Pernah suatu kali seorang teman bercerita tentang dua orang anggota teamnya. Menurutnya keduanya sebenarnya bagus. Namun entah kenapa sering gagal dalam mengelola performance dan aktifitas brandnya dengan baik. Sebagai atasan, ia merasa ada yang tak beres dengan kedua anggota teamnya ini. Sayangnya ia tak bisa mengidentifikasikan dengan jelas. Saya setuju untuk melihat lebih dekat permasalahan itu. Read the rest of this entry
Tag Archives: Business & Leadership
Berharap Guntur Di Langit, Air Di Tempayan Dicurahkan
Seorang teman menelpon saya dan berkeluh kesah tentang betapa susahnya mencari karyawan berkwalitas dengan budget yang terbatas. “Banyak yang baru masuk. Sudah mahal, performancenya juga amburadul” Katanya berapi-api. “Tahu gitu, gue pertahanin yang lama. Gue kasih gajinya naik 2 x lipat aja, tetap gajinya lebih kecil dari pada yang baru ini. Tapi kwalitasnya jauh lebih bagus”. Lanjutnya lagi sembari menyesali apa yang telah terjadi. Saya mendengarkan dari seberang telpon. Tidak tahu, apakah ini memang kenyataan yang persis apa adanya ia hadapi, ataukah ia sedikit meng-exagerate pernyataannya untuk mempertajam poinnya dia. Read the rest of this entry
Cerita Kepemimpinan Dari Ruang Lulur Salon.
Pada suatu hari Minggu yang menyenangkan, saya memutuskan untuk pergi ke salon. Terus terang saya jarang ke salon, namun sekali ini saya merasa membutuhkan perawatan dipijat dan dilulur karena saya merasa kulit saya mulai kusam, kotor dan gosong oleh sinar matahari. Mungkin bila dilihat di bawah mikroskop barangkali kulit saya telah penuh dengan kumpulan sel-sel kulit mati pada permukaannya. Karena hari Minggu, tempat luluran di Salon yang terdiri atas ruang-ruang kecil yang disekat kain gorden mirip ruang perawatan di rumah sakit itu penuh dengan pelanggan. Cukup beruntung saya masih mendapatkan sebuah ruang, walaupun tempat berbaringnya agak langsung kena AC.
Setelah menjalani sauna singkat, sang therapist mengajak saya untuk berbaring dan memulai session pijat dan lulurannya. Sambil memijat, sang therapist mengajak saya ngobrol dengan ramah. Mulai dari “ibu tinggalnya dimana, putranya berapa, asal dari mana, kerja dimana dsb hingga ke urusan hobby dan kesukaan saya”. Karena keramahannya, saya menjadi sangat senang juga ngobrol dengannya. Namun barangkali karena dipijit dengan enak, saya merasa mengantuk dan setengah tertidur. Mengetahui itu sang therapist menghentikan obrolannya dengan saya. Sesaat sepi dan hening. Kemudian saya mulai mendengar ia berbicara kepada therapist lain yang juga sedang bekerja di ruang sebelah yang hanya disekat gorden itu. Dan seorang therapist lagi yang sedang menunggu clientnya menjalani sauna juga ikut nimbrung dalam obrolan itu.
Mula-mula saya tidak tertarik mendengarkan percakapan antar mereka, namun lama-lama entah kenapa telinga saya sulit untuk diajak jangan mendengar. Mungkin itulah barangkali orang bilang, wanita memang pada dasarnya suka mencuri dengar percakapan orang lain dan bergossip ria. Sebagai wanita, sayapun rupanya tidak luput dari instink alamiah itu. Diam-diam saya menyimak percakapan mereka walaupun saya tak kenal baik dengan mereka. Dari kalimat-kalimatnya saya tahu ia sedang membicarakan pihak ketiga yang bisa jadi temannya atau mungkin atasannya. Semakin lama semakin jelas bagi saya yang sedang menjadi tokoh gossip hari itu rupanya adalah Supervisor Salon yang merupakan atasan mereka.
Therapist yang terlibat dalam percakapan itu terdengar sangat dongkol akan atasannya yang menurutnya (dan diamini oleh rekannya) berwatak kasar, pemarah, jutek, bossy, kerjanya hanya bisa menyuruh orang lain saja, sementara dirinya sendiri tidak bisa bekerja dan banyak sekali predikat yang kurang positive lainnya dilekatkan oleh anak buahnya. Pada sebuah kalimat yang dicetuskan, saya mendengar mereka menilai bahwa pemimpinnya itu mirip kodok. Pengen melompat ke atas, ia harus menekan ke bawah dan menjilat ke atas, katanya. Oh! Saya sangat terkejut dengan pernyataannya itu. Mengapa bisa terjadi seorang pemimpin sedemikian dibenci oleh bawahannya?
Belum lepas keheranan saya, tiba-tiba ruangan mendadak sepi. Seorang therapist lain datang memberi kode. Pembicaraanpun seketika berubah topik. Seperti yang saya tebak, benar saja rupanya sang Supervisor yang menjadi bintang hari itu muncul. Saya juga jadi semakin tertarik mengikuti perkembangan suasananya. Terdengar sang supervisor menegur seorang therapist yang dilihatnya menganggur untuk segera turun ke lantai bawah untuk mengerjakan perawatan Creambath. Mereka kekurangan therapist untuk Creambath, yang dijawab oleh sang therapist bahwa ia bukannya sedang bengong, tapi sedang menunggu clientnya yang sedang sauna. Saya memang merasakan nada agak kasar dan kurang bersahabat dalam suara Supervisor itu, yang memberi tekanan pada therapist yang ditegur tadi, sehingga cenderung membela diri dengan rasa tidak senang. Sang Supervisorpun turun. Seketika pembicaraan tentang dirinya berkembang lagi. Para therapist yang lain tertawa mengetahui adegan itu.
Saya sempat membagi cerita yang saya dengarkan di ruang salon itu dengan seorang kawan yang kebetulan memiliki posisi cukup tinggi di sebuah perusahaan swasta. “ Wah.. menggossipkan atasan sih memang makanan empuk para bawahan setiap harinya! Nggak perduli sebagus apapun atasannya itu” katanya dengan nada enteng. “Gue sih nggak heran. Mungkin kitapun selalu dijadikan topic gossip setiap hari oleh para bawahan kita. Mana kita tahu?” Katanya menambahkan. Yah.. saya juga tidak bisa menyangkal bahwa ‘dibicarakan di balik punggung kita’ bisa terjadi pada siapa saja yang menjadi pemimpin. Dan mungkin memang sulit dihindarkan. Namun entah kenapa saya tetap percaya bahwa pembicaraan negative para bawahan tentang atasannya bisa dikurangi (kwalitas dan kwantitasnya) dengan melakukan perbaikan-perbaikan dalam beberapa aspek kepemimpinan yang diterapkan.
Saya jadi teringat akan kata-kata seorang atasan saya belasan tahun silam mengenai Managerial Skill & Leadership Skill yang harus dimiliki oleh setiap orang yang menduduki posisi penting dalam sebuah perusahaan, bahwa “Yang bisa menilai anda adalah sorang Good Manager atau bukan adalah atasan anda. Sedangkan yang bisa menilai bahwa anda adalah seorang Good Leader atau bukan adalah bawahan anda ”. Saya renungkan sangat benar adanya. Ya. Kepemimpinan kita dinilai oleh bawahan kita. Jadi, untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, tentu ada baiknya kita memahami apa yang menjadi complain bawahan terhadap diri kita.
Jika kita simak apa yang menjadi complain utama para therapist di Salon itu terhadap atasannya yang bisa kita jadikan pelajaran dalam hidup kita antara lain menyangkut masalah:
1. Sikap & Tingkah Laku (jutek, kasar, pemarah, bossy).
Bagaimana kita bersikap terhadap bawahan kita sangatlah menentukan hubungan kita dengan bawahan. Pemilihan kata-kata yang baik, terutama dalam menyampaikan suatu masalah atau memberi perintah sangatlah penting. Perkataan yang baik, selalu akan mendapatkan sambutan yang baik pula. Sebaliknya perkataan dan sikap yang jutek, kasar dan pemarah akan mendapatkan sambutan yang kurang ramah. Betapapun ruwet masalah yang sedang kita hadapi, betapapun ketatnya deadline ataupun besarnya target yang harus kita penuhi, namun jika kita mampu menyampaikan dengan baik dan sopan, tentu komitment dari bawahan kita akan lebih mudah kita dapatkan.
Bawahan adalah manusia biasa juga, sama halnya dengan diri kita, yang membutuhkan penghargaan & pengakuan setara sebagai manusia. Sehingga sikap yang bossy dan memandang rendah orang lain sama sekali tidak dibutuhkan dalam hal ini.
2. Kemampuan (bisanya menyuruh saja, sementara ia sendiri tidak pandai).
Banyak atasan yang dicemoohkan bawahannya karena masalah kemampuan yang dianggap tidak lebih baik dari bawahannya. Untuk mengatasi hal ini, mungkin mengasah selalu kemampuan kita merupakan hal yang sangat baik dilakukan. Jangan pernah berhenti belajar. Belajar bsa dari mana saja, dari kursus, sekolah lagi, ikut seminar, training, baca buku, internet, diskusi dengan teman.
Kadang seorang pemimpin ada juga yang sangat pelit ilmu pada bawahannya, karena khawatir bawahannya lebih pintar dari dirinya dan posisinya terancam. Namun dalam hemat saya, pelit membagi ilmu sesungguhnya akan membuat kita dijauhi bawahan kita dan munngkin bawahan kita bahkan menutup informasi terhadap kita, padahal sesungguhnya jika kita mau membuka diri, rajin melakukan diskusi dengan mereka, dari bawahanpun seringkali kita bisa belajar dan mendapatkan informasi serta pengetahuan baru.
Hal lain yang juga membuat bawahan menghargai kita adalah dengan melibatkan diri lebih jauh dalam setiap aktifitas dan proyek. Sehingga tidak pernah lagi akan keluar penilaian bahwa kita biasanya hanya menyuruh saja.
3. Integritas & Kejujuran (menekan ke bawah, menjilat ke atas).
Diumpamakan sebagai kodok yang meloncat dengan cara menekan ke bawah dan menjilat ke atas, bukanlah hal yang menyenangkan. Mungkin bagus buat kita merefleksi diri, apakah kita benar seperti itu? Jangan terlalu khawatir jika kita tidak melakukan hal itu. Namun jika hati kecil kita mengakui, maka ada baiknya kita segera merubah diri. Menjadi lebih terbuka dan jujur pada diri sendiri, pada bawahan, pada rekan kerja dan pada atasan kita. Mengatakan hal yang kita lakukan dan berusahalah untuk selalu melakukan hal yang kita katakan. Betapapun sulitnya.
Bersikap transparent dan konsisten terhadap siapa saja, membuat langkah kita menjadi lebih ringan. Apapun yang kita lakukan tak menjadi beban, karena kita tak pernah memiliki agenda lain yang tersembunyi. Semuanya kita lakukan untuk suatu hal yang positive dan jelas.
Gossip dari salon ini, bisa kita ambil pelajarannya untuk kita jadikan benchmark, sebaik apa kepemimpinan kita dalam sebuah organisasi. Walaupun memang tidak ada yang menjamin bisa menghilangkan 100% pembicaran buruk di balik punggung kita ini, namun setidaknya dengan memahami dan berusaha menghindarkan hal-hal serupa yang menjadi complain para therapist Salon ini, maka kemungkinan kita dibicarakan buruk akan berkurang sebesar x%. Selain itu hubungan kita dengan bawahan juga akan semakin membaik dan pekerjaan akan menjadi lebih ringan dan menyenangkan.
Nyebur! Agar Bisa Berenang..
Bisa berenang adalah salah satu keinginan saya yang amat sangat sulit bisa saya realisasikan. Saya benar-benar tidak menguasai teorinya sehingga entah mengapa saya selalu merasa badan saya yang memang kelebihan berat ini, menjadi terlalu berat untuk mengapung di air. Tiap kali berusaha berenang, ada saja yang saya keluhkan. Telinga kemasukan air, pantat yang berat, hidung pengap, dan lain-lain. Saya sendiri tak habis pikir, mengapa hal ini bisa terjadi pada saya, padahal kampung halaman saya ada di tepi danau Batur yang luas. Belakangan ini, barulah saya sadar, ternyata itu adalah akibat faktor keberanian yang kurang dalam diri saya. Kurang berani menghadapi air atau dalam istilahnya kurang berani ‘nyebur’ .
Dengan sangat niat, beberapa tahun yang lalu saya berusaha mencari guru renang yang bisa mengajari saya dengan baik. Setelah nongkrong beberapa saat di kolam renang dekat rumah, maka berhasillah saya bertemu dengan seorang wanita setengah baya yang berprofesi sebagai guru renang buat anak-anak sekolah. Saya sebut saja ia guru saya. Kami lalu mengobrol di tepi kolam dan saya mulai menanyakan beberapa hal agar bisa merasa nyaman dalam air. Menanggapi pertanyaan saya yang bertubi-tubi, guru saya hanya terdiam dan masuk ke dalam air, lalu dari dalam kolam berteriak “ Nyebuuurr!!”. Mau tidak mau saya masuk ke dalam air. Di sana lalu guru saya melatih saya untuk mengatur nafas dan menyelam, memasukkan kepala saya di dalam air serta melihat ke dasar kolam renang. Setelah itu ia mengajarkan cara menggerakkan kaki dan tangan agar bisa bergerak maju. Demikian setiap hari ia mengajari saya, dan uniknya tiap kali saya tiba di kolam renang, ia selalu berteriak kepada saya dari dalam kolam “Nyebuuurrr!!!” agar saya mulai masuk ke dalam air.
Entah kemana gerangan guru renang saya itu sekarang pergi, saya tak pernah melihatnya mengajar di kolam renang dekat rumah saya lagi. Mungkin kontraknya dengan manajemen kolam renang telah berakhir. Namun teriakannya untuk nyebur ke air, selalu saya kenang dalam ingatan saya karena menekankan kepada setiap orang, bahwa kalau mau bisa berenang harus nyebur dulu ke air, yang saya rasa sangat valid. Berenang tak bisa dipelajari hanya dengan belajar theory dari buku. Atau dengan duduk-duduk saja di tepi kolam renang, tanpa berani melakukan ancang-ancang untuk nyebur dan mencoba semua theory itu di air. Teriakannya itupun saya rasa juga valid dalam aspek kehidupan kita yang lain.
Saya jadi teringat pada salah seorang saudara yang bercita-cita memiliki usaha sendiri. Apa saja, yang penting usaha sendiri dan tidak bekerja pada orang lain. Setiap hari ia memikirkan cita-cita indahnya itu. Duduk di dekat salah satu tiang Bale sambil merokok dan mereka-reka impiannya. Hari demi hari lewat berganti minggu, bulan dan tahun. Tidak ada yang terjadi. Ia tetap bekerja pada lembaga lain untuk menyangga hidupnya. Saya tidak tahu, bagaimana ia akan melaksanakan cita-citanya itu. Lalu saya sarankan padanya, kalau memang serius untuk berusaha sendiri, mengapa tidak mulai dulu dari sesuatu yang kecil? Misalnya dengan sebuah mesin fotokopi karena kebetulan rumah berlokasi dekat daerah perkantoran dan sekolah/universitas. Kelihatan ia tidak tertarik akan saran saya. Ia menginginkan sesuatu yang lebih besar dan lebih menjanjikan. Namun tahun terus berganti dan tetap tak ada sesuatu yang terjadi. Ia tak pernah berhasil merealisasikan cita-citanya. Ia tidak berani nyebur! Hingga pada suatu saat terjadi gejolak di lembaga tempatnya bekerja dan ia merasakan ketidak pastian yang mengancam. Keadaan itu memaksanya untuk meninjau ulang lagi pikiran dan keberaniannya. Maka mulailah ia ingat akan ide mesin fotokopi itu. Apa boleh buat. Tak ada pilihan lain lagi. Nyebur!! Dengan segala resikonya ia ambil. Sejak itu, ia lakoni semuanya dan nyatanya ia berhasil memiliki usahanya sendiri. Sebuah toko kecil, jasa kopi, pengetikan dan internet. Walaupun kecil, namun miliknya sendiri!. Jadi kuncinya disini adalah nyebur! Nyebur membuat kita bisa berenang, walaupun tidak sejago atlet renang, namun setidaknya kita bisa berenang.
Seorang teman yang membuka sebuah rumah makan juga bercerita hampir serupa. Ia dan suaminya telah berangan-angan akan memiliki usaha sendiri sejak bertahun-tahun yang lalu. Namun cita-cita tinggal cita-cita, karena tak pernah ada keberanian selain merasa tak memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk memulainya. Tak ada yang terjadi ketika tak ada sesuatu yang mendorongnya untuk nyebur. Ketika ia kena PHK, maka pilihan hidup menjadi lebih sempit. Ia tak punya pilihan selain nyebur. Keberanian datang entah dari mana. Setelah keberanian itu ada, pengetahuan dan ketrampilan lalu ia pelajari sambil berjalan. Sekarang ia bahagia dengan rumah makannya. Disinipun kita lihat, bahwa kata kuncinya adalah ‘nyebur” alias memulai. Start to make an action! Tanpa inisiatif awal ini, sesuatu tak akan pernah terjadi, betapapun besar & indahnya impian dan cita-cita kita.
Banyak diantara kita yang hanya ingin tetap berkarir di perusahaan. Bagi kita yang telah memiliki pilihan hidup ini, semuanya telah jelas dan pasti.Tua dan pensiun dengan tenang. Namun banyak juga diantara kita yang bercita-cita ingin memiliki usaha sendiri. Berkhayal dan berdiskusi tanpa henti-henti. Namun kebanyakan dari yang bercita-cita ingin berenang ini belum berani meninggalkan tepi kolam yang kering dan nyaman. Jadi kapan kita akan mulai nyebur?
Bekerja Dengan Agency.. Tips praktis bagi para pemasar pemula
Dalam kehidupan seorang pemasar, sangatlah banyak pekerjaan yang membuat kita harus menunjuk agency guna membantu kita dalam melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Menunjuk Agency ini perlu kita lakukan karena beberapa alasan:
1. Professionalism.
Pekerjaan sebagai seorang pemasar melibatkan banyak hal mulai dari mencari ide-ide baru untuk mengembangkan bisnis, mendevelop ide ide tersebut hingga menjadi suatu bentuk produk atau jasa yang siap dipasarkan, mengembangkan strategy pemasarannya hingga memastikan produk ini diminati oleh konsumen sehingga mendatangkan penjualan dan keuntungan yang baik demi keberlangsungan perusahaan. Nah, tentu di dalam tanggung jawab yang sangat lebar itu, terdapat detail-detail pekerjaan yang membutuhkan keahlian tersendiri yang belum tentu kita kuasai dengan baik sebagai seorang pemasar. Diantara pekerjaan itu adalah research untuk mendapatkan insight dari konsumen, product test, dsb; mengembangkan alat-alat bantu pemasaran seperti misalnya membuat iklan, POP material, design kemasan dsb; memasang iklan di berbagai media agar mendapatkan hasil yang baik dengan cost yang paling efficient dsb.; melakukan aktifitas promosi Below The Line ataupun misalnya mengelola sumber daya manusia misalnya SPG, Promotor dsb. Read the rest of this entry
Kisah Pohon Yang Tumbang…Perkokoh Akar Brand Kita Jika Tak Mau Bernasib Sama.
Beberapa tahun lalu, saya mendapatkan hadiah sebuah pohon penaung dari seorang teman. Pohon itu sudah cukup besar. Rantingnya dipangkas untuk menghindarkan penguapan berlebihan saat pohon harus menjalani masa pemulihan saat ditanam. Akar & sebagian tanahnya dibungkus rapat dengan karung goni yang diikat tali rafia. Baik batang dan daun pohon itu cantik. Setelah mengucapkan terimakasih pada teman itu, maka segera saya memanggil tukang untuk membantu menanam pohon itu. Tukang yang saya panggil adalah tukang yang biasa menangani tanaman dan cukup sering membantu jika saya membutuhkan tenaga extra untuk membongkar tanaman. Karena sudah sering di rumah, maka saya membiarkan tukang itu sendiri bekerja sementara saya ke dapur menyiapkan makanan untuk keluarga saya. Setelah selesai menanam dan memasang penyangga yang kuat dari bamboo untuk menopang pohon itu, saya lalu membayar upahnya dan tukang itupun pergi. Tidak lama kemudian, pohon itu mulai menunjukkan tunas mudanya dan segera tumbuh hijau dan rimbun. Read the rest of this entry
What Is Your Job, Mom?
Anak saya bertanya kepada saya “ Mom, apa sebenarnya pekerjaanmu di kantor?”.
Saya menjawab “Marketing”.
Anak saya telihat berpikir sejenak dan wajahnya terlihat tidak puas. “I know Marketing. Tapi apa yang dikerjakan olehmu setiap harinya”.
“Menjual Produk” kata saya kembali.
“Mengapa saya tidak pernah melihatmu berjualan di toko?” Ia bertanya heran.
“Mmm… membuat produk yang akan dijual” kata saya meralat ala kadarnya. Rupanya ia masih tidak puas .
“Apakah pekerjaanmu benar-benar mengaduk aduk bahan dan membuat sabun?. Seperti membuat pancake yang kita bikin berdua waktu itu?” tanyanya penasaran.
“Tentu saja tidak! Saya tidak mengerjakannya secara langsung” Kata saya sambil tertawa.
Tambah heran. Ia mengerenyitkan dahinya “Lalu apa pekerjaan Marketing itu sesungguhnya? “
Mmm.. bertahun tahun bekerja di marketing, saya tidak pernah menyangka akan ada seseorang menanyakan detail pekerjaan saya seperti itu. Dan sekarang saya harus menjelaskan kepada seorang anak kecil yang sedikitpun tidak memahami ilmu ekonomi. Wah.. bagaimana akan saya jelaskan kepadanya? Haruskah saya jelaskan kepadanya segala tetek bengek pekerjaan saya mulai dari menggali idea guna mencari peluang yang mungkin menghasilkan uang, memahami prilaku pasar dan konsumennya, mendevelop brand concept & strategynya agar memenuhi selera pasar dan beda dengan yang orang lain tawarkan , memastikan formula, kemasannya disukai oleh konsumen yang saya targetkan dst, dst banyak sekali … hingga mengarahkan ke channel mana produk ini akan dijual biar konsumen mudah mendapatkannya, memastikan supply yang memadai, pemajangan di toko yang baik agar konsumen mudah melihatnya, mengkomunikasikannya lewat iklan, mendorong konsumen untuk mencoba, melakukan repeat penjualan dan meningkatkan volume penjualan dan berakhir di masalah financial. Memastikan bahwa apa yang saya lakukan itu menghasilkan duit bagi company, baik dari sisi penjualan dan keuntungan. Semuanya memang UUD – ujung ujungnya duit. Ngga ada perusahaan yang mau berbisnis untuk merugi.
Hmm… kalau dijembrengin ternyata banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang Marketer. Belum sempat saya menuliskan semuanya, rasanya saya sudah penat mendengarkannya. Tapi tentu saja saya tidak menceritakan semua itu kepada anak saya. Akhirnya saya hanya mengatakan kepadanya dengan bahasa sederhana bahwa saya bersama sama teman-teman saya bertugas membuat dan menjual produk dan tugas saya adalah memastikan agar produk yang terjual itu disukai oleh pembeli dan akhirnya menghasilkan keuntungan buat perusahaan tempat saya bekerja agar bisa membayar gaji saya biar kami bisa makan dan beli ini itu… he he he..
Entah ia mengerti atau tidak, ia mendengarkan namun sejenak kemudian tenggelam kembali dengan PSPnya. Sibuk dengan idenya dalam games untuk membangun peternakan besar dengan ladang yang luas untuk menampung para ayam, domba dan sapi..
Tapi tak ayal pertanyaan itu masih meninggalkan sisa di kepala saya. Apa itu Marketing? Kalau dilihat dari sisi umum, mungkin jawabannya “ Menyediakan sesuatu dan menjualnya”. Tapi kalau dipikir kembali… gimana kalau tak seorangpun memerlukan “sesuatu” itu? Atau tidak menemukan “sesuatu” itu disekitarnya? Apakah hanya dengan menyediakannya kita akan masih mampu menjualnya? Rasanya tidak..
Ok.. coba kita revisi. Jadi, marketing adalah..”Menyediakan dan menjual sesuatu yang diperlukan konsumen di tempat mereka berbelanja”. Terdengar cukup bagus ya?
Tapi gimana kalau harganya tidak cocok? Atau gimana kalau di tempat itu ada juga “sesuatu” yang serupa dengan yang kita tawarkan? Atau gimana kalau misalnya ukuran, atau warna atau jenis wangi atau pun rasa yang ia sukai tidak tersedia, sementara pesaing kita memilikinya? Nah lo…apakah konsumen masih akan membeli apa yang kita tawarkan? Rasanya kita musti menawarkan sesuatu yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen sedetail-sedetailnya dan memiliki hal hal yang beda yang membuat konsumen lebih memilih “sesuatu” kita itu dibandingkan merk lain. Jadi kalau begitu.. marketing adalah “ Menyediakan dan menjual sesuatu yang diperlukan konsumen dalam ukuran, warna ataupun rasa yang paling disukainya, dengan harga yang cocok dengan daya beli mereka di tempat mereka biasa berbelanja “ Wah…. definisi yang pengeng dan complicated banget ya…
Kalau kita lihat kembali, apapun yang disebutkan diatas tadi, baik itu sesuatu yang diperlukan, wana, ukuran, wangi, rasa, harga, kemudahan untuk ditemukan dsb –sebenarnya semuanya bisa kita sederhanakan sebagai “kebutuhan & keinginan konsumen”. Jadi sesungguhnya Marketing bukan hanya sekedar menyediakan dan menjual produk, tapi memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Saya senang dengan definisi baru itu..
Sayangnya, belum lima menit saya menikmati kesenangan itu, pertanyaan baru muncul di kepala saya… gimana kalau kita sudah mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen tapi ‘sesuatu” yang kita tawarkan itu ternyata tidak menghasilkan keuntungan ataupun bila tetap menghasilkan tetapi sangat sedikit? Misalnya, demi untuk mendapatkan awareness yang cukup baik, marketer lalu sangat jor-joran dalam memasang iklannya? Atau bersama teamnya mendevelop formula dengan biaya yang sangat tinggi namun menjualnya dengan harga yang semurah mungkin? Atau tidak mengontrol pengeluaran biaya promosi lainnya?
Waduh…..bila sesuatu yang kita tawarkan itu ternyata tidak mampu menyisakan keuntungan bagi perusahaan, lalu untuk apa marketing diadakan? Perusahaan yang merugi hanya mampu mengurangi karyawan, karena tak akan mampu membayar karyawannya dengan baik .
Nah.. jadi tugas mendasar lain dari seorang marketer sesungguhnya adalah untuk memastikan bahwa dengan semua biaya yang dikeluarkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen itu, masih menyisakan margin yang cukup bagi perusahaan, yang ujung-ujungnya meningkatkan kesejahteraan karyawannya dari tahun ke tahun. Jadi dalam hal ini maka definisi marketing menjadi bukan hanya sekedar menyediakan dan menjual produk, tapi memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dan sekaligus juga memuaskan kebutuhan dan keinginan stakeholder untuk mendatangkan profit.
Tedung, Si Payung Hias Bali..
Bagi para sahabat yang sering mengunjungi Bali dan mampir ke pasar Sukawati, pasar Kumbasari, Ubud maupun tempat tempat lainnya yang menjajakan barang kesenian & oleh- oleh, mungkin tidak jarang menemukan payung hias bali yang dijajakan di tempat tersebut.
Payung Hias Bali atau dalam bahasa Balinya disebut “Tedung atau Pajeng”, asal muasalnya bukanlah payung biasa yang digunakan untuk keperluan sehari-hari saat musim hujan atau kepanasan. Walaupun fungsi utamanya tetap sebagai pelindung, Tedung atau Pajeng ini digunakan dalam aktifitas upacara adat/keagamaan. Dengan demikian payungpun memiliki corak dan warna yang beragam yang memiliki ma
kna tertentu -seperti misalnya:
– Payung hitam putih melambangkan keseimbangan alam (Rwa Bhineda).
– Payung warna merah berkaitan dengan lambang Brahma, sinar suci Tuhan dalam aktifitas penciptaan semesta.
– Payung warna hitam berkaitan dengan lambang Wishnu, sinar suci Tuhan dalam aktifias pemeliharaan semesta.
– Payung warna putih berkaitan dengan lambang Ciwa, sinar suci Tuhan dalam aktifitas pelebur an alam semesta.
Namun demikian, belakangan payung ini mulai dipergunakan di hotel-hotel, taman maupun tempat pariwisata lain atau bahkan perumahan untuk memperkuat element Bali yang menjadi thema tempat tersebut.
Desa Kayu Bihi di kabupaten Bangli di Bali, adalah salah satu tempat dimana kita bisa menemukan Tedung atau Payung yang berkwalias baik diproduksi dalam skala rumahan. Lokasinya tidak jauh dari kota Bangli kearah Kintamani. Selain memproduksi payung untuk keperluan upacara keagamaan, tempat ini juga memproduksi payung payung besar berbahan parachute untuk keperluan pariwisata di pantai.
Payung terbuat dari bahan bamboo untuk rangka, benang, kain katun, serta kayu untuk tiang . Di sana kita bisa melihat bagaimana pengrajin menjalin benang untuk memperkuat pangkal payung, yang ternyata hasilnya tidak saja kuat namun juga sangat indah berwarna warni. Jika anda berkesempatan main ke Bali, mampirlah ke Bangli, karena kota ini tidak saja indah & sejuk, namun juga memiliki banyak pengrajin yang memasok produk-produk pendukung pariwisata.
Related Articles
Cara sederhana Mengevaluasi Design Kemasan Brand Yang Sedang Aktif.
Ketika kita ditunjuk oleh perusahaan untuk menangani suatu produk/brand yang sedang berjalan, tentunya banyak hal yang harus kita lakukan guna meningkatkan kinerja dari produk/brand tersebut. Pekerjaan ini tentunya bukan sesuatu yang mudah. Namun apabila kita lakukan dengan cukup hati-hati dan terencana, diharapkan bukan hanya membuat kita mampu mempertahankan kinerja brand tersebut , namun juga mampu […]