Dalam dunia modern ini, tidak mudah bagi kita untuk menghindarkan diri dari penggunaan bahan-bahan plastik yang tidak ramah bagi lingkungan alam sekitar kita. Dengan segala kemudahan dan kepraktisannya, membuat kita menjadi sangat bergantung pada keberadaannya. Demikian juga dengan bahan glass. Walaupun sebagian glass bisa digunakan lebih lama daripada plastik dan lebih mudah didaur ulang, namun sebagian bahan gelas terutana gelas yang dilapis tetap tidak ramah lingkungan. Namun di sini, di sebuah camp di pedalaman India, saya melihat upaya untuk memperkecil perusakan lingkungan oleh aktifitas manusia dilakukan dengan sungguh-sungguh di camp itu.
Salah satu upaya kegiatan ramah lingkungan yang saya lihat dilakukan di sana adalah mengganti penggunaan mangkok-mangkok plastik dan kaca dengan mangkok daun jati kering. Saya belum pernah melihat yang ini sebelumnya. Menarik juga!.
Saya memang melihat banyak pohon kayu jati (Tectonia grandis) di tanam di sana. Daunnya banyak dan sebagian ada yang menguning lalu gugur ke tanah di tiup angin. Melihat banyaknya pohon jati, seseorang mungkin ada yang memunguti daunnya. Mengeringkannya dengan baik, lalu cukup kreative membentuknya menjadi cekung serupa mangkok dan memanfaatkannya untuk menikmati makanan.
Saya menemukannya ketika sore hari kami disuguhi snack yang terbuat dari kacang ijo kukus berbumbu bawang dan cabe kering. Snack alami dari kacang-kacangan, dihidangkannya dengan memanfaatkan mangkok daun jati. Dan dimakan sambil berdiri di luar ruangan di bawah pohon-pohon yang rindang. Di antara desau angin sore pedesaan. Diantara kicauan burung dan tupai yang sibuk berlarian ke sana kemari mencari biji-bijian. Tidak ada sebuah aturan protokoler acara makan yang harus diikuti. Semuanya sangat natural. Aduuuuh..saya merasa sangat menyatu dengan alam.
Setelah makan, kami membuang daun jati kering itu ke tempat sampah dan kamipun kembali ke aktifitas kami masing-masing. Saya terkesan sekali dengan upaya mereka merawat lingkungan.
Sebenarnya, jika kita ingat-ingat, sebelum plastik datang merajalela, di Indonesiapun kita banyak memanfaatkan bahan alam ramah lingkungan untuk aktifitas kita sehari-hari. Seperti contohnya daun jati ini. Di Jawa, daunnya yang lebar-lebar secara traditional sangat umum kita lihat digunakan untuk membungkus makanan. Demikian juga di tempat lain. Daun pisang. Sangat umum digunakan sebagai pembungkus. Lalu daun talas dimanfaatkan untuk payung. Namun semakin ke sini, semakin sedikit pemanfaatannya karena semuanya sudah tergantikan dengan plastik. Barangkali karena semakin sulit dan mahal juga didapatkan, karena pohonnya juga semakin banyak yang ditebang. Kembali lagi kealasan bahwa plastik lebih praktis, lebih murah dan lebih mudah di dapat.
Jaman dulu orang di Bali juga biasanya makan dengan menggunakan kau, ingka atau tamas. Namun semakin ke sini, semakin tergantikan oleh piring kaca atau plastik. Kau, yakni mangkok yang terbuat dari batok kelapa barangkali sudah tidak ada yang menggunakannya lagi selain sebagai hiasan. Ingka, yakni piring yang terbuat dari jalinan lidi kelapa saya lihat masih digunakan sesekali. Tamas, yakni piring yang dibuat dari daun kelapa hanya digunakan untuk upacara saja. Agar bisa dipakai berulang-ulang ingka dan tamas ini biasanya dilapisi dengan daun pisang. Sekarang lapisan daun pisang ini lebih sering diganti dengan lapisan kertas coklat pembungkus makanan. yang menggunakannya pun tetap lebih sedikit daripada yang menggunakan piring berbahan plastik atau gelas.
Nah melihat mangkok daun jati kering ini digunakan untuk menjamu tamu-tamunya, saya benar-benar merasa hormat kepada tuan rumah. Sangat berkawan dengan alam!.
Sebenarnya sebelum saya datang ke sana, saya sudah disurati agar mengatur sedemikian rupa pakaian saya, karena tuan rumah mempunyai komitment yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Saya pikir tentu maksudnya supaya saya tidak menggunakan detergent selama di sana. Maka sayapun hanya membawa pakaian seadanya. Sesedikit mungkin agar tidak menyusahkan tuan rumah. Saya bisa mengerti akan maksud baik tuan rumah terhadap lingkungan.
Dan ketika tiba di sana, saya melihat ternyata lingkungan di tempat saya menginap itu memang benar-benar sangat asri. Penuh pepohonan besar yang rindang dan hijau. Di bawah pepohonan itu, halamannya tampak bersih dan tak ada sampah plastik. Ada beberapa tempat sampah yang disediakan. Isinya sampah organik semua. Di belakang camp itu, saat saya pergi ke danau, saya melihat ada tempat sampah untuk membuang sisa-sisa makanan. Ada juga sampah plastik di dalamnya, namun jumlahnya sangat sedikit sekali. Hebat juga!. Saya pikir,hal ini mungkin bisa dicapai karena semua bahan-bahan yang dibutuhkan termasuk bahan makanan semua di swadaya oleh masyarakat setempat.Sehingga kebutuhan akan bahan-bahan dari luar yang umumnya dibungkus plastik menjadi berkurang.
Namun secara keseluruhan, memang bisa kita acungi jempol untuk upayanya dalam mengurangi plastik seminimal mungkin guna menyelamatkan lingkungan.
Let’s Go Green!.