Tag Archives: Asia

Hydrangea, Si Bunga Pecah Seribu.

Standard

Jika kita menyempatkan diri untuk berjalan –jalan  ke pasar traditional di  Bali, terutama  pada musim hari raya (Galungan, Kuningan), maka kita akan menemukan banyak sekali jenis bunga-bungaan yang dijajakan secara masal oleh para padagang. Selain bunga mitir (marigold), pancar galuh (balsamia), bunga kasna (edelweiss- di pasar-pasar  pegunungan) dan  kamboja (plumeria/frangipani), kita juga masih melihat ada  jenis bunga massal lainnya yang biasa disebut oleh penduduk local sebagai  bunga pecah seribu.

Bunga Pecah Seribu (Hydrangea), umumnya berwarna biru sehingga dipergunakan dalam persembahyangan dalam menghormati  Dewa Wishnu, yakni sinar suci dari Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai pemelihara dan pelindung alam semesta beserta mahluk dan segala isinya. Dengan melihat tampilan bunga yang cantik ini, maka dengan mudah kita akan mengerti bagaimana bunga ini mendapatkan namanya. Dari jauh kita melihat bunga ini sebagai sekuntum bunga biru yang besar, namun jika kita dekati, ternyata terdiri atas banyak sekali kuntum bunga kecil kecil berwarna biru dan setiap kuntumnya terdiri atas pecahan kelopak kelopak bunga kecil yang akhirnya membuat kiat sepakat untuk menyebutnya sebagai Bunga Pecah Seribu.

Sebenarnya Bunga Pecah seribu bisa kita temukan dalam 3 variant warna, yakni Biru, Putih dan Pink. Dan setiap variant warna inipun sebenarnya punya variasi lagi. Misalnya Pecah Seribu variant biru, memiliki beberapa gradasi warna, mulai dari biru yang sangat kinclong, hingga biru pucat mendekati putih. Demikian juga  yang variant pink. Mulai dari warna pink yang kuat hingga pink yang pudar.  Saya pernah mendapatkan penjelasan dari ayah saya, bahwa warna Bunga Pecah Seribu yang biru pucat bisa kita per’kinclong’ warna birunya dengan menancapkan paku (besi/aluminium) di dekat akarnya. Ketika saya coba mempraktekkan advise ayah saya,  wah benar saja ..warna biru bunga ini memang semakin kuat dan cemerlang.

Beberapa tahun kemudian barulah saya mengerti dari buku dan ngobrol ngobrol dengan seorang penjaga di toko tanaman yang terkenal bahwa pigment pada bunga Hydrangea dapat dikontrol dengan cara mengatur keasaman tanahnya. Bunga Hydrangea yang biru rupanya muncul dari tanah yang berpH asam, sedangkan  yang pink muncul dari tanah yang ber pH basa. Jadi, sebenarnya ada beberapa bahan yang lebih tepat digunakan jika kita ingin mengatur warna bunga Hydrangea ini. Misalnya menambahkan Aluminium Sulphate pada tanah untuk mendapakan biru atau tambahkan kapur untuk membuat tanah menjadi lebih basa agar mendapatkan warna pink. Namun terus terang saya belum pernah mencoba mempraktekan hal  ini.

 

Related articles:

https://nimadesriandani.wordpress.com/2011/06/05/bakung-biru-pencipta-nuansa-teduh-di-halaman/

https://nimadesriandani.wordpress.com/2010/12/12/254/

https://nimadesriandani.wordpress.com/photo-gallery/tropical-flowers/

 

Bakung Biru, Pencipta Nuansa Teduh Di Halaman.

Standard

Ketika melihat pembongkaran dekorasi sebuah acara yang penuh dengan bunga, saya diberikan beberapa sisa  tanaman hias  untuk saya tanam di rumah. Salah satu diantaranya adalah tanaman Bakung Biru. Tentu saja saya merasa sangat senang dan berterimakasih, apalagi sejak lama saya ingin mencari bibit tanaman ini.

Bakung Biru  (Agapanthes umbellatus atau Agapanthes africanus), merupakan salah satu icon kota berudara sejuk. Hampir semua wilayah sejuk di Indonesia memiliki tanaman  berbunga biru menawan ini. Saya ingat ayah saya menanamnya di pojok kiri halaman rumah saat saya masih duduk di bangku TK. Namun sayang, beberapa tahun kemudian, tanaman ini dibongkar saat ayah saya melakukan renovasi garasi. Rupanya ayah saya lupa menanamnya kembali. Setelah itu, setiap kali saya melintasi daerah Baturiti, Bedugul, Tajun ataupun Kintamani saya selalu memperhatikan keindahan bunga bakung biru ini yang sedang mekar di halaman rumah orang. Demikian juga bila saya melintas di Batu, Sukabumi, Cipanas dan sebagainya wilayah sejuk yang lain di Indonesia. Saya pasti memperhatikan tanaman ini.

Bakung biru, sesuai dengan namanya memiliki bunga berwarna biru yang menawan. Bunganya mekar berurutan dari yang paling luar hingga ke dalam. Jika mekar semuanya, terlihat bergerombol membentuk konfigurasi bundar mirip bola muncul dari puncak tangkai bunganya yang panjang. Satu tangkai bisa memiliki 20 hingga 60 kuntum bunga yang mirip  bintang biru.

Daun bakung biru umumnya terlihat hijau gelap & terlihat sangat segar pada tanaman yang subur. Tanaman ini menyukai matahari, walaupun jika terlalau banyak dijemur di sinar matahari yang sangat panas dan terik juga mengakibatkan gosong pada daunnya. Mungkin pilihan yang bijak adalah menanamnya di area yang cukup matahari namun didekatnya ada tanaman penaung yang bisa sedikit memberikan perlindungan dari matahari.

Bakung biru mudah dibiakkan dengan cara menyepih akar rimpang dari tanaman ini yang biasanya cukup kokoh dan kuat. Kita bisa memotongnya dengan pisau yang tajam, tapi perlu dipastikan agar potongan tanaman yang kita ambil memiliki akar yang cukup untuk memastikan keberlangsungan hidupnya saat awal penanaman.Tanaman sangat sesuai  ditanam di halaman belakang rumah untuk memberi nuansa  teduh  bagi pemilik rumah saat bersantai bersama keluarga di teras belakang.

PisCok!. Pisang Coklat Ala Jineng, Favorite Anak- Anak.

Standard

Anak-anak tidak sabar menunggu saya di dapur menggulung kulit lumpia dengan isi pisang dan coklat. Sebentar-sebentar mereka muncul dan bertanya “ Sudah matang, Ma?”. Ketika saya bilang sebentar lagi, mereka kembali ke kamar. Namun beberapa menit kemudian kembali ke dapur dan bertanya “ Sudah matang, Ma?” Read the rest of this entry

Mengapa Wanita Bali Mau Bekerja Menjadi Buruh Jalanan? Satu Paket Emansipasi .

Standard

Pada sebuah acara bulanan, tanpa diduga tiba-tiba  saya didaulat di depan audience untuk share tentang Wanita Bali dan kaitannya dengan emansipasi. Karena sangat mendadak, sebenarnya saya tidak memiliki sesuatu yang terstruktur dengan rapi di otak saya yang bisa saya sampaikan seketika. Akhirnya saya hanya menceritakan apa yang saya tahu dan pendapat saya secara personal sebagai  seorang Wanita Bali.

Banyak pertanyaan yang pernah terlontar sebelumnya kepada saya dari teman-teman yang penasaran  tentang posisi wanita di Bali. Mengapa Wanita Bali mau bekerja berpanas-panasan menjadi buruh di jalanan? Para lelakinya kemana? Kok dibiarkan saja? Mengapa para lelaki di Bali lebih santai dibanding para wanitanya? Mengapa para wanita tidak menerima warisan di Bali? Kan tidak adil? Mengapa wanita mau menerima? Apakah Wanita Bali masih mengalami kekerasan dalam rumah tangga?  Wah.. pertanyaannya banyak sekali!

Terus terang saya agak terkejut saat pertama kali mendengar pertanyaan-pertanyaan itu.  Karena secara pribadi, saya sebagai salah seorang wanita Bali tidak pernah merasakan ketimpangan ketimpangan  itu. Kalaupun ada perbedaan hak dan kewajiban antara wanita dan pria di bali, tetapi saya merasa semuanya masih dalam frame yang adil. Namun tak pelak pertanyaan pertanyaan itu membuat saya berpikir bahwa  barangkali banyak orang diluar Bali, tidak terekspose dengan baik mengenai fakta sesungguhnya tentang Wanita Bali.  Saya merasa emansipasi secara umum telah berjalan cukup baik di Bali. Wanita Bali mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan sama baiknya dengan para pria di Bali, juga mendapatkan kesempatan pekerjaan dan upah sama baiknya dengan para pria dan bahkan kesempatan memimpin agamapun (yang belum tentu bisa terjadi di suku lain) tetap terbuka lebar lebar bagi wanita di Bali.

Walaupun saya tentu tidak mampu menjawabnya dengan sangat detail satu persatu, mungkin ada baiknya saya ceritakan sedikit mengenai apa yang saya alami, pikirkan,  rasakan dan lakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wanita Bali. Saya tidak tahu persis, apakah semua yang saya alami ini juga merupakan perwakilan yang cukup representative untuk mewakili gambaran wanita Bali secara umum.

Wanita di Bali bekerja sama kerasnya dengan para lelakinya.

Entah sebuah kebetulan atau tidak, saya menemukan fakta bahwa hampir semua wanita bali dewasa di lingkungan saya (ibu saya, kakak saya, tante saya, nenek saya, sepupu perempuan saya,  keluarga perempuan saya, teman perempuan saya dan tetangga perempuan saya,dll) memang hampir semuanya bekerja. Hampir hampir tidak ada yang menganggur . Hampir hampir tidak ada yang hanya menyandang predikat sebagai ibu rumah tangga saja.  Semuanya bekerja. Bekerja full ataupun sambilan. Tapi tetap bekerja!. Bekerja apa saja. Bekerja kantoran, baik swasta maupun sebagai pegawai negeri, menjadi professional (dokter, bidan, tukang jahit, polisi dsb). Jika mereka tidak mendapatkan pekerjaan di sektor formal, maka pilihan pekerjaan akan  lari ke sektor non formal. Apa saja. Yang penting bekerja dan menghasilkan uang. Entah jadi pedagang di rumah, warung, di pasar traditional, tukang jahit, bikin canang, bekerja di ladang, membungakan uang, hingga menjadi buruh di sawah atau di jalananpun di lakoni. Pokoknya bekerja halal dan menghasilkan uang!

Mengapa kebanyakan wanita di Bali bekerja?

Saya berpikir, bahwa tatanan masyarakat Bali yang memang mengusung system Patrilinear yang kuat merupakan salah satu pemicunya.  Sepintas lalu, tatanan ini jika dipandang  dari luar akan terlihat agak tidak adil terhadap kaum wanita. Lelaki menerima warisan keluarga. Lelaki pula yang menerima tanggungjawab keluarga.  Wanita mengikuti laki-laki. Saat seorang wanita Bali menikah, saat itu pula ia masuk ke keluarga suaminya dan memiliki hak & kewajibannya yang baru sebagai istri di keluarga suaminya. Ia tak perlu membawa harta keluarganya, karena toh ia akan mengelola harta warisan yang diterima suaminya . Jadi sebenarnya , tidak ada wanita di Bali yang merasa perlu mempermasalahkan soal harta warisan ini. Karena  merasa telah cukup adil. Namun, hal yang lebih penting bagi wanita adalah bagaimana menjaga martabat & nama baik keluarganya sendiri di mata keluarga suaminya.  Nah, disinilah rupanya letak permasalahan yang sesungguhnya.

Bagi sebuah keluarga yang anak perempuannya masuk ke dalam keluarga lain, dengan sendirinya anak perempuan itu akan menjadi representer alias perwakilan dari keluarganya. Baik buruknya martabat si anak perempuan akan dijadikan barometer oleh keluarga pihak laki untuk menilai martabat keluarga pihak perempuan. Oleh sebab itu, maka keluarga perempuan akan berusaha membuat anak perempuannya menjadi representer yang baik, yang akan membawa nama baik keluarga.  Semua hal yang akan menjadi key parameter bagi penilaian seorang anak perempuanpun berusaha disiapkan dengan baik oleh keluarganya. Semua skill yang kelak dibutuhkan, tata karma, sopan santun dst hingga urusan menghasilkan pendapatan pun dipersiapkan dengan sebaik mungkin bagi anak perempuannya.

Saya masih ingat, bagaimana ayah saya selalu mem’push’ saya dengan keras soal tata karma dan tata susila serta mem’brainwash’ saya dan kakak perempuan saya tentang pentingnya mandiri sebagai perempuan. Belajar yang baik agar menjadi yang paling pintar di sekolah. Lalu bekerja dengan baik atau mencari ide sekreatif mungkin agar memiliki penghasilan sendiri dan tidak perlu meminta kepada suami di kemudian hari, apalagi menyusahkan suami dan keluarganya. Di mata ayah saya, jika anak perempuannya menjadi istri yang menyusahkan suami dan keluarganya adalah haram hukumnya.

“Jangan sampai hanya untuk membeli pakaian dalammu sendiripun engkau tak mampu dan harus menadahkan tangan pada suamimu” katanya berulang ulang setiap kali saya duduk didepannya. Atau kali berikutnya ayah saya akan mengatakan “ Bapak tidak ingin mendengar mertuamu nanti berkata ‘ Sekad cening dini, ludes kesugihan bapane telahang  cening  (maksudnya Nak, sejak kamu di sini habis harta kekayaanku telah kamu pergunakan)’.  Pastikan engkau belajar dengan baik agar kelak nanti bisa mencari makan sendiri, jangan sampai menyusahkan suami atau mertua’’.

Saya dan kakak peremuan saya hanya terdiam saja setiap kali ayah saya bicara soal itu.  Dan kamipun tahu, nasihat itu akan diulang ulang terus  beratus- ratus kali hingga kami hapal dan bosan mendengarnya. Walhasil akibat dari brainwash itu semua, maka bagi saya dan kakak perempuan saya  bersekolah & bekerja yang baik  serta menghasilkan pendapatan sendiri adalah sebuah keharusan dalam hidup. Bukan sebuah pilihan. Saya rasa, itu pula yang dialami kebanyakan wanita lain di Bali, sehingga membuat lapangan pekerjaan apapun akhirnya diisi oleh para wanita tanpa ragu ragu dan malu, tanpa memikirkan lagi jenis pekerjaannya yang penting masih dalam koridor moral yang baik. Mulai dari pekerjaan yang sifatnya lebih feminine seperti perawat, menjahit, bekerja di salon dsb) hingga lapangan kerja yang normalnya di daerah lain di lakukan hanya oleh laki-laki (buruh bangunan, bekerja di sawah,  buruh jalanan dsb.  Jadi yang saya lihat di sini, akibat hokum Patrilinear ini, bukan saja telah mampu memicu emansipasi wanita dengan baik, bahkan dengan sangat sangat baik. Dimana para wanita di Bali bukan saja mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan dan pekerjaan yang setara dengan para lelaki, tetapi juga beremansipasi  dalam paket sepenuhnya.  Artinya, wanita tidak hanya beremansipasi dengan menuntut haknya yang baik baik saja, namun juga tidak menolak jika harus menerima pekerjaan  yang sama beratnya dengan pria.  Misalnya menjadi buruh jalananpun bersedia.

Mengapa ada yang berpendapat bahwa Wanita Bali bekerja lebih keras dari para Prianya?

Pertama kali mendengarkan pertanyaan ini, terus terang saya bingung. Aneh! Mengapa ada orang yang berpendapat seperti itu? Darimana datangnya? Belakangan barulah saya tahu, bahwa pertanyaan itu  datang dari banyak potret pria Bali di desa yang mengelus elus ayam kesayangannya dipinggir jalan. Sedangkan di saat lain ada potret wanita Bali terlihat sedang bekerja mengolah aspal di bawah terik matahari jalanan. Sehingga gambaran yang timbul bagi penonton luar adalah, para wanita bekerja keras sementara para lelaki mengelus-elus ayam aduannya. Saya tertawa mengetahui pemahaman sepihak yang tidak adil  bagi pria ini.

Masyarakat pedesaan di Bali,  penduduknya sebagian masih berprofesi di bidang aggraria. Para lelaki bangun pagi-pagi buta saat hari masih gelap untuk bekerja di sawah dan mengatur aliran air sesuai dengan kesepakatan Subak (oranisasi pengaturan air secara traditional di Bali) dan segera kembali ke rumah begitu matahari menanjak naik.  Karena tugas paginya telah selesai, tentu saja para lelaki sekarang boleh bersantai sejenak mengelus-elus ayam aduannya. Sementara saat itu barulah para wanitanya mulai beraktifitas. Rupanya suasana inilah yang tertangkap oleh banyak pengunjung dari luar Bali yang kebetulan melintas pada jam jam ini., termasuk para  penangkap gambar atu photographer,  sehingga tak pelak kesan bahwa pria Bali lebih santai dibanding wanitanya pun mudah terpupuk dari sini.

Padahal faktanya tidak demikian. Pria yang sedang bersantai mengelus ayam kesayangannya bukanlah berarti dia adalah seorang pria pemalas. Dia hanya pria yang sedang menikmati waktu luangnya sebelum berangkat bekerja keras lagi beberapa jamnya kemudian.  Pria Bali juga  bekerja sama kerasnya dengan para wanitanya, sama kerasnya dengan pria dari suku lain di Indonesia. Tidak ada perbedaan yang berarti.

Jadi, sebenarnya Emansipasi telah berjalan dengan alami di Bali.  Terus terang dengan kondisi  seperti ini, sejak kecil saya tidak pernah merasakan ketimpangan yang berarti  bagi wanita di Bali. Kesetaraan telah ada di situ. Persamaan hak dan kewajiban juga telah ada di situ. Apalagi?

Lebih lanjut ketika berbicara emansipasi, pada akhirnya emansipasi memang telah  diterima sebagai satu paket di Bali.  Wanita di Bali bukan  hanya mau menuntut  bagian ‘enak & mudah’nya saja dari sebuah emansipasi, namun harus juga menerima satu paket berikut dengan ketidakenakannya (misalnya bekerja sama keras/kasarnya dengan para lelaki). Itulah nilai satu paket emansipasi.

Jadi kalau pria menjadi dokter, wanita juga  mau menjadi dokter, pria menjadi polisi wanita juga menjadi polisi, pria menjadi pemimpin agama wanita juga menjadi pemimpin agama. Dan jika pria menjadi buruh jalanan, mengapa wanita harus tidak mau  menjadi buruh kasar juga? Bukankah wanita menuntut kesetaraan dengan laki-laki? Saya pikir daripada melakukan pekerjaan yang mudah namun merendahkan martabat keluarga dengan melacurkan diri guna mencari uang, memilih menjadi buruh jalanan tetap jauh lebih terhormat.

Gerabah Kasongan – Cuci Mata

Standard

Sungguh menyenangkan pada sebuah perjalanan di akhir pekan di Jogja, teman saya  yang tahu saya menyukai benda benda kerajinan rakyat, mengajak  saya main ke Kasongan, sebuah desa yang merupakan pusat kerajinan gerabah yang letaknya tak jauh letaknya dari sana.

Banyak gerabah yang bisa kita lihat, mulai dari gerabah polos tanpa pulasan apa-apa yang terlihat sangat natural, hingga yang dipoles dengan berbagai jenis warna dan didandanin dengan kombinasi berbagai bahan natural lain seperti serat pisang, pecahan cangkang telor, dsb. Harganya pun  miring jika dibandingkan dengan harga pasaran di Jakarta. Jadi tak ada salahnya jalan-jalan sambil cuci mata ke Kasongan. Setidaknya menambah pengetahuan akan kekayaan tanah air.

Cerita Kepemimpinan Dari Ruang Lulur Salon.

Standard

Pada suatu hari Minggu yang menyenangkan, saya memutuskan untuk pergi ke salon. Terus terang saya jarang ke salon, namun sekali ini saya merasa membutuhkan perawatan dipijat dan dilulur karena saya merasa kulit saya mulai kusam, kotor dan gosong oleh sinar matahari. Mungkin bila dilihat di bawah mikroskop barangkali kulit saya telah penuh dengan kumpulan sel-sel kulit mati pada permukaannya. Karena hari Minggu, tempat luluran di Salon yang terdiri atas ruang-ruang kecil yang disekat kain gorden mirip ruang perawatan di rumah sakit itu penuh dengan pelanggan. Cukup beruntung saya masih mendapatkan sebuah ruang, walaupun tempat berbaringnya agak langsung kena AC.

Setelah menjalani sauna singkat, sang therapist mengajak saya untuk berbaring dan memulai session pijat dan lulurannya.  Sambil memijat, sang therapist mengajak saya ngobrol dengan ramah. Mulai dari “ibu tinggalnya dimana, putranya berapa, asal dari mana, kerja dimana dsb hingga ke urusan hobby dan kesukaan saya”.  Karena keramahannya, saya menjadi sangat senang juga ngobrol dengannya. Namun barangkali karena dipijit dengan enak, saya merasa mengantuk dan setengah tertidur.  Mengetahui itu sang therapist menghentikan obrolannya dengan saya. Sesaat sepi dan hening. Kemudian saya mulai mendengar ia berbicara kepada therapist lain yang juga sedang bekerja di ruang sebelah yang hanya disekat gorden itu.  Dan seorang therapist lagi yang sedang menunggu clientnya menjalani sauna juga ikut nimbrung dalam obrolan itu.

Mula-mula saya tidak tertarik mendengarkan percakapan antar mereka, namun lama-lama entah kenapa telinga saya sulit untuk diajak jangan mendengar. Mungkin itulah barangkali orang bilang, wanita memang pada dasarnya suka mencuri dengar percakapan orang lain dan bergossip ria. Sebagai wanita, sayapun rupanya tidak luput dari instink alamiah itu. Diam-diam saya menyimak percakapan mereka walaupun saya tak kenal baik dengan mereka. Dari kalimat-kalimatnya saya tahu ia sedang membicarakan pihak ketiga yang bisa jadi temannya atau mungkin atasannya.  Semakin lama semakin jelas bagi saya yang sedang menjadi tokoh gossip hari itu rupanya adalah Supervisor Salon yang merupakan atasan mereka.

Therapist yang terlibat dalam percakapan itu terdengar sangat dongkol akan atasannya yang menurutnya (dan diamini oleh rekannya) berwatak kasar, pemarah, jutek, bossy, kerjanya hanya bisa menyuruh orang lain saja, sementara dirinya sendiri tidak bisa bekerja dan banyak sekali predikat yang kurang positive lainnya dilekatkan oleh anak buahnya. Pada sebuah kalimat yang dicetuskan, saya mendengar mereka menilai bahwa pemimpinnya itu mirip kodok. Pengen melompat ke atas, ia harus menekan ke bawah dan menjilat ke atas, katanya. Oh! Saya sangat terkejut dengan pernyataannya itu. Mengapa bisa terjadi  seorang pemimpin sedemikian dibenci oleh bawahannya?

Belum lepas keheranan saya, tiba-tiba ruangan mendadak sepi. Seorang therapist lain datang memberi kode. Pembicaraanpun seketika berubah topik. Seperti yang saya tebak,  benar saja rupanya sang Supervisor yang menjadi bintang hari itu muncul. Saya juga jadi semakin tertarik mengikuti perkembangan suasananya. Terdengar sang supervisor menegur seorang therapist yang dilihatnya menganggur untuk segera turun ke lantai bawah untuk mengerjakan perawatan Creambath. Mereka kekurangan therapist untuk Creambath,  yang dijawab oleh sang therapist bahwa ia bukannya sedang bengong, tapi sedang menunggu clientnya yang sedang sauna. Saya memang merasakan nada agak kasar dan kurang bersahabat dalam suara Supervisor itu, yang memberi tekanan pada therapist yang ditegur tadi, sehingga cenderung membela diri dengan rasa tidak senang. Sang Supervisorpun turun. Seketika pembicaraan tentang dirinya berkembang lagi. Para therapist yang lain tertawa mengetahui adegan itu.

Saya sempat membagi cerita yang saya dengarkan di ruang salon itu dengan seorang kawan yang kebetulan memiliki posisi cukup tinggi di sebuah perusahaan swasta.  “ Wah.. menggossipkan atasan sih memang makanan empuk para bawahan setiap harinya! Nggak perduli sebagus apapun atasannya itu” katanya  dengan nada enteng. “Gue sih nggak heran. Mungkin kitapun selalu dijadikan topic gossip setiap hari oleh para bawahan kita. Mana kita tahu?” Katanya menambahkan. Yah.. saya juga tidak bisa menyangkal bahwa ‘dibicarakan di balik punggung kita’ bisa terjadi pada siapa saja yang menjadi pemimpin. Dan mungkin memang sulit dihindarkan. Namun entah kenapa saya tetap percaya bahwa pembicaraan negative para bawahan tentang atasannya  bisa dikurangi (kwalitas dan kwantitasnya) dengan melakukan perbaikan-perbaikan dalam beberapa aspek kepemimpinan yang diterapkan.

Saya jadi teringat akan kata-kata seorang atasan saya belasan tahun silam mengenai Managerial Skill & Leadership Skill yang harus dimiliki oleh setiap orang yang menduduki posisi penting dalam sebuah perusahaan, bahwa “Yang bisa menilai anda adalah sorang Good Manager atau bukan adalah atasan anda. Sedangkan yang bisa menilai bahwa anda adalah seorang Good Leader atau bukan adalah bawahan anda ”. Saya renungkan sangat benar adanya. Ya. Kepemimpinan kita dinilai oleh bawahan kita. Jadi, untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, tentu ada baiknya kita memahami apa yang menjadi complain bawahan terhadap diri kita.

Jika kita simak apa yang menjadi complain utama para therapist di Salon itu terhadap atasannya yang bisa kita jadikan pelajaran dalam hidup kita antara lain menyangkut masalah:

1. Sikap & Tingkah Laku (jutek, kasar, pemarah, bossy).

Bagaimana kita bersikap terhadap bawahan kita sangatlah menentukan hubungan kita dengan bawahan. Pemilihan kata-kata yang baik, terutama dalam menyampaikan suatu masalah atau memberi perintah sangatlah penting. Perkataan yang baik, selalu akan mendapatkan sambutan yang baik pula. Sebaliknya perkataan dan sikap yang jutek, kasar dan pemarah akan mendapatkan sambutan yang kurang ramah. Betapapun ruwet masalah yang sedang kita hadapi, betapapun ketatnya deadline ataupun besarnya target yang harus kita penuhi, namun jika kita mampu menyampaikan dengan baik dan sopan,  tentu komitment dari bawahan kita akan lebih mudah kita dapatkan.

Bawahan adalah manusia biasa juga, sama halnya dengan diri kita, yang membutuhkan penghargaan & pengakuan setara sebagai manusia. Sehingga sikap yang bossy dan memandang rendah orang lain sama sekali tidak dibutuhkan dalam hal ini.

2. Kemampuan (bisanya menyuruh saja, sementara ia sendiri tidak pandai).

Banyak atasan yang dicemoohkan bawahannya karena masalah kemampuan yang dianggap tidak lebih baik dari bawahannya. Untuk mengatasi hal ini, mungkin mengasah selalu kemampuan kita merupakan hal  yang sangat baik dilakukan. Jangan pernah berhenti belajar. Belajar bsa dari mana saja, dari kursus, sekolah lagi, ikut seminar, training, baca buku, internet, diskusi dengan teman.

Kadang seorang pemimpin ada juga yang sangat pelit ilmu pada bawahannya, karena khawatir bawahannya lebih pintar dari dirinya dan posisinya terancam. Namun dalam hemat saya, pelit membagi ilmu sesungguhnya akan membuat kita dijauhi bawahan kita dan munngkin bawahan kita  bahkan menutup informasi terhadap kita, padahal sesungguhnya jika kita mau membuka diri, rajin melakukan diskusi dengan mereka, dari bawahanpun seringkali kita bisa belajar dan mendapatkan informasi serta pengetahuan baru.

Hal lain yang juga membuat bawahan menghargai kita adalah dengan melibatkan diri lebih jauh dalam setiap aktifitas dan proyek. Sehingga tidak pernah lagi akan keluar penilaian bahwa kita biasanya hanya menyuruh saja.

3. Integritas & Kejujuran (menekan ke bawah, menjilat ke atas).

Diumpamakan sebagai kodok yang meloncat dengan cara menekan ke bawah dan menjilat ke atas, bukanlah hal yang menyenangkan. Mungkin bagus buat kita merefleksi diri, apakah kita benar seperti itu?  Jangan terlalu khawatir jika kita tidak melakukan hal itu. Namun jika hati kecil kita mengakui, maka ada baiknya kita segera merubah diri. Menjadi lebih terbuka dan jujur pada diri sendiri, pada bawahan, pada rekan kerja dan pada atasan kita. Mengatakan hal yang kita lakukan dan berusahalah untuk selalu melakukan hal yang kita katakan. Betapapun sulitnya.

Bersikap transparent dan konsisten terhadap siapa saja, membuat langkah kita menjadi lebih ringan. Apapun yang kita lakukan tak menjadi beban, karena kita tak pernah memiliki agenda lain yang tersembunyi. Semuanya kita lakukan untuk suatu hal yang positive dan jelas.

Gossip dari salon ini, bisa kita ambil pelajarannya untuk kita jadikan benchmark, sebaik apa kepemimpinan kita dalam sebuah organisasi. Walaupun memang tidak ada yang menjamin bisa menghilangkan 100% pembicaran buruk di balik punggung kita ini, namun setidaknya dengan memahami dan berusaha menghindarkan hal-hal serupa yang menjadi complain para therapist Salon ini, maka kemungkinan kita dibicarakan buruk akan berkurang sebesar x%. Selain itu hubungan kita dengan bawahan juga akan semakin membaik dan pekerjaan akan menjadi lebih ringan dan menyenangkan.

Topeng Monyet Yang Manggung Di Depan Rumah Pagi Ini…

Standard

Pagi ini Kelompok Topeng Monyet melintas di jalan di depan rumah saya. Saat yang bersamaan, anak-anak  keponakan saya yang masih balitapun lewat digendong susternya. Mereka ingin nonton topeng monyet. Lalu saya mintalah kelompok itu untuk manggung di depan rumah. Anak saya ikut keluar menonton. Demikian juga beberapa orang tetangga. Kelompok topeng monyet terdiri atas pemain music sederhana yang terdiri dari alat music traditional gangsa (gamelan) dan drum, seorang pawang monyet dan monyet itu sendiri beserta peralatannya. Upahnya 20 ribu rupiah untuk sekali manggung yang berdurasi kurang lebih setengah jam.  Ning  nong ning nong drungg dung dung dung.. maka beraksilah sang monyet dengan dikendalikan oleh pawangnya. Anak-anak senang dan bertepuk tangan riang.

Sesaat saya agak merasakan nyeri di hulu hati saya, saat melihat monyet itu ditarik-tarik ke sana kemari dengan menggunakan rantai besi  oleh pawangnya untuk mengendalikan. Adduhhh, .. tak ada peri kebinatangan tercermin jika melihat kita sepotong adegan ini. Namun kemudian saya agak terhibur, karena melihat bahwa monyet ini sesungguhnya tidak terlalu merasakan sakit ketika ditarik, karena rupanya ia sudah sangat terlatih .  Hentakan sedikit saja pada tali pengikatnya telah memberikan kode bagi sang monyet yang bisa ia tangkap untuk segera merespon perintah itu dengan baik. Jadi tidak ada unsur paksaan yang mengakibatkan rasa sakit  ataupun cidera pada binatang yang pintar itu. Mulai dari memakaikan topengnya sendiri, dan menunjukkan muka bayi yang polos, jumpalitan, naik sepeda motor, tarik gerobak , menirukan gerakan sholat, dsb semua bisa ia lakukan dengan sangat baik. Anak-anak takjub. Seseorang anak bertanya “Bagaiman ya caranya, kok monyet itu bisa sepintar itu?”

Jawabannya tak diragukan lagi, kita semua pasti sudah tahu. Latihan! Ya, latihan yang rajin. Itulah sebabnya ia trampil.

Monyet, primate yang secara anatomi dan fisiologi sangat dekat dengan kita manusia, memiliki tingkat kecerdasan lebih rendah dari manusia.  Namun bisa kita lihat, ia bisa menjadi sangat terampil karena ia dilatih setiap hari untuk melakukannya.Wah mengingat itu, saya langsung teringat pada diri saya sendiri. Kenapa ya  saya jarang melatih ketrampilan saya.  Saya bukan tidak tahu jawabannya, bahwa agar kita trampil di bidang apa saja , maka kita perlu banyak berlatih. Namun saya jarang memikirkan ini dan menyadari kegunaannya. Topeng monyet ini setidaknya mengingatkan saya akan hal itu.

Bagaimana jika kita  manusia yang memiliki kapasitas otak jauh lebih besar  melakukan latihan setiap hari? Konon otak manusia memiliki kapasitas sebesar 1,000,000,000,000,000 bytes. Entah berapa besarnya itu tak terbayangkan oleh saya. Saya membayangkan, dengaan kapasitas yang sebesar itu dan jika kita latih kemampuan kita setiap hari dengan tekun, tak diragukan lagi hasilnya pasti luar biasa. Nah, sekarang soal kapan kita mau melakukan latihan latihan itu dengan tekun.

Lumpia Udang Ala Jineng.. Teman Minum Teh di Pagi atau Sore Hari.

Standard

Untuk membuat saat-saat bersantai di rumah menjadi lebih menyenangkan, saya suka memikirkan snack ringan yang mudah cara pembuatannya buat teman minum teh bersama keluarga.  Salah satu yang menarik untuk dicoba adalah Lumpia Udang.

Bahan yang dibutuhkan cukup mudah didapat di pasar-pasar swalayan terdekat, yakni:

–          Kulit lumpia

–          Udang

–          Bawang putih

–          Gula pasir

–          Garam

–          Lada

–          Minyak wijen

–          Tepung sagu

–          Daun ketumbar

–          Putih telur untuk merekatkan lumpia.

Caranya sangat mudah:

1.       Bersihkan udang, lalu cincang kasar dan sisihkan.

2.       Ulek bawang putih, garam, lada & gula pasir hingga halus.

3.       Tumis udang bersama  gumbu yang telah dihaluskan, tambahkan sedikit minyak wijen, tepung sagu yang telah dilarutkan dengan sedkit air lalu masukkan potongan daun ketumbar.

4.       Siapkan kulit lumpia, isi dengan adonan udang yang telah ditumis, lalu bungkus dengan hati-hati.

5.       Rekatkan kulit lumpia yang telah digulung dengan putih telur agar tidak pecah saat digoreng.

6.       Goreng dalam minyak panas hingga kekuningan

7.       Hidangkan sebagai teman minum teh.

Ice Lemon Grass Ala Jineng ..Kesegaran Alam Yang Nyaris Terlupakan.

Standard

Cuaca belakangan ini kurang bisa ditebak. Terkadang pagi hari cerah, siang mendadak mendung tebal dan bahkan hujan lebat bak tempayan raksasa sedang ditumpahkan dari langit. Atau kadang pagi terlihat redup, namun siang bisa panas membakar kulit. Nah, kalau sudah panas gerah seperti ini, paling enak memang mencari tempat berteduh sambil minum melepaskan rasa haus.

Menikmati  minuman yang segar dan segar tak selalu harus datang ke restaurant yang mahal, kita bisa melihat-lihat apa yang ada di dapur, atau bahkan mungkin dihalaman kita dan memanfaatkannya. Kali ini saya ingin membagi cerita mengenai Ice Lemon Grass alias Es Sereh, minuman traditional yang sangat menyegarkan rasanya dan telah lama telupakan.

Bagi yang cukup rajin mengikuti kegiatan PKK, atau mengikuti anjuran pemerintah jaman Pak Harto dulu untuk memiliki Dapur Hidup /Apotik Hidup di pekarangan rumah, tentu tidak asing dengan tanaman sereh dan jeruk purut. Nah bahan-bahan untuk membuat Ice Lemon Grass ini kita bisa petik dari halaman.  Kalaupun bagi yang tak punya di pekarangan tidak usah khawatir, cukup membeli dari tukang sayur/ pasar, karena bahan ini memang sangat berlimpah dan umum digunakan sebagai bumbu dalam masakan-masakan Indonesia lainnya.

Jadi, bahan-bahan ini bukanlah sesuatu yang  asing bagi kita. Jaman dulu orang tua umumnya merebus batang sereh dapur untuk mengurangi perut kembung.

Selain 2 jenis bahan tersebut diatas, kita juga akan membutuhkan gula pasir, air matang dan es batu. Cara membuatnya sangat mudah, yakni kita hanya perlu merebus gula, batang sereh dan daun jeruk purut dalam segelas air untuk membuat siropnya (jumlah bahan bahan tersebut bisa diperkirakan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan selera rasa manis/segarnya). Setelah gula cair dan mendidih beberapa saat, kompor kita matikan dan biarkan syrop sereh menjadi dingin. Saring dengan saringan yang bersih dan ditempatkan dalam wadah syrop (botol ataupun gelas) dan simpan dalam lemari pendingin. Sekarang syrop sudah siap untuk disajikan kapanpun kita membutuhkannya.

Untuk menyajikan, kita cukup menuangkan sedikit cairan syrop gula sereh ke dalam gelas, lalu mencampurnya dengan air matang dan potongan es batu. Rasanya segar mirip es jeruk namun lebih wangi. Seluruh keluarga pasti suka.

Perfuming Your Garden, Cara Membuat Halaman Rumah Semerbak Mewangi..

Standard

Jika kita  hanya memiliki sedikit  waktu untuk beristirahat dan bersantai di rumah, tentunya sangat menginginkan agar  kwalitas  waktu yang  cuma sedikit itu menjadi optimal. Saat di rumah mungkin kita memilih aktifitas bersama keluarga dengan bercengkerama bersama, minum teh atau hanya sekedar duduk duduk sambil ngobrol di teras rumah. Salah satu cara untuk memberi nilai tambah pada aktifitas kebersamaan kita di teras rumah adalah dengan membuat teras rumah  selalu sejuk, segar dan wangi sepanjang waktu. Selain menjaga kebersihannya dengan menyapu & mengepel  lantainya, kita juga bisa menanam  tanaman-tanaman hias yang berbunga harum untuk mewangikan halaman rumah kita, sehingga jika ada angin yang bertiup maka wangi bunga-bunga itu akan sampai di teras tempat kita duduk-duduk. Berikut adalah contoh beberapa jenis tanaman hias yang bunganya menghasilkan wewangian yang  enak meyegarkan dan mudah ditanam, yang bisa kita tanam di halaman rumah kita.

1.       Gardenia atau Bunga Kaca Piring

Gardenia atau Bunga Kacapiring  (Gardenia jasminoides) adalah tanaman perdu dengan bunga berwarna putih bersih, memiliki harum yang lembut dan feminine.  Di Bali tanaman ini disebut dengan Jempiring.  Bunga Jempiring  ini bertahan dengan wangi optimal selama sehari, namun bunganya yang telah layupun masih tetap  wangi. Walaupun bunganya berukuran cukup besar, namun karena tanaman ini umumnya berdaun rimbun dengan warna hijau tua mirip beludru, maka bunga pada umumnya tidak terlalu menonjol, kecuali jika sedang musim bunga dimana satu tanaman  bisa memiliki bunga yang sedang mekar hingga 5-10 kuntum. Karena tanaman agak tinggi menyemak, maka bagus jika ditanam dekat dinding atau pagar. tanaman akan menghasilkan wangi yang terbaiknya pada pagi hari dan senja hari dimana angin bertiup lembut mengarah ke teras rumah.

2.       Ylang-Ylang atau Bunga Kenanga.

Ylang-Ylang atau Bunga Kenanga  (Cananga odorata) aslinya adalah tanaman yang berpohon tinggi. Namun dewasa ini sangat umum kita temukan jenis Kenanga yang hanya setinggi semak – bukan pohon. Kenanga  semak ini layak ditanam di halaman rumah. Bunganya berwarna hijau kekuningan dan menebarkan wangi yang sangat kuat, terutama jika sedang ada angin yang bertiup. Kelopak bunganya memanjang dan terpelintir. Karena warnanya yang hijau kekuningan, bunga tidak terlalu mencolok  mata. Wanginya sangat orientalis. Di Bali, bunga kenanga disebut dengan nama Bungan Sandat. Sangat banyak dipergunakan untuk persembahyangan maupun untuk merias rambut pengantin serta membuat air kumkuman (air wangi). Bunga Kenanga juga tetap mengeluarkan wangi yang semerbak, walaupun bunganya telah layu.

3.       Old Garden Rose atau Bunga Mawar.

Beberapa jenis mawar atau rose (Rosa sinensis), terutama mawar dari jenis jaman dulu (yang umum kira temukan di rumah kakek/nenek kita waktu kecil), menghasilkan wangi yang sangat kuat, walaupun beberapa jenis mawar hybrid yang banyak diperdagangkan di tukang tanaman belakangan ini banyak juga yang tak memiliki wangi . Kita bisa menanam jenis mawar yang wangi untuk mengharumkan halaman kita. Wangi mawar sangat elegant dan klasik.  Beberapa  merk parfum ternama menggunakan wangi mawar dari Rose Essential Oil  sebagai penanda merknya.   Di Bali bunga mawar disebut dengan Bungan Mawa.Banyak dimanfaatkan dalam persembahyangan.

4.       Frangipani atau  Kamboja Bali.

Beberapa jenis Frangipani atau Kamboja atau sering juga disebut Plumeria, menghasilkan wangi yang sophisticated. Terutama 2 jenis Kamboja Bali yang dikenal dalam bahasa Balinya sebagai Jepun Cenana (Kamboja Kuning Bali) dan Jepun Sudhamala (Kamboja Merah dengan tengah warna kuning dari Bali). Wanginya tidak terlalu kuat, namun sangat  memukau. Tidak umum dan tidak biasa.  Frangipani kering  sangat baik dijadikan sebagai bahan dasar untuk potpourri. Di Bali saya lihat banyak anak-anak kecil memungut bunga-bunga frangipani yang berjatuhan namun masih terlihat segar di rerumputan di bawah batang pohon ini.

Karena  wangi dan indah bentuknya, sangat menarik bila ditanam di halaman, terlebih jika pohonnya mulai tua dengan batang yang sangat artsitik sebagai element pendukung taman.

5.       Jasmine atau Melati.

Semua orang tahu kalau Jasmine atau Melati (Jasminum sambac)  merupakan penghasil parfum yang baik. Bunganya yang kecil-kecil putih menghasilkan wangi yang lembut dan feminine.  Di Bali bunga melati disebut Bungan Kemenuh. Dan umumnya penduduk lokal lebih menyukai jenis melati gambir dibandingkan melati biasa. Namun sebenarnya keduanya memiliki type wangi yang serupa.

Melati bisa kita tanam dekat pagar/tembok mengingat batangnya membutuhkan sandaran.  Upayakan tanaman agar menghadap ke arah teras, sehingga kita bisa menikmatinya saat duduk-duduk di sana. Melati bagus juga jika ditanam di bawah jendela.Sehingga jika jendela kamar kita buka dan angin bertiup, maka wangi melatipun akan semerbak terhembus ke kamar.

6.       Lavender.

Tanaman berbunga ungu yang ditukang tanaman disebut sebagai Lavender ini juga merupakan penghasil wangi yang cukup kuat dan paling sering terbawa angin hingga jarak beberapa meter. Bunganya  yang kecil-kecil bergerombol menghias tangkai yang pajang dan langsing, menghasilkan wangi  yang sangat lembut dan feminine. Wanginya banyak dimanfaatkan untuk membantu merelaksasikan pikiran. Satu rumpun tanaman Lavender bisa menghasilkan 20 – 40 batang bunga (tergantung tingkat kesuburan tanaman), sehingga jika angin bertiup ke arah teras, wanginya benar-benar kuat. Tanaman ini sangat baik jika ditanam di halamn belakang ataupun halaman samping.

7.       Scorpion Orchid /Anggrek Kalajengking.

Tidak banyak yang ngeh bahwa Anggrek jenis Kalajengking/Scorpion menghasilkan wangi tipis yang sangat sophisticated dan elegant. Terutama anggrek kalajengking yang berwarna ungu gelap. Sedemikian wanginya, membuat bunga anggrek ini mendapatkan posisi tingginya  diantara bunga-bunga yang dimanfaatkan secara tradisional untuk persembahyangan.

Wangi berasal dari kelopak bunganya yang paling panjang mirip jari tengah, sehingga tidak heran di Bali anggrek jenis ini disebut Anggrek Linjong (Linjong = Jari Tengah). Anggrek bisa kita tanam di bawah pohon  (mis mangga/jambu/kamboja dsb) dan batangnya kita sandarkan pada batang pohon penaungnya. Dalam beberapa minggu, akar hgantungnya kan keluar dan segera memeluk batang pohon penaung dengan kuat.

8.       Sedap Malam.

Bunga Sedap Malam atau Polyanthes tuberosa meninggalkan wangi yang  segar & agak misterius. Walaupun namanya Sedap malam, karena pada sore sampai malam hari bunga ini menunjukkan intensitas wangi yang lebih kuta, namun jenis fragrance yang dikeluarkan oleh bunga ini sangat fresh sehingga cocok untuk dinikmati pagi hari.  Bunganya bertajuk panjang dan jamak berwarna putih.  Mekar bergiliran. Menanamnya cukup mudah, yakni  dari anakan yang muncul dari umbinya.

Tanaman paling cocok ditanam di bawah jendela.