Berkunjung ke Loksado sungguh memberi banyak pengetahuan baru bagi saya. Bukan saja tentang hal yang baru saya lihat, baru saya alami dan rasakan, baru saya dengar dan bahkan baru pertama kali saya kecap. Agak lebay kah saya? Tentu tidak!.
Serius. Bagi saya Loksado itu ternyata membawa pengalaman baru kuliner juga. Selain Soto Banjar yang kesohor itu, ternyata ada lagi makanan yang sungguh mati saya doyan banget. Namanya Jangan Santan Umbut Kelapa. Nah..ikut penasaran kan?.Awalnya saya menyangka itu Sayur Lodeh biasa. Bukan. Kata Ibu yang masak. Namanya “Jangan Santan” katanya. Oh. Oke. Buat saya malah lebih mudah. Karena kata Sayur pun dalam bahasa Bali halus disebut dengan “Jangan” juga. Jadi Jangan Santan = Sayur Santan. Oke. Oke. Ini gampang buat saya mengingat.
Kemudian saya melihat ada irisan benda putih putih di dalamnya. Apa itu? Rebung bambu kah? . Saya cicip. Waah… enak banget. Bukan rebung. Lebih enak dari rebung malah. Tapi apa ini?
Ini namanya Umbut Kelapa. Saya tetap heran dan penasaran. Umbut Kelapa ? Apa itu? Lalu saya dijelaskan oleh ibu itu bahwa Umbut Kelapa adalah pucuk pohon kelapa yang akan tumbuh jadi daun daun kelapa. Biasanya diambil dari pohon kelapa yang ditebang. Ooh!. Saya terkejut bukan alang kepalang. Waduuh… agar bisa diambil umbutnya, sebuah pohon kelapa harus ditebang dulu ya. Pasti sangat mahal harganya. “Ya..memang mahal. Sekilonya bisa lima puluh ribu atau lebih” jelas ibu itu. Saya manggut manggut.
Lalu memasaknya gimana? Rupanya serupa juga dengan Sayur Lodeh biasa. Bawang merah, bawang putih, terasi, garam diulek. Lalu digeprek lengkuas, sereh dan daun salam. Dan tentunya Santan ya…buat kuahnya.
Sungguh. Sayur ini enak banget. Habis sepiring oleh saya. Terasa kurang. Bolehkah saya nambah ya? Sebenarnya tak ada yang melarang. Tapi ini bersantan. Apa-apa nggak ya jika makan sayur santan ini banyak? Terlalu banyak lemak nggak ya?
Lalu saya melirik ke piring dokter Handrawan Nadesul yang kebetulan duduk di samping saya. Kelihatannya beliau juga sangat menikmati sayur bersantan itu. Anteng menyuap dan mengunyah dengan pelan. Sayapun merasa tenang.
Kalau beliau yang seorang dokter ahli kesehatan yang umurnya dibatas saya, terlihat baik-baik dan santai saja menikmati apapun yang dihidangkan tanpa terlihat berpantang, mungkin nggak apa-apa juga barangkali buat saya makan Jangan Santan Umbut Kelapa ini sedikit agak banyak.
Hiyaaa… mari kita nambah ๐๐๐๐๐
Yuk kita wisata Kuliner ke Kalimantan Selatan. Cintai masakan Indonesia!.