa orang itu hatinya baik.

Saya melihat ke teman saya yang juga melihat ke arah saya dengan pandangan penuh tanda tanya. Gagal paham. Saya sendiri juga bingung. Jika Bapak itu memang benar pencuri, apakah teman saya jadi ikut bersalah?  Saya tahu ia hanya bermaksud menolong orang tua itu semata. Perbuatan yang sangat baik dan mulia. Tentu ia tak pernah menyangka akan begini jadinya. Atau  ia salah ambil?.  Tidak! Bukan salah ambil.Saya ingat betul, teman saya selalu bertanya setiap kali akan menurunkan tas yang di kabin “Ini bukan?“. Dan ia hanya mengambilkan tas ketika Bapak tua itu mengkonfirmasi bahwa tas yang dimaksudkan adalah  memang miliknya.

Saya melihat ke teman saya. Mencoba menenangkannya dan memberi kode bahwa ia tidak bersalah. Saya akan berada di sisinya dan pasang badan jika terjadi sesuatu.Bapak tua itu masih tetap berdiri di sana seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tidak kelihtan bersalah. Tapi tidak melakukan pembelaan diri juga. Sementara pria kekar itu masih terus berkata kasar, sinis, dan mengumpat-umpat. Seluruh penumpang masih terdiam. Pak Supir kemudian menutup pintu bis dan bersiap-siap berangkat.

Tepat sebelum bis berangkat, ada lagi orang datang berteriak-teriak. Berlari dan mengacungkan tangannya ke bis. Pintu bis pun dibuka kembali. Orang itu terengah-engah menunjukkan sebuah ransel yang kelihatan tipis dan ringan sambil menjelaskan, bahwa ada ransel yang ketinggalan dipesawat.”Ini milik siapa?” tanyanya. Orang-orang mulai pada berbisik dan berbicara dengan teman di sebelahnya. Dan ternyata tas ransel yang baru ketemu itu memang milik Bapak Tua itu. Ya ampuuun.. rupanya memang salah ambil. Kedua tas ransel itu memang sangat mirip bentuk dan warnanya. Hanya saja yang satu kempes dan yang satu gendut karena isinya penuh.

Bapak itu kelihatan sangat senang dan lega menerima tasnya kembali.Wajahnya penuh syukur. Diusap-usapnya tas  itu lalu dicangklongkan ke bahunya. Ia seperti tidak peduli dengan sekian pasang mata yang menatapnya dengan heran. Pria yang tadi marah-marah itupun melihat kejadian itu dan langsung menghentikan omelannya. Saya melihat kelegaan di wajah setiap orang. Senang dan bersyukur rasanya akhirnya semua berjalan dengan damai.  Bis pun berangkat dari areal landasan terbang ke terminal.

Di terminal saya turun dan berjalan di sebelah teman saya yang kelihatan masih kaget dengan kejadian yang baru saja kami lewati. Sehari-harinya ia tidak berbahasa Indonesia, barangkali ia tidak menangkap 100% arti umpatan-umpatan pria itu, tapi saya rasa ia memahami garis besar kejadian itu.

Tetaplah berbuat baik, walaupun tidak ada jaminan, bahwa perbuatan baik kita akan selalu langsung instant jelas kelihatan hasilnya.