Monthly Archives: September 2022

BERTENGKAR UNTUK APA?

Standard
Pertengkaran Kucing

Sepulang dari berjalan pagi, di dekat lapangan olah raga sebelah rumah saya melihat seekor kucing cukup besar berwarna orange sedang duduk di pojok lapangan yang ketinggiannya sekitat 1 meter dari jalanan. Terlihat santai dan sangat menikmati hari. Enjoy life!

Belum sempat memperhatikan lebih banyak, tiba-tiba saya melihat seekor kucing orange lain yang lebih muda dan kecil, mengintip dan mengendap-endap bersiap untuk menyerang Kucing orange yang sedang bersantai itu. Astaga! Kucing besar yang lebih tua itu tidak sadar dirinya akan diserang.

Belum sempat saya berpikir, kucing muda itu sudah melompat dengan sigap, berdiri depan kucing yang tua dan langsung mengerang mengancam. Mau tidak mau ia terpaksa bangkit dari duduknya dan menghadapi penyerangnya yang lebih muda itu.

Saya jadi ingin tahu, apa yang akan terjadi. Mengeluarkan hape dari saku dan merekam.

Mulailah adegan seringai menyeringai dan ancam mengancam dari kedua ekor kucing orange itu. Saya sendiri bingung, apa ya yang dipertengkarkan?

Setelah keduanya saling bentak, saling mengancan dan saling bertahan sambil mengadukan kepalanya, saya melihat kucing yang lebih besar mengalah. Pandangannya beralih ke tempat lain. Perlahan ia memindahkan kakinya, lalu melangkah pergi dengan gagah. Pelan pelan tapi pasti. Sesekali ia menoleh ke belakang ke arah kucing muda itu. Lalu menghilang di balik gardu listrik.

Saya lihat kucing muda itu sekarang mengambil alih pojok lapangan tempat kucing besar itu bersantai. Ia mencium lantai tempat kucing besar itu tadi duduk dan mulai melingkarkan badannya di situ.

Ooh… rupanya memperebutkan pojok lapangan, lokasi untuk bersantai. Saya mulai sedikit paham.

Tapi beberapa detik kemudian, ia bangkit lagi lalu berjalan meninggalkan pojok lapangan itu dengan santai. Kembali saya tidak paham.

Lho??!! Kok ditinggal? Lalu tadi itu bertengkar untuk apa?

Saya heran melihatnya. Kalau memang pojok itu tidak akan dipakai, mengapa harus diperebutkan dan dipertengkarkan? Dasar kucing!

Saya berhenti merekam. Kejadian itu berlangsung sekitar 11 setengah menit. Sungguh saya jadi penasaran , apa sesungguhnya motivasi kucing muda itu mengajak kucing yang lebih tua bertengkar?

Apakah memang ingin memperebutkan lokasi duduk di pojokan lapangan ? Atau ingin menjajal kemampuan bertengkar? Ataukah hanya sekedar mendapat pengakuan, bahwa teritori itu miliknya? Atau mau membuktikan slogan “kecil-kecil cabe rawit?”. Tak paham saya. Untung saja kucing besar itu baik hati dan mengalah. Kalau ia mau, saya yakin dengan mudah ia bisa membanting dan menggigit kucing muda itu hingga babak belur. Tapi tidak ia lakukan.

Apakah kisah serupa begini terdengar familiar diantara kita? Wk wk wk 🤣🤣🤣🤣.

Mempertengkarkan sesuatu, yang sebetulnya nggak benar-benar ingin kita gunakan juga? Yang penting menang. Perkara nanti yang diperebutkan itu kita pakai atau nggak kita pakai, itu urusan belakangan.

Ego, terkadang membuat kita mengedepankan nafsu serakah dan keinginan berkuasa kita dengan tidak menghargai dan menghormati hak-hak orang lain yang sesungguhnya mungkin lebih butuh ketimbang kita.

CELAMITAN

Standard

Salah satu hal paling menarik yang bisa saya nikmati setiap kali berjalan pagi di perumahan adalah melihat-lihat tanaman tetangga. Bunga-bunga yang indah warna warni, buah-buahan yang ranum menggelantung di pohonnya, sayur-sayuran segar hidroponik yang dipajang di luar pagar. Semuanya bikin ngiler.

Seperti pagi ini, pandangan saya tertuju pada deretan kangkung, pakcoy dan bayam singapur, di instalasi hidroponik tetangga yamg dipajang di depan rumahnya. Seger banget. Kebayang segarnya hidangan sayuran hijau di meja makan, yg diolah dari sayuran baru petik.

Lalu berikutnya ada pohon mangga manalagi yang berbuah banyak dan rendah sejangkauan tangan. Tinggal loncat dikit rasanya nyampai itu. Rasanya pengen meminta & pengen memetik.

Manusia memang dibekali bakat “celamitan” dari sononya. Jangankan sayur, buah dan bunga. Wong rumput tetangga saja yg terlihat lebih hijau dipengeni.

Tetapi sebenarnya sadar nggak sih saya , bahwa untuk membuat rumput itu menjadi sedemikian hijau segar dan rapi, juga untuk membuat tanaman hias itu tumbuh subur berbunga warna-warni mewangi, dibutuhkan kerja keras pemiliknya untuk menanam, merawat, menyiram, memupuk, menyiangi???. Itu butuh modal, waktu dan kerja keras woiiii…

Demikian juga sayuran hidroponik dan mangga yang bikin ngeces itu. Semua ditanam dan dirawat oleh pemiliknya dengan sepenuh hati dan sepenuh pengharapan.

Lha, lalu siapa saya ini yang hanya sekedar seorang tetangga yang kebetulan lewat tanpa pernah berkontribusi apa-apa kok tiba-tiba menginginkan sayuran dan mangga tetangga itu ? Ingin meminta dan memetik…

Tak jauh dari pohon mangga itu, saya lihat ada Mbak asisten rumah tangga di rumah tetangga saya itu sedang menyapu. Sayapun berkomentar,

“Wow. Banyak sekali buah mangganya Mbak” .

Si Mbak dengan nada kurang ramah
“Ya Bu. Tapi masih pada hijau”

Rupanya si Mbak tahu soal jiwa celamitan saya. Langsung ketus. Padahal saya nggak bilang minta lho.

OMBUDSMAN PENSIUN.

Standard

Pengalaman Hidup : Kisah 10 TAHUN Menjadi Ombudsman Perusahaan.

Kemarin saat membuka laman Facebook. Muncul foto lawas saya bersama beberapa teman team promoters saat istirahat dari sebuah Sales & Marketing meeting session di sebuah hotel di tepi pantai Senggigi, Lombok 10 tahun yang lalu.

Foto itu menunjukkan kegembiraan suasana. Tetapi di balik foto itu, ingatan saya melayang pada sebuah hal penting dalam sejarah hidup saya. Karena pada hari itu, 8 Sept 2012, untuk pertama kalinya saya ditetapkan sebagai OMBUDSMAN alias Ombudsperson perusahaan Wipro Unza Indonesia menggantikan Ombudsman sebelumnya yang pindah tugas ke negara lain. Sebuah role tambahan, di luar tanggung jawab saya sebagai Marketing Director saat itu.

Sejak itu saya menjalankan tugas saya sebagai OMBUDSMAN Perusahaan hingga tanggal 15 Agustus 2022 yang lalu. Saya pensiun alias berhenti sebagai Ombudsman setelah menunaikan masa tugas saya selama 10 tahun.

Sepuluh tahun!!! Cukup lama juga ya. Tak terasa. Tentu banyak sekali yang saya alami selama menjalankan fungsi itu. Menangani berbagai kasus pelanggaran terhadap Code of Business Conduct & Ethics, serta Spirit of Wipro Value, nilai-nilai yang ditanamankan oleh perusahaan dan group. Ngapain aja kerjaannya sebagai Ombudsman? Ya banyak. Mulai dari menerima keluhan maupun laporan pelanggaran, menginvestigasi, menganalisa masalah, pembuktian, membuat kesimpulan, memberi rekomendasi kepada komite untuk pemecahan masalah dan penyelesaiannya yang tepat & adil . Jujurnya, pekerjaan seperti ini sangat mirip dengan kerjaan detektif saat menginvestigasi😀.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun, tentu saja jumlah kasus yang saya tangani sangat banyak. Kasus besar, kasus kecil, kasus ringan, sedang hingga pelanggaran berat yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Jenis kasusnya juga beragam. Mulai dari kasus pemalsuan bon bensin, kwitansi hotel, pemalsuan data, penggelapan uang, penerimaan hadiah atau kado dari vendors, pelecehan verbal , pelecehan sexual, double job, penyalahgunaan wewenang & jabatan, sikap dan tindakan yang tidak adil /un-fairness, penyogokan, pemerasan, dsb.

Jika saya tengok ke belakang dan napak tilas perjalanan saya sebagai seorang Ombudsman, satu hal ingin saya katakan, saya sangat senang dan bersyukur berada di perusahaan ini, yang memiliki Value alias nilai-nilai baik yang diyakini dan ditanamkan kepada seluruh karyawannya untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai atau value yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang bukan hanya sekedar dicatat dalam buku panduan ataupun plakat yang digantung di dinding.

Dengan guidance yang jelas dan transparant, sosialisasi yang baik tentang mana yang boleh dan tidak boleh, training yang memadai, konsultasi gratis, test & refreshment, membuat kita yang ingin jadi orang baik dalam kehidupan ini, menjadi lebih mudah.

Ibaratnya jika kita ingin tubuh kita bersih, maka jika kita berenang dan mandi di mata air yang bersih dan jernih tentu tujuan kita lebih mudah tercapai, ketimbang jika kita ingin badan kita bersih tapi berenang dan mandi di kolam yang airnya kotor dan keruh.

Berada di lingkungan yang bersih, dimana setiap orang dituntut untuk menerapkan nilai nilai kejujuran /integritas yang tinggi, respek terhadap orang lain/menghormati setiap orang tanpa memandang jabatan, gender, bangsa, agama, suku maupun rasnya, berusaha membantu agar orang lain sukses, tentu jauh lebih mudah. Sangat mudah, karena kita tinggal ikut jalur saja. Dan setiap orang di sekeliling kita itu pun bersih atau setidaknya paham bahwa ia dituntut bersih. Mungkin ada satu dua orang yang tidak bersih, tetapi lingkungan yang waspada tentu akan melaporkan lewat jalur yang disediakan.

Bisa dibayangkan jika kita hidup di lingkungan dimana budaya sogok menyogok , suap menyuap, sikap kasar, merendahkan orang lain, kolusi, nepotisme, korupsi dan berbagai pelanggaran lain dianggap biasa dan normal, walaupun jika kita ingin hidup bersih sendiri dan menolak ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan maksiat itu tentu jauh lebih sulit. Bisa-bisa kita dikata-katain dan dianggap SOK suci, sok bersih, pahlawan kesiangan, dsb.

Dipercaya menjadi seorang Ombudsman, memberi saya banyak pelajaran bagaimana seharusnya saya menempatkan diri saya.

Setidaknya saya harus belajar membuat diri saya terjangkau alias “reachable”. Agar orang-orang mudah menghubungi saya saat mereka butuh, merasa cukup dekat dengan saya sehingga berani curhat, mengeluhkan uneg-uneg dan melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang mereka ketahui atau curigai tanpa beban.

Juga memberi saya pelajaran bagaimana agar saya sabar, tabah, teliti, tekun dan hati-hati serta harus melihat segala sesuatu dengan pikiran dan hati yang neutral dan berimbang, agar bisa melihat permasalahan drngan lebih menyeluruh. Ini sangat penting agar berikutnya bisa memberikan rekomendasi keputusan yg tepat dan adil.

Dan juga memberi saya pelajaran agar menjadi orang yang tabah dan berani, tanpa terpengaruh oleh kedudukan atau jabatan orang yang harus saya periksa interview dan interogasi.

Dan pelajaran yang terpenting lagi dalam hidup saya dari menjalankan tigas sebagai Ombudsman ini adalah melakoni apa yang saya katakan. Walk The Talk!

Sekarang saya sudah pensiun dari tugas saya sebagai Ombudsman. Tapi kenangan, pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan tak akan bisa saya lupakan sepanjang hidup saya.