Hari Sabtu pagi. Saya bangun agak kesiangan karena semalam baru kembali dari luar kota. Tapi karena niat saya mau berlari pagi, jadi nggak apa-apalah saya tetap keluar walaupun kesiangan 😀😀😀.
Berlari hanya di sekitar perumahan saja. Lumayan sudah mengeluarkan keringat. Dan yang lebih penting adalah bertegur sapa dan bertukar senyum dengan tukang sayur yang mangkal, pak satpam, ibu-ibu pembersih taman, tukang bubur, mbak-mbak yang sedang berbelanja dan juga para tetangga yang sedang berjalan-jalan pagi.
Usai berlari, saya mampir di tukang sayur untuk membeli pepaya dan selada air. Lalu ada si Budhe Tukang Jamu. “Olah raga pagi, Bu? “Sapanya dengan sumringah seperti biasanya. Saya tersenyum mengiyakan dan bercakap-cakap sebentar dengannya. Selalu menyenangkan jika ngobrol dengan Budhe. Sayapun memesan sebotol jamu sirih kunyit asem. Sambil menyiapkan jamunya, si Budhe bertanya kepada saya.
“Bu, itu mbaknya yang kerja di ibu keluar ya Bu?”. Saya berpikir sejenak. Karena yang sekarang baru saja mulai bekerja. “Yang dari Purworejo”. Katanya. Oooh…
“Ya Budhe. Cuma sempat kerja beberapa hari saja, terus pulang dan tak kembali” kata saya.
“Alasannya apa Bu waktu minta ijin pulang?” Saya lalu menceritakan jika alasannya waktu itu adalah ingin pulang selama 2 hari karena ingin mengurus administrasi anaknya sebentar karena mendapat sejenis beasiswa. Ya jadi saya ijinkan, karena buat saya pendidikan anak itu sangat penting. Tapi di hari yang ia janjikan akan datang ia tak muncul. Demikian juga hari hari berikutnya hingga saya mendapat konfirmasi bahwa ia positive keluar.
Saya sendiri tidak menyesali kepergiannya, karena saya mendapatkan informasi berikutnya bahwa ia sebenarnya ogah-ogahan bekerja dan bahkan memiliki sejarah kejujuran yang buruk saat bekerja dengan majikan-majikan sebelumnya. Jadi beruntunglah saya tidak perlu bergalau hati seandainyapun ia ketahuan melakukan hal yang aneh-aneh. Tapi bagian ini tidak saya ceritakan kepada si Budhe Tukang Jamu.
Saat saya terdiam sambil mengingat-ingat wajah si Mbak yang cuma sempat bekerja beberapa hari saja di rumah saya itu, si Budhe tiba-tiba curhat.
“Itu lho Buuuu! Mbaknya itu membawa kabur baju saya dan nggak bayar” katanya dengan muka sangat murung. Hah ???!!!.
Saya seperti tersengat listrik. Kaget!. Lha? Kok bisa?? Dia kan hanya beberapa hari saja kerja di tempat saya? Kok sudah sempat-sempatnya melakukan kejahatan?. Saya tidak mengerti. Selain itu, ia juga orang baru di perumahan ini. Karena sebelumnya ia bekerja di perumahan lain di BSD.
“Lah..Budhe kok bisa percaya ngasih baju ke orang baru gitu? “ tanya saya heran. Si Budhe yang baik ini selain menjadi Tukang Jamu juga berjualan baju dengan cara nencicil-cicilkan kepada para pembantu rumah tangga di perumahan itu. Pernah saya ceritakan di tulisan ini (Tukang Jamu Dalam Ekosistem Perumahan) sebelumnya.
“Lha…gimana to Bu?. Wong dia bilangnya besok pasti akan dibayar karena waktu itu dia nggak bawa uang. Ya saya percaya saja“. Katanya memelas. Saya kok tidak tega melihatnya.
“Terus saya tanya tanya ke orang-orang. Dikasih tahuin itu pembantunya Ibu Dani. Terus karena nggak dateng-dateng, saya samperin ke rumah ibu. Saya ketok-ketok, nggak ada yang bukain pintu.”. Ceritanya. Waduuuh ..nama saya jadi kebawa-bawa deh ya.
“Terus saya tanya Mbak Imah ( Tukang Sayur) katanya sudah lama nggak pernah muncul belanja sayur. Mungkin sudah pulang ke Jawa. Atau brenti kerja, Bu?”. Saya semakin tidak tega mendengarnya. Ya…memang dia sudah lama pamit pulang. Cuma beberapa hari saja di rumah saya. Walaupun cuma beberapa hari saja, ternyata sudah mampu menciptakan penderitaan bagi orang lain.
Saya bertanya berapa banyak ia berhutang. Budhe menyebutkan sejumlah angka. Ooh..rupanya tidak terlalu besar. Saya pikir saya masih bisa menalangin dengan ikhlas. Kasihan juga si Budhe jika ia harus nenanggung kerugian akibat ulah pembantu yang bekerja di tempat saya.
Akhirnya saya tepuk bahunya si Budhe. “Sudahlah Budhe. Nanti saya ganti. Biar Budhe nggak rugi” kata saya lalu membayar sekalian dengan harga jamu kunyit asem. Si Budhe mengucapkan terimakasih dan terharu. “Kok bisa ya ada orang kayak gitu. Nggak kayak yang lainnya di perumahan ini. Biasanya jujur. Apa dia juga ada minjem uang sama Ibu? ” tanya si Budhe. “Ya Budhe. Tapi nggak seberapa. Buat ongkos pulang dan keperluan di sana saja”. Kata saya. Dan saya sudah mengikhlaskannya saat itu. Jadi saya tak punya beban ataupun rasa sesal sedikitpun. Sekarang saya baru tahu ternyata ia merugikan si Budhe Tukang Jamu.
Sambil berjalan pulang saya jadi berpikir-pikir. Urusan pembantu rumah tangga memang masalah yang sangat pelik buat ibu-ibu. Kita memasukkan orang asing yang tak kita kenal ke dalam rumah kita.
Jika kita percaya begitu saja, kita tak pernah tahu sebelumnya apakah orang ini jujur dan akan terus jujur selama di rumah kita. Jika tidak, tentu kita yang akan kena musibah.
Tapi jika kita tak percaya dan cenderung curiga tentu akan menghasilkan hubungan kerja yang kurang harmonis juga dengan pembantu. Karena pada kenyataannya, menurut pengalaman saya kebanyakan dari mereka sebenarnya jujur-jujur dan baik-baik. Tentu tidak adil juga jika mereka dicurigai setiap saat.
Interview, sreening dan reference di saat awal menurut saya tetap penting. Walaupun kadang-kadang si pemberi referensi juga tidak mengenal cukup baik.
Teman-teman adakah yang punya pengalaman serupa?