Category Archives: Liburan

SUATU SENJA DI PENGLIPURAN.

Standard
Penglipuran, Bangli, Bali.
Penglipuran, Bangli, Bali.

Penglipuran adalah tempat dimana kita bisa melihat bagaimana bentuk desa-desa di Bali jaman dulu. Karena di desa ini, baik tata ruang desa maupun perumahan masih dipertahankan secara traditional, sementara di desa-desa lain semuanya telah berubah mengikuti perkembangan jaman.

Tempatnya hanya 15 menit dari rumah, dengan akses jalan beraspal yang baik. Saat saya ke sana, desa masih kelihatan sama. Rapi dan bersih.

Tapi kali ini desa penuh dengan pengunjung, bercampur turis lokal/ domestik dan asing. Terutama turis domestik kelihatan cukup memadati desa. Kebanyakan rombongan tur sekolah dari berbagai kota di pulau Jawa.

Mungkin karena akhir-awal tahun juga biasanya musim liburan anak sekolah.
Dan bersamaan pula dengan Galungan, hari raya besar di Bali. Karenanya pengunjung disuguhi aktifitas yang tidak biasa oleh Sekaan Barong anak-anak/remaja, yang menarikan tari Barong.

Setidaknya saya melihat ada 3 sekeha (3 kelompok) barong di sini. Sekaan Barong Macan, menarikan Tarian Macan & Kera, sekaan Barong Bangkal menarikan tarian Babi, dan Sekaan Barong Macan Kumbang & Rangda -belum sempat saya lihat menari karena keburu hujan.

CERITA TEPI DANAU BATUR: KALIBUNGAH.

Standard
Kalibungah

Selagi ada di rumah Kakek di desa Songan minggu lalu, saya menyempatkan diri berjalan-jalan menyusuri tepian danau Batur. Suasana agak sepi. Udara pegunungan yang dingin membuat saya tidak merasa kepanasan, walau di bawah sinar matahari yang terik. Tetap nyaman-nyaman saja.

Mendekati vegetasi danau yang merimbun di tepian, tampak beberapa ekor Burung Bangau putih terbang dan hinggap di keramba. Oooh dunia yang damai.

Sementara dua orang pria tampak memancing dari tepian. Sayapun mendekat, menyapa dan ikut melihat-lihat hasil pancingannya. Wow. Beberapa ekor ikan Mujair yang cukup besar-besar juga. Ada kira-kira sebesar 2 x telapak tangan saya.

Usai mengobrol tentang ikan di danau, saya teringat pada Kalibungah. Jenis burung air, yang walaupun tidak bersifat endemik danau Batur saja, tetapi jaman saya kecil merupakan burung air yang sangat umum saya temukan disini. Sayapun bertanya kepada dua orang pemancing itu, apakah Kalibungah masih ada dan belum punah dari danau ini.

Tepat setelah saya bertanya itu, seekor Kalibungah menunjukkan dirinya di sela-sela tanaman Eceng gondok, seolah-olah paham jika saya sedang memanggil. Berenang-renang dengan riangnya sambil beberapa kali tampak menyelamkan kepalanya ke dalam air. Hati saya ikut senang bukan alang kepalang. Kalibungah ini masih tetap ada.
Sayang sekali, saya tidak sedang membawa kamera dengan lensa panjang agar bisa memotret dengan lebih dekat. Cuma kamera hape yang ala kadarnya.

Kalibungah alias Swamp Chicken (Galinula chlorophus) adalah burung air yang jika sedang berenang terlihat mirip bebek berwarna hitam, tetapi jika berjalan lebih mirip dengan ayam. Secara keseluruhan bulunya berwarna hitam kebiruan di bagian depan dan hitam kecoklatan di bagian belakang dengan sedikit bercak putih pada sayapnya. Paruhnya sendiri berwarna merah dengan sedikit ujung kuning.
Burung ini membuat sarang di rumpun talang -talang ataupun tanaman air lainnya.

Setelah beberapa saat, saya sadari ternyata populasi Kalibungah di area ini lumayan banyak juga. Ada beberapa ekor saya lihat berenang, bercanda dengan pasangannya dan ada juga yang sedang berjemur di bawah sinar matahari.

Berbagai dongeng tentang Kalibungah diceritakan sebelum tidur oleh nenek saya semasa kecil. Salah satunya adalah dongeng tentang anak Kalibungah yang nakal, yang tidak mendengarkan nasihat induknya agar jangan bermain jauh-jauh dari sarang. Induknya memberi batas pagar rumput talang-talang untuk area yang ia boleh bermain dan belajar berenang.

Tetapi karena bandel, anak Kalibungah ini terus bermain dan mengendap-endap keluar pagar, semakin jauh dan semakin jauh dari sarang dan tanpa disadari seekor ular besar mengintai dan ingin memangsanya. Ia belum bisa terbang dan membela diri. Untunglah induknya segera menyadari dan akhirnya menyelamatkan anak Kalibungah yang nakal ini pulang kembali ke sarangnya.

Kalibungah, membawa lamunan saya pada tempat tidur nenek saya yang hangat, di dekat dapur dimana bara api masih terus memerah di udara malam yang menggigil. Tempat kami menginap berdesak-desakan setiap kali pulang kampung.

Kangen.

CERITA TEPI DANAU BATUR: PANYOROGAN.

Standard
Panyorogan, Desa Songan, Kintamani.

Panyorogan adalah sebuah tempat di Desa Songan yang letaknya persis di tepi Danau Batur. Di sanalah letak rumah kakek saya. Tanah di mana saya bisa membuka jendela dengan pemandangan langsung ke danau.

Halaman belakang rumah kami adalah sebidang tanah pertanian yang langsung bersentuhan dengan air danau, di mana ada sebuah mata air panas muncul di bawah akar Pohon Mangga dan membentuk parit kecil yang mengalir ke danau.

Di lepas danau, tak jauh dari pantainya ada sebuah Batu Besar yang selalu menjadi patokan kedalaman air. Nenek saya selalu bilang, jika anak-anak bermain atau berenang di danau, tidak boleh melewati Batu Besar itu, karena selewat Batu Besar kedalaman danau sudah terlalu dalam. Kami selalu ingat kata-kata Nenek.

Persis di sebelah rumah, ada jalan desa yang digunakan penduduk untuk ke danau. Entah sekedar untuk mengambil air, untuk mandi, atau pintu keluar masuknya penduduk desa yang bepergian dengan menggunakan sampan atau boat. Penyorogan adalah sebuah pelabuhan kampung di masa lalu.

Sejak dibukanya akses jalan aspal ke Desa Songan melalui batu cadas letusan Gunung Batur di tahun 1983-1984, penduduk lebih banyak menggunakan akses darat ketimbang angkutan danau jika ingin keluar desa. Akibatnya, pelabuhan perahu di Panyorogan jarang dipakai dan lama kelamaan tidak terpakai sama sekali.

Hal lain yang membuat Panyorogan berubah, adalah permukaan air danau yang semakin naik. Menenggelamkan Batu besar yang merupakan penanda kedalaman danau dan bahkan menenggelamkan sebagian besar ladang kakek yang di tepi danau. Membuat rumah kami semakin dekat posisinya dengan air.

Dua tahun terakhir ini, pemerintahan Desa mengambil keputusan untuk membuat jalan baru ke Hulundanu untuk membantu menguraikan kemacetan di jalan utama desa, akibat semakin meningkatnya kunjungan orang luar ke Pura Hulundanu Batur. Untuk mewujudkan upaya itu, maka pemilik tanah di tepi danau mesti merelakan sebagian tanahnya untuk dijadikan jalan. Nah.. itu membuat halaman belakang rumah kakek kami semakin habis dan sekarang malah menjadi halaman depan karena menghadap ke jalan baru.

Tak apalah, demi kepentingan masyarakat banyak.

Sisa tanah yang sangat dekat dengan air sekarang tidak terurus dan ditumbuhi semak air, tempat burung-burung air bersarang, bertelur dan membesarkan anaknya. Selain itu sebagian penduduk juga membuat keramba ikan. Membuat danau semakin berkurang keindahannya, tetapi semakin produktif.

Ini adalah beberapa gambar yang saya ambil di sekitar Panyorogan.

Catatan. Dalam Bahasa Songan, kata Panyorogan sering dilafalkan sebagai “Panyorogang” dengan akhiran “ng” dan bukan “n”. Misalnya dalam percakapan ini.
Tanya : Cang ka jaa lajana jerone? (Memangnya kamu mau ke mana?).
Jawab: Cang ka Panyorogang (Akan ke Panyorogan).

Atau disebut dengan akhiran “i”. Bukan “an”.
Contoh:
A: Jaa lana kecaganga ubadi? (Dimana ketinggalan obatnya?).
B:. Di Panyorogi (Di Panyorogan).

Kesalahan Membeli Ticket Pesawat Online.

Standard

Bandara Ngurah Rai Denpasar.

Akhir pekan yang lalu saya pulang kampung ke Bali. Karena kesibukan, saya lupa jika saya belum sempat membeli ticket balik ke Jakarta. Hari Sabtu malam, adik bungsu saya bertanya, kapan saya mau balik ke Jakarta? Dan mengingatkan saya untuk membeli ticket agar harga tidak menjadi semakin mahal akibat waktu pembelian yang semakin mepet. Juga agar tidak keburu kehabisan ticket. Oh ya!.

Rencananya saya akan membeli secara on-line malam ini. Tapi hape lagi dicharge. “Sebentar lagi aja. Habis dicharge” kata saya. Adik saya lalu nyelonong ke kamarnya. Saya melanjutkan ngobrol dengan adik saya yang nomer tiga. Sebentar kemudian mata saya mulai terasa ngantuk, sayapun tertidur.

Jam 00 lewat 10 menit saya terbangun. Astaga!!. Saya belum beli ticket. Buru -buru saya mengambil hape saya.

Sambil ngantuk-ngantuk saya melakukan browsing di Skyscanner terlebih dahulu. Saya ingin mendapatkan ticket murah dari Denpasar ke Jakarta pada sekitar pukul 19.30 malam. Biar nggak terburu buru dan saya bisa lebih lama di rumah.

Saya mendapatkan calon ticket dari maskapai penerbangan Lion dari Denpasar ke Jakarta pada jam yang saya inginkan lewat Nusa Trip. Harganya 1 juta 400 ribuan. Ini oke lah. Lumayan murah dibanding Garuda. Setelah mengisi data data yang lengkap saya memproses pembayaran dengan kartu kredit. Jaringan berputar-putar dan tiba-tiba Ops!. Ticket sudah terjual habis.

Aduuh. Kecewa saya. Saya menyesali diri. Mengapa tadi saya tidak mendengarkan kata-kata adik saya agar membeli ticket lebih awal. Sekarang saya harus mengulang lagi melakukan browsing. Mencari jam penerbangan lain atau maskapai lain. Padahal mata saya masih terasa ngantuk.

Ooh… tapi ini tiba-tiba muncul suggestion untuk memilih penerbangan lain dari Tiket.com. Pop up di layar hape saya. Ada 2 suggestion. Yang pertama langsung menarik perhatian saya. Lion jam 19.45 dan harganya 840 ribuan. Lebih murah lagi. Aha!. Ini harga yang bagus dan jam yang bagus. Mengapa tidak nongol dari tadi aj ya?. Lalu sayapun meng-click pilihan penerbangan itu. Prosesnya cepat dan saya langsung membayar. Tidak seperti tadi. Done!. Selesai sudah 👏👏👏. Lega hati saya.

Karena masih terasa ngantuk, saya berbaring lagi sambil menunggu kiriman ticket lewat e-mail. Tak berapa lama akhirnya e-mail masuk. Konfirmasi ticket. Saya buka attachment-nya untuk memastikan ticketnya benar.

Astaga!!!!!. Ticketnya salah!. Route penerbangannya terbalik. Dari Jakarta ke Denpasar. Bukan dari Denpasar ke Jakarta seperti yang seharusnya. Waduuuuh…. ticket ini nggak bisa saya pakai. Bagaimana cara saya terbang dari Jakarta , padahal saya sedang ada di Bali???.

Seketika saya melek. Hilang ngantuk saya. Mengapa bisa begini ya????. Saya mencoba menelusuri kesalahannya. Karena jelas-jelas tadi saya mengetik tujuan Jakarta dari Denpasar. Kok bisa berubah?. Sedih sekali hati saya. Karena keteledoran saya duit 840 ribuan melayang begitu saja. Saya merasa berdosa karena sudah menghambur -hamburkan uang begitu saja. Padahal jika saya sedikit saja lebih berhati-hati, mungkin uang itu bisa saya manfaatkan untuk saya sendiri ataupun untuk kebutuhan orang-orang yang saya cintai.

Akhirnya saya menghubungi pihak Tiket.com, untuk membatalkan dan merefund ticket. Saya diberitahu bahwa tiket bisa dicancel, tapi maximum refund hanya 50%. Secara umum sih pelayanannya cepat dan baik. Cuma ya itu….. refundnya itu kok cuma 50% ya?. Sayang saja uang saya melayang 420 ribu hanya dalam hitungan menit akibat kesalahan saya sendiri.

Setelah itu saya mengulang membeli tiket lagi yang benar. Dapat tiket dengan harga yang lebih mahal dan jam yang lebih awal. Apa boleh buat.

Pelajaran yang saya petik adalah:

1/. Jangan pernah membeli ticket online di tengah malam, saat kondisi mata mengantuk. Karena dalam keadaan mengantuk, tingkat ketelitian kita menurun.

2/. Selalu lakukan pemeriksaan 2 x terhadap data data dan informasi tentang tiket yang kita beli (rute penerbangan, tanggal penerbangan, data penumpang, alamat email, harga, biaya yang dicover termasuk apa saja i.e bagasi, meals dst) sebelum membayar.

3/. Berhati -hati terhadap Pop-Up Promo ataupun informasi yang muncul di tengah proses booking. Pastikan baca informasi dengan baik dan detail termasuk tanggal penerbangan dan rute penerbangan. Jangan tergiur oleh harga murah saja.

Saya rasa, saya bermasalah di sini karena berasumsi bahwa rute penerbangan yang ditawarkan adalah sama dengan yang saya ketik sebelumnya. Padahal yang ditawarkan oleh Tiket.com adalah rute peberbangan lain dengan harga yang lebih murah.

4/. Pesan tiket jauh jauh hari sebelumnya untuk memastikan ketersediaan tiket dan harga yang baik.

Menguji Nyali di De Brokong: Ziplines Di Atas Hamparan Sawah Hijau.

Standard
Menguji Nyali di De Brokong: Ziplines Di Atas Hamparan Sawah Hijau.

Berada di rumah untuk urusan adat dan upacara yang super padat, membuat anak saya bertanya. “Kapan kita main, Ma?. Kan sudah di Bali???”. Whuala anakku……, pikirannya kalau ke Bali cuma liburan. Kita ini pulang kampung. Untuk menghadiri upacara adat keluarga. Bukan liburan.

Anak saya tampak kecewa. Untunglah seorang teman akrab mengajak bermain ke DeBrokong. Tempat wisata baru di Bangli. Seketika wajahnya tampak bersemangat lagi.

Seusai upacara berangkatlah kami ke sana. Lokasinya ada di desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Gampang sih mencarinya. Dari rumah saya sebenarnya sangat dekat. Cuma 15 menit.

Waaah…ternyata tempatnya asyik banget. Berada di kebun belakang dengan pemandangan sawah yang sangat indah. Hijau royo-royo. Di sana terbentang 5 Zip lines melintasi sawah kurang lebih berjarak 100 meter di atas ketinggian 7.5 meter hingga 9.5 meter.

Wahana Flying Fox tetapi dengan standard keamanan international. Waah…keren banget.

Terlihat ada sebuah anjungan di sana. Kelihatannya enak nih duduk-duduk di sini sambil ngopi.

Sementara saya memandang hamparan sawah sambil memperhatikan burung burung bangau yang terbang dan hinggap mencari makan di sawah, teman saya memesankan kopi dan Jaja Laklak (sejenis kue serabi dari tepung beras dengan topping kelapa parut dan disiram dengan gula merah cair yang rasanya sangat mantap). Jaja Laklak-nya sangat istimewa dan baru dibuat langsung. Jadi baru matang dan masih hangat. Enak banget. Sungguh. Selain itu teman saya juga memesankan kami Kacang Rebus. Whuesss… mantap banget buat teman nyantai dan nongkrong -nongkrong di sini.

Anak saya tidak sabaran untuk bermain di Zip lines yang kelihatan sangat menantang itu.

Melihat antusiasnya, I Dewa Gede Ngurah Widnyana, sang pengelola De Brokong pun tidak segan untuk turun tangan memberikan Safety Brief dan Teknik bermain yang benar pada anak saya. Saya ikut mendengarkan. Sangat detail dan hati hati di setiap tindakan yang diambil. Berkali-kali ia mengingatkan kepada anak saya agar selalu Focus dan Disiplin. Seketika saya paham.

Bedanya De Brokong dengan wisata outbond lokal yang punya flying fox lain adalah dari International Safety procedurenya yang diimplementasikan dengan sangat baik. Itu yang membuat saya sebagai orang tua merasa tenang akan keselamatan anak saya jika bermain di situ.

Menggelayut di Ziplines.

Ini adalah wahana yang paling menarik perhatian anak saya sejak pertama. Sekarang ia mulai memasang perangkat keamanannya. Dengan instruksi yang sangat jelas dari Dewa Gede.

Tapi ini di ketinggian dan anak saya akan meluncur di tali itu. Saya merasa sangat deg-degan. Nyaris nggak berani melihat. Hanya bisa berdoa untuk keselamatan anak saya. Melihat perangkat keamanan dan prosedurnya, akhirnya hati saya tenang kembali. Saya mulai bisa mengambil posisi untuk memotret anak saya.

Ia kelihatan tenang memindahkan cangklingannya dan menggenggam puley lalu…. zwiiiiiing…..ia pun meluncur di udara bebas. Oooh….. Tampak ia sangat menikmati perjalanan udaranya menuju tower di seberang dengan mulus. Ia pun mendarat dengan sukses di tower berbendera merah putih itu.

Setelah menikmati pemandangan sejenak dari tower di seberang, berikutnya anak saya kembali ke pangkalan dengan zipline yang berbeda.

Menurut teman saya, semua zipline akan landing dengan sempurna karena semua konstruksi dan pemasangan sudah menggunakan perhitungan fisika yakni derajat kemiringan dan mengandalkan grafitasi. Dengan demikian zipline sangat ramah lingkungan tanpa perlu bantuan daya listrik dan mesin penggerak. He he…benar juga ya.

Lalu bagaimana jika ternyata, entah karena gerakan kita yang salah ataupun penyebab lain kita nyangkut di tengah- tengah?. Tidak maju dan tidak mundur pula?. Jangan khawatir. Nanti akan ada petugas yang akan menjemput. Waah… keren ya.

Saya melanjutkan minum kopi, sementara anak saya masih terus ingin bermain…

Ginkgo Biloba, Sang Fossil Hidup.

Standard

Sudah lama saya menyukai tanaman ini. Bukan saja karena bentuk daunnya yang sangat indah seperti kipas Jepang, tetapi juga karena khasiat luarbiasanya yang banyak diceritakan orang.

Nah saat saya berkunjung ke Jepang, tanaman ini saya lihat sangat banyak tumbuh, baik di tepi jalan, taman -taman ataupun kuil-kuil. Sangat senang melihatnya. Maka saya ceritakan perihal tanaman ini ke anak saya.

“Apakah pernah mendengar atau membaca tentang Ginkgo?. Ginkgo Biloba?” tanya saya. Sangat ajaib, ternyata anak saya tahu tentang tanaman ini. “Tahu!. Yang bagus untuk memperbaiki memory, kan?” tanyanya. “Betul!. Nah, ini dia tanamannya“, kata saya menunjuk sebatang pohon Ginkgo Biloba. Anak saya sangat bersemangat melihat lihat daun Ginkgo yang cantik dan hijau segar, seolah-olah pengen ngelalapnya segera.

Ginkgo Biloba, adalah satu satunya spesies hidup yang tersisa dari keluarga Ginkgophyta, yang sudah ada semenjak jaman Jurasic. Dalam dunia kesehatan. extract daun Ginkgo dipergunakan dalam menangani berbagai kondisi gangguan memori, cardiovascular ataupun gangguan penglihatan.

Ketika memasuki halaman Osaka Castle, di Osaka, saya juga menemukan beberapa batang Ginkgo Biloba yang sedang berbuah. Nah…kesempatan lagi untuk mengajak anak saya mengamati amati buah Ginkgo. Buahnya bulat lonjong berwarna hijau dengan biji tunggal di dalamnya.

Tombori River Walk Experience.

Standard

Hari berikutnya di Osaka, kami berniat mencoba tour sungai dengan arah yang berbeda dan lebih jauh dari yang pernah kami alami di Dotonburi. Nah, ketemulah paket wisata sungai “Tombori River Walk”. Karena kami memiliki Osaka Pass, maka kami datang ke tempat di mana kami bisa mendaftar. Tempatnya di pinggir sungai di dekat jembatan Nipponbashi.

Rupanya kami tiba terlalu pagi. Tempat mendaftar itu masih sangat sepi. Nyaris tak ada orang. Hanya keluarga kami saja. Tapi tempat ini indah sekali. Ada tempat duduk -duduk di situ.

Saya masuk ke sebuah warung kecil yang satu satunya buka pagi itu. Oh, rupanya kami bisa book ticket di sana. Diinformasikan bahwa perahu akan tiba pukul 11.00 . Kamipun menunggu sambil duduk duduk dan minum jus.

Pukul 11 benar saja perahu tiba. Kami akan menyusuri sungai menuju dermaga yang dekat dengan Osaka Castle.

Perjalananpun di mulai.

Error
This video doesn’t exist

Saya memandang ke kiri dan ke kanan sungai. Banyak gedung gedung dan bangunan lain. Juga bunga bunga yang cantik.

Sungai di sini sangat bersih. tak ada satupun sampah mengambang. Kesadaran warga akan kebersihan sangatlah tinggi. Tak ada satu orangpun yang membuang sampah sembarangan.

Sesekali burung air bermain di tepian sungai.

Apa yang menarik dari perjalanan ini?. Selain pemandangan yang indah, saya memperhatikan jika pemerintahan di Osaka ini sungguh sangat efisien dalam soal tata ruang. Contohnya, memanfaatkan sungai untuk jalur wisata / transportasi sungai, dan diatasnya sekalian ditumpangi dengan jalan raya dan atau rel kereta. Sehingga sarana transportasi tidak banyak memakan space.

Hal bagus lainnya adalah adanya pintu pintu sungai.

Saat menyusuri sungai ini, perahu tiba tiba berhenti. Oooh… mengapa?. Rupanya ada sebuah rintangan di depan. Mirip tembok atau bangunan memanjang yang menutup sungai. Terpaksa kami parkir dulu beberapa menit, menunggj pintu air itu dibuka pelan-pelan. Barulah kapal yang kami tumpangi bisa lewat. Setelah kami lewat, pintu air itu menutup kembali.

Sebenarnya saya tidak tahu persis apa gunanya pintu air ini. Saya pikir mungkin ada hubungannya dengan pengaturan volume air. Tapi apapun itu, saya rasa bagus juga untuk membantu operasi pengawasan lalu lintas sungai. Misalnya nih, jika ada seorang penjahat kabur lewat sungai, maka pintu air ini bisa dimanfaatkan untuk nencegat perjalanan si penjahat (he he…ini mungkin efek kebanyakan menghayal 😀😀😀).

Kami terus berperahu hingga sampai di dermaga yang tak jauh dari stasiun Osaka-jokoen dekat Osaka Castle.

Hokoku Shrine di Osaka.

Standard

Di seberang pintu gerbang Osaka Castle, terdapat sebuah Shrine yang menarik hati saya. Kelihatan sangat simple dan elegan. Rasanya mengundang saya untuk masuk.

Di tengah halaman terdapat patung seorang samurai dengan pedangnya. Rupanya itu adalah Toyotomi Hideyoshi.

Jadi Shrine atau tempat suci ini memang didedikasikan husus untuk Toyotomi Hideyoshi.

Ragam Bunga Pecah Seribu di Negeri Sakura.

Standard

Jepang, sangat terkenal dengan bunga Sakuranya. Saat musim bunga, berbondong- bondong tourist datang untuk menyaksikan keindahannya. Saat saya berkunjung, Sakura telah berhenti berbunga. Bunganya telah gugur dan sebagian menjadi buah cherry kecil kecil. Pertanyaannya, jika bunga Sakura telah gugur apakah tak ada bunga lain yang menarik lagi di Jepang?.

Jawabannya tentu banyak. Setidaknya ada 2 jenis bunga lagi yang sangat dominant di lanskap taman-taman di Jepang, yakni Azalea dan Hydrangea alias Bunga Pecah Seribu.

Di Indonesia kita bisa menemukan Kembang Pecah Seribu ini di berbagai area berudara dingin, seperti misalnya Malang, Puncak, Bedugul, Dieng dan sebagainya. Jenis yang umum di Indonesia adalah yang berwarna biru (paling banyak) , warna pink (jarang).

Nah, saat bermain ke Jepang, saya menemukan banyak sekali jenis jenis Bunga Pecah Seribu. Warnanya memang seputaran biru, pink dan putih, tetapi variantnya ternyata banyak sekali.

Ini adalah sebagian variant bunga Pecah Seribu dalam berbagai warna biru. Semuanya dalam gradasi warna biru. Tapi ada yang biru keputihan, biru kehijauan, ada yang biru keunguan, ada yang biru murni. Lalu ada yang binganya bergerombol, ada yang menyendiri, dan bahkan ada juga yang mempunyai putik dan benang sari terpisah. Orang Jepang mrnyebutnya dengan Hidrangea Pegunungan. Sungguh sangat cantik-cantik.

Ada juga yang berwarna pink. Dan berbagai varisnt warna pink. Sungguh cantik cantik. Pengen rasanya bawa ke Indonesia.

Dan yang baru saya lihat adalah variant yang berwarna putih. Inipun beragam juga. Ada yang benang sarinya benar benar putih, ada yang biru dan ada juga yang campuran.

Kisah Kekuasaan Dan Perang di Osaka Castle.

Standard
Kisah Kekuasaan Dan Perang di Osaka Castle.

Seringkali saat membuka sosial media, kita disuguhin iklan travel agent “Terbang murah ke Osaka “, lengkap dengan gambar sebuah kastil berwarna hijau, yang terlihat sangat artistik dan ikonik. Nah kastil digambar itulah yang bernama Osaka Castle yang terkenal itu.

Karena Osaka Castle ini merupakan ikonnya kota Osaka, rasanya saya sangat rugi jika tidak mengunjunginya saat berada di kota ini. Jadi pagi pagi dan dengan semangat tinggi kami pun berangkat ke sana dengan menggunakan train ke stasiun Tanimachi Yonchome dan berjalan kaki ke Osaka Castle yang tidak terlalu jauh dari sana.

Saat kami tiba, matahari masih belum terlalu tinggi dan tidak terlalu menyengat. Kami masuk dengan mudah karena menggunakan kartu pass paket yang dibelikan keponakan saya sehari sebelumnya.

Osaka Castle tampak megah menjulang dengan kombinasi warna putih dan genteng hijau , dengan ornamen warna emas di sana sini. Di lantai atas terlihat gambar macan emas dengan latar belakang warna hitam yang menjadi ciri khas istana ini.

Setelah mengantri sejenak, saya memutuskan untuk menaiki tangga secara manual daripada menggunakan eskalator. Bukan karena sok kuat menaiki tangga istana yang tinggi ini, tetapi saya ingin menikmati apa yang disuguhkan di setiap lantai istana ini. Walaupun tidak semuanya bisa saya ambil fotonya karena di beberapa tempat ada larangan menggunakan kamera.

Osaka Castle dibangun pada tahun 1583 oleh Toyotomi Hideyoshi, seorang Damyo yang sangat mashyur pada jamannya. Istana terditi dari sebuah bangun bertingkat yang berdiri di atas pondasi batu, dikelilingi oleh parit penuh air untuk menghalangi musuh agar tidak mudah menyerang.

Menutut catatan, istana ini pernah hancur saat diserang oleh Tokugawa Ieyasu pada tahun 1615 yang sekaligus mengakhiri kekuasaan garis keturunan Toyotomi di Jepang. Dan digantikan oleh Trah Tokugawa.

Namun 5 tahunnya kemudian (1620), putra Tokugawa Ieyasu yang bernama Tokugawa Hidetada memperbaiki kembali istana ini, namun sayangnya, menara istananya tersambar petir pada tahun 1665. Dan tampilan istana seperti yang bisa kita lihat hari ini sesungguhnya adalah hasil renovasi pada tahun 1997, di mana istana ini sekarang sudah dilengkapi dengan eskalator dan dijadikan museum yang dibuka untuk publik.

Saya yang memilih untuk naik ke atas lewat tangga biasa menemukan berbagai hal menarik mulai dari lantai dasar.

1/. Lantai Dasar.

Di sini saya melihat ada information center dan toko cinderamata.

2/. Lantai Dua .

Berisi fakta-fakta dan figur tentang Osaka Castle.

Begitu tiba di lantai dua, kami disuguhi pemandangan seekor Macan emas (Fusetora) dan seekor ikan lumba lumba emas legendaris ( Shachi). Dua mahluk ini kelihatannya penting artinya vagi istana Osaka, sebab digunakan juga sebagai hiasan di atap dan dinding atas istana dan bisa dilihat dari luar istana.

Dilantai ini juga dijelaskan tentang sejarah Osaka Castle.

3/. Lantai Tiga.

Ini adalah lantai yang dimana penggunaan kamera dilarang. Isinya adalah pameran benda benda peninggalan kerajaan dan peralatan perang. Jenis jenis anak panah, pedang samurai, tempat anak panah, penutup kepala kuda dan sebagainya.

Ada juga model dari Osaka Castle.

4/. Lantai Empat.

Sama halnya dengan lantai 3, di lantai 4 ini pun kami dilarang memotret. Berisi tentang Hideyoshi Toyotomi pada jamannya. Ada artifak artifak yang dipamerkan. Ada pakaian perang yang saya rasa sangat berat jika dipakai.

Lalu informasi tentang Osaka Castle Hystory – saat direkonstruksi oleh Shogun Tokugawa.

5/. Lantai Lima.

Di lantai ini saya menemukan kisah kekuasaan trah Toyotomi sejak Osaka Castle ini berdiri, hingga trah Tokugawa yang berkuasa silih berganti hingga lebih dari 200 tahun. Panjang juga ya.

Disini dipertontonkan ” The Summer War in Osaka” lewat panorama vision. Menceritakan peperangan sengit antara pasukan Yukimura Sanada dan Tadanao Matsudaira. Nah… siapa pula ini?.

Lalu ada juga diagram bendera bendera pasukan mana berperang dengan mana. Tambah bingung saya ha ha.

Saya yang sesungguhnya tidak menyukai perang dan sangat tidak tertarik akan perang, sungguh sangat sulit untuk mencerna kisah pilu ini. Jadi saya lewati saja, walau hati saya kepalang teriris memikirkan pedihnya perang.

6/. Lantai Enam.

Tidak terbuka untuk umum.

7/. Lantai Tujuh.

Isinya diorama tentang kehidupan Hideyoshi Toyotomi yang membangun Osaka Castle dan berhasil menyatukan bangsa Jepang.

Lalu ada Osaka Castle History saat periode Ishiyama Honganji.

8/. Lantai Delapan.

Ini adalah Observation Deck. Dari ketinggian lantai 8 istana ini (kurang lebih 50 meter di atas tanah), kita bisa melihat pemandangan luar istana Osaka beserta pait paritnya. Dan juga di kejauhan keseluruhan kota Osaka yang indah.

Naik ke lantai ini ternyata lumayan gempor juga. Tapi senang juga karena melihat ada banyak cerita sejarah yang bisa saya cerna dari istana ini.