Category Archives: Motivation

Ngobrol Buku “Resep Rahasia Cinta”.

Standard

Dari acara Ngobrolin Buku “Resep Rahasia Cinta” di Gedung Kompas, Jl Jayagiri 3 Renon- Denpasar, Bali.

Dihadiri beberapa teman penulis, sahabat, mahasiswa dan pelajar, acara ini dimotori oleh Bali Mangsi Foundation yang dikomandani oleh sahabat Gde Hariwangsa , pengantar acara Budi dan moderator Maria Ekaristi.

Acara ini diawali dengan sambutan Cok Yudistira dari Kompas,  dilanjutkan dengan pemutaran film “Resep Rahasia Cinta” yang dikembangkan dari salah satu cerita di buku ini,  disutradarai oleh Rudi Rukman

Pembahasan tentang isi buku tidak terlalu banyak. Audience lebih tertarik untuk mendiskusikan proses penerjemahan tulisan ke bentuk media lain seperti media audio visual, soal target audience, soal, proses editing, dll.

Sutradara Rudi Rukman bercerita tentang bagaimana ia mulai menggunakan cerita-cerita yang ada di buku “100 Cerita Inspiratif” dan ” 50 Cerita Inspiratif- Resep Rahasia Cinta” dan mengembangkannya ke dalam bentuk film. Step pertama tentu dengan cara mengadaptasi tulisan asli ke dalam bentuk Naskah Film yang ia pecah menjadi scene demi scene sesuai dengan durasi yang diinginkan. Saat ini ia bekerjasama dengan pihak Genflix dan sebuah Station TV Swasta untuk penayangannya.

Ia juga menceritakan strategynya agar bisa terus produktif dengan cara memproduksi low budget film dengan memanfaatkan sponsor-sponsor atau pihak usaha yang bisa diajak bekerjasama.

Pembicara Tamu, Agung Bawantara, penulis, pembuat film dan penggagas Denpasar Film Festifal,  memberikan pencerahan kepada audience, bahwa dari bentuk tulisan ini sebenarnya banyak peluang penterjemahan ke dalam bentuk media lain seperti Film seperti yang dilakukan oleh Sutradara Rudi Rukman,  bisa juga dalam bentuk cut video pendek, atau reels  yang bisa ditayangkan di Facebook, atau Tik Tok, dan jika kita hanya mengambil audionya saja, bisa dijadikan materi untuk radio,  atau juga bentuk pembacaan yang juga bisa ditayangkan di Youtube.

Dengan berkembangnya teknologi, sebagai penulis, sebetulnya kita bisa memanfaatkan berbagai bentuk media untuk menyalurkan ide-ide dan kreatifitas kita. Peluang bagi setiap penulis untuk mendiversifikasi karya-karyanya ke dalam multi media.

Potensi Untuk Bali.
Agung juga melihat potensi Bali sebagai sentra produksi perfilman, tentunya dengan perbaikan sarana prasarana agar memadai.

Mendengar ini, Rudi Rukman menambahkan bahwa ia juga melihat peluang usaha penyedia talent di Bali, mengingat pengalamannya sendiri yang sering kesulitan dalam mendapatkan talent yang sesuai ketika shooting di Bali.

Pro – Kontra
Diskusi semakin menarik, ketika penulis Gm Sukawidana menyampaikan pendapatnya bahwa ia lebih menyukai Resep Rahasia Cinta ini tetap dalam bentuk tulisan, sehingga memungkinkannya sebagai pembaca untuk tetap “berimajinasi liar” tanpa frame.  Ketika tulisan ini diterjemahkan ke dalam bentuk film, ia merasa telah terlalu banyak menyimpang, sehingga kehilangan keasliannya.

Rudi Rukman, sang sutradara menanggapi, bahwa ia membutuhkan beberapa pengembangan untuk menyesuaikan kebutuhan penonton filmnya.

Saya sendiri mengakui bahwa tidaklah mudah menterjemahkan sebuah tulisan ke dalam bentuk platform media lain, misalnya  Film.  Hal ini terjadi, karena ketika seorang penulis menuliskan pikirannya ke dalam bentuk tulisan, pembaca akan menangkap alam pikir dan gagasan penulis dan menginterpretasikannya sendiri sesuai dengan latar belakang dan pengalamannya sendiri. Semua audio visual yang melintas di pikiran pembaca adalah hasil karangannya sendiri. Oleh karenanya, interpretasi pembaca bisa berbeda-beda.

Sedangkan sutradara, mengolah interpretasinya sendiri dari membaca tulisan itu, lalu mengarangkan audio visualnya untuk disuguhkan ke penonton. Tentu saja tidak ada jaminan 100% apa yang ditangkap oleh pembaca dari buku akan sama persis dengan yang ditangkap ketika pembaca menjadi penonton film.

Untuk itu Agung Bawantara menengahi dengan mengatakan pendapatnya, bahwa memang tidak ada media yang sempurna. Semua dengan kelebihan dan kekurangannya. Itulah pula sebabnya, mengapa semua platform media itu tetap eksis dan tetap ada penggemarnya.

Sayang sekali diskusi ini harus berakhir, karena sudah terlalu siang, meninggalkan beberapa audience yang masih ingin bertanya tetapi tak kebagian waktu.

Saya mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya  kepada Bali Mangsi Foundation dan Maria  Ekaristi yang sudah mengorbankan waktu dan tenaga untuk merancang dan merangkai acara Ngobrol Buku ini,  dan Pak Cok Yudistira yang sudah memberikan ijin penggunaan Gedung Kompas untuk acara ini.

ANTARA MEMUNGUT DAN MENCURI.

Standard

Pagi tadi saya jalan kaki menelusuri taman. Taman perumahan ini, selain dimanfaatkan oleh penghuni perumahan untuk bersantai, duduk-duduk, olah raga, jalan kaki, mendorong kereta bayi dan ngajak binatang peliharaan jalan-jalan, di beberapa titik dijadikan tempat pembuangan sampah khusus hasil pemotongan cabang pohon.

Lho, kenapa gitu?
Saya duga itu karena biasanya Petugas Kebersihan tidak mau mengangkut sampah tambahan hasil tebang pohon/ potong dahan dan daun-daun tanpa ngasih ongkos tambahan. Petugas cuma maunya hanya mengangkut sampah rumah tangga biasa.

Mungkin (ini mungkin lho, dugaan saya sendiri), karena itu, warga yang menebang/memotong dahan pohon tapi tidak mau keluar uang tambahan, membuang sampah tanaman itu ke taman. Dengan harapan petugas kebersihan tetap mengangkutnya tanpa meminta bayaran tambahan, karena itu sampah taman. (Penguman: saya sih tidak pernah membuang sampah ke taman ya).

Yang jelas, saya lihat ada tiga lokasi di taman ini yang sering saya lihat menjadi tempat pembuangan sampah pohon/ tanaman sisa potong/tebang.

Pagi tadi, di salah satu lokasi yang sering dijadikan tempat sampah pohon itu, saya melihat tidak ada sampah pohonnya. Tapi ada 3 buah pohon Pakis Tanduk Rusa yang diletakkan di situ.

Saya melirik. Lho? Itu pohon Pakis Tanduk Rusa dibuang atau bagaimana ya? Saya mendekat. Yang satu besar, masih segar yang satu kecil juga masih segar, dan satunya lagi panjang tapi kayaknya layu, mungkin yang ngambil asal tarik saja dari pohonnya.

Mm…menarik juga ini. Saya mikir, apakah ini sampah yang dibuang warga? Sayang banget kalau dibuang. Bolehkah saya memungutnya ?Tapi kalau dipungut, takutnya ada orang yang punya. Kalau ada yang punya dan saya ambil bawa pulang, berarti saya maling dong ?

Saya merasa perbuatan saya itu tidak benar. Lalu saya urungkan niat saya mengambil Pakis Tanduk Rusa itu. Itu maling namanya. Sayapun melanjutkan jalan lagi.

Di jalan, saya terbayang pohon Pakis Tanduk Rusa yang cantik itu. Bathin saya berkata , lha sebenarnya siapa pemilik tanaman itu? Mengapa diletakkan di situ? Apakah sudah dibuang atau bagaimana ya? Tapi kalau lokasinya di situ, semua warga tahu itu tempat orang membuang sampah tanaman. Berarti boleh dipungut dong sebenarnya? Bagaimana kalau saya pungut saja, toh yang punya sudah membuangnya ke situ?

Berpikir begitu, sayapun berputar lagi dan menuju tempat Pakis itu dibuang. Saya mendekat. Memotret tanaman yang masih terlihat bagus itu. Saya ingin mengambilnya. Tapi entah kenapa pikiran saya ragu. Ah… belum tentu pemiliknya bermaksud membuang tanaman ini. Bisa jadi ia cuma nitip dulu sementara di sini. Nah jjka saya ambil, berarti saya ini maling ya? Waduuuh… tidak benar itu.

Sayapun menjauh lagi. Coba lupakan sajalah niat buruk itu. Tidak baik. Mengambil sesuatu yang bukan milikmu , apalagi dengan niat memiliki itu adalah sebuah kejahatan. Orang tua saya, saudara saya, guru saya di sekolah, semua mengajarkan begitu. ASTEYA!!!!! Tidak boleh mencuri. Tidak boleh mengambil milik orang lain.

Di jalan, kembali saya berpikir, kalau saya ambil, sebenarnya saya kan tidak mencuri ya? Kan ngambilnya dari tempat sampah pohon? Itu MEMUNGUT namanya, bukan MENCURI. Sama seperti nelayan yang mengambil ikan di lautan. Ngambil milik Tuhan. Karena tidak ada manusia lain yang memilikinya.

Lho, tiba-tiba saya kangen ketemu petugas kebersihan taman. Mau minta ijin. Bolehkah saya mengambil pohon itu dan membawanya pulang? Tapi tidak ada petugas taman saya lihat pagi ini.

Saya mendekat lagi dan memandang pohon Pakis Tanduk Rusa itu. Alangkah indahnya. Saya ambil saja ya. Ini tidak ada pemiliknya. Tapi jika ternyata pemiliknya hanya meminjam tempat saja di taman untuk sementara, tetap saja saya mencuri namanya ya? Kecuali jika saya ketemu pemiliknya dan diijinkan mengambil. Weh… rasanya bingung sendiri.

Tapi kemudian saya ingat, satu ucapan Bapak saya, “Jika kamu ragu, tidak jelas dan yakin apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak, maka JANGAN kamu lakukan!!!! Itu akan menyelamatkanmu dan tetap membuat kamu selalu berjalan dalam kebaikan dan kebenaran”.

Ingat kalimat Bapak saya itu, sayapun membulatkan pikiran. Tidak boleh mengambil Pakis Tanduk Rusa itu. Tidak boleh!!!!

Saya melanjutkan perjalanan saya pulang. Menjelang jembatan, sekali lagi saya menoleh ke arah Pakis Tanduk Rusa itu yang sebentar lagi akan hilang dari pandangan mata saya.

Seorang pemulung dengan karung di punggung dan alat pengais dari besi di tangan kanannya rupanya mendekat ke arah pohon Pakis Tanduk Rusa itu. Saya menontonnya dari kejauhan. Ia berhenti sejenak, memandang ke tanaman hias itu sebentar. Lalu mengambil dan memasukkan pohon Tanduk Rusa itu ke dalam karungnya.

Saya tersenyum di dalam hati saya.
Menengadah ke langit. Burung-burung berkicau dengan riang. Mereka selalu berkicau riang di telinga saya, seperti biasanya.

Bintaro, 19 Desember 2022.

OMBUDSMAN PENSIUN.

Standard

Pengalaman Hidup : Kisah 10 TAHUN Menjadi Ombudsman Perusahaan.

Kemarin saat membuka laman Facebook. Muncul foto lawas saya bersama beberapa teman team promoters saat istirahat dari sebuah Sales & Marketing meeting session di sebuah hotel di tepi pantai Senggigi, Lombok 10 tahun yang lalu.

Foto itu menunjukkan kegembiraan suasana. Tetapi di balik foto itu, ingatan saya melayang pada sebuah hal penting dalam sejarah hidup saya. Karena pada hari itu, 8 Sept 2012, untuk pertama kalinya saya ditetapkan sebagai OMBUDSMAN alias Ombudsperson perusahaan Wipro Unza Indonesia menggantikan Ombudsman sebelumnya yang pindah tugas ke negara lain. Sebuah role tambahan, di luar tanggung jawab saya sebagai Marketing Director saat itu.

Sejak itu saya menjalankan tugas saya sebagai OMBUDSMAN Perusahaan hingga tanggal 15 Agustus 2022 yang lalu. Saya pensiun alias berhenti sebagai Ombudsman setelah menunaikan masa tugas saya selama 10 tahun.

Sepuluh tahun!!! Cukup lama juga ya. Tak terasa. Tentu banyak sekali yang saya alami selama menjalankan fungsi itu. Menangani berbagai kasus pelanggaran terhadap Code of Business Conduct & Ethics, serta Spirit of Wipro Value, nilai-nilai yang ditanamankan oleh perusahaan dan group. Ngapain aja kerjaannya sebagai Ombudsman? Ya banyak. Mulai dari menerima keluhan maupun laporan pelanggaran, menginvestigasi, menganalisa masalah, pembuktian, membuat kesimpulan, memberi rekomendasi kepada komite untuk pemecahan masalah dan penyelesaiannya yang tepat & adil . Jujurnya, pekerjaan seperti ini sangat mirip dengan kerjaan detektif saat menginvestigasi😀.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun, tentu saja jumlah kasus yang saya tangani sangat banyak. Kasus besar, kasus kecil, kasus ringan, sedang hingga pelanggaran berat yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Jenis kasusnya juga beragam. Mulai dari kasus pemalsuan bon bensin, kwitansi hotel, pemalsuan data, penggelapan uang, penerimaan hadiah atau kado dari vendors, pelecehan verbal , pelecehan sexual, double job, penyalahgunaan wewenang & jabatan, sikap dan tindakan yang tidak adil /un-fairness, penyogokan, pemerasan, dsb.

Jika saya tengok ke belakang dan napak tilas perjalanan saya sebagai seorang Ombudsman, satu hal ingin saya katakan, saya sangat senang dan bersyukur berada di perusahaan ini, yang memiliki Value alias nilai-nilai baik yang diyakini dan ditanamkan kepada seluruh karyawannya untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai atau value yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang bukan hanya sekedar dicatat dalam buku panduan ataupun plakat yang digantung di dinding.

Dengan guidance yang jelas dan transparant, sosialisasi yang baik tentang mana yang boleh dan tidak boleh, training yang memadai, konsultasi gratis, test & refreshment, membuat kita yang ingin jadi orang baik dalam kehidupan ini, menjadi lebih mudah.

Ibaratnya jika kita ingin tubuh kita bersih, maka jika kita berenang dan mandi di mata air yang bersih dan jernih tentu tujuan kita lebih mudah tercapai, ketimbang jika kita ingin badan kita bersih tapi berenang dan mandi di kolam yang airnya kotor dan keruh.

Berada di lingkungan yang bersih, dimana setiap orang dituntut untuk menerapkan nilai nilai kejujuran /integritas yang tinggi, respek terhadap orang lain/menghormati setiap orang tanpa memandang jabatan, gender, bangsa, agama, suku maupun rasnya, berusaha membantu agar orang lain sukses, tentu jauh lebih mudah. Sangat mudah, karena kita tinggal ikut jalur saja. Dan setiap orang di sekeliling kita itu pun bersih atau setidaknya paham bahwa ia dituntut bersih. Mungkin ada satu dua orang yang tidak bersih, tetapi lingkungan yang waspada tentu akan melaporkan lewat jalur yang disediakan.

Bisa dibayangkan jika kita hidup di lingkungan dimana budaya sogok menyogok , suap menyuap, sikap kasar, merendahkan orang lain, kolusi, nepotisme, korupsi dan berbagai pelanggaran lain dianggap biasa dan normal, walaupun jika kita ingin hidup bersih sendiri dan menolak ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan maksiat itu tentu jauh lebih sulit. Bisa-bisa kita dikata-katain dan dianggap SOK suci, sok bersih, pahlawan kesiangan, dsb.

Dipercaya menjadi seorang Ombudsman, memberi saya banyak pelajaran bagaimana seharusnya saya menempatkan diri saya.

Setidaknya saya harus belajar membuat diri saya terjangkau alias “reachable”. Agar orang-orang mudah menghubungi saya saat mereka butuh, merasa cukup dekat dengan saya sehingga berani curhat, mengeluhkan uneg-uneg dan melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang mereka ketahui atau curigai tanpa beban.

Juga memberi saya pelajaran bagaimana agar saya sabar, tabah, teliti, tekun dan hati-hati serta harus melihat segala sesuatu dengan pikiran dan hati yang neutral dan berimbang, agar bisa melihat permasalahan drngan lebih menyeluruh. Ini sangat penting agar berikutnya bisa memberikan rekomendasi keputusan yg tepat dan adil.

Dan juga memberi saya pelajaran agar menjadi orang yang tabah dan berani, tanpa terpengaruh oleh kedudukan atau jabatan orang yang harus saya periksa interview dan interogasi.

Dan pelajaran yang terpenting lagi dalam hidup saya dari menjalankan tigas sebagai Ombudsman ini adalah melakoni apa yang saya katakan. Walk The Talk!

Sekarang saya sudah pensiun dari tugas saya sebagai Ombudsman. Tapi kenangan, pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan tak akan bisa saya lupakan sepanjang hidup saya.

Buku Resep Rahasia Cinta.

Standard
Buku Resep Rahasia Cinta. Ni Made Sri Andani.

Buku 50 CERITA INSPIRATIF dengan judul RESEP RAHASIA CINTA, adalah buku kumpulan tulisan tentang kejadian sehari-hari yang menarik, menginspirasi, atau memberi pelajaran maupun renungan dalam menjalani kehidupan.

Dengan sengaja saya memilih 50 dari sekitar 1150 tulisan tentang kejadian sehari-hari yang saya catat di blog https://nimadesriandani.wordpress.com/ antara tahun 2010 – 2022. Sebagian besar tulisan yang dipilih adalah yang bercerita tentang Cinta dan Kasih Sayang dan selebihnya adalah tentang hal-hal lain yang menginspirasi, baik dan berguna untuk pengembangan diri dan mental kita.

Mengapa tentang Cinta dan Kasih Sayang? Karena cinta dan kasih sayang adalah perasaan mendasar yang ada di hati mahluk hidup, yang memberi rasa suka, senang dan bahagia, walaupun terkadang melibatkan kesedihan dan pengorbanan di sisi lain. Sangat menarik mengamati sekitar kita, bagaimana rasa cinta itu ditunjukkan lewat perhatian dan kepedulian terhadap yang dicintainya dan memetik hal-hal positive dan intisari pelajarannya.

Di buku ini, kita akan menemukan berbagai kisah cinta dan kasih sayang. Mulai dari kisah kasih sayang dan perhatian anak pada ibunya yang sudah tua, kasih sayang ibu pada anak lewat sentuhan dan pijatan, kasih sayang dan perhatian pada saudara kandung, kasih sayang dan perhatian pada diri sendiri, bagaimana menghilangkan rasa cemburu, ekspresi cinta saat hari Valentine yang berbeda bagi setiap orang, kasih sayang pada sesama manusia dan sebagainya.

Kisah tidak terbatas pada kasih sayang sesama manusia, tetapi juga kasih sayang manusia pada hewan peliharaan dan pada mahluk hidup lain. Juga kisah cinta dan kasih sayang diantara binatang itu sendiri yang menginspirasi. Di buku ini misalnya kita bisa menemukan kisah menarik, bahkan seekor kucingpun rela berkorban demi memperjuangkan cintanya.

Selain cerita-cerita tentang Cinta dan Kasih Sayang, saya juga memasukkan tulisan-tulisan lain yang menginspirasi.

Misalnya saat menonton payung parasails di pantai Sanur, yang memberi saya inspirasi bahwa jika ingin pikiran kita berkembang dan maju, maka kita harus terbuka. Misalnya untuk menerima gagasan-gagasan baru ataupun ide-ide orang lain. Jangan kungkung pikiran dalam ego yang sempit dan picik. Saya tuliskan dalam kisah yang berjudul “Payung Yang Terkembang”.

Juga ada inspirasi tentang dunia tanpa sekat tinggi, tanpa batasan kesukuan, agama maupun status sosial. Dimana kita bisa memandang langit yang tunggal dan maha luas, memahami bahwa dunia tidaklah sesempit yang kita kira, namun selebar semesta tanpa batas. Renungan ini saya dapatkan ketika saya berkunjung ke rumah seseorang, dan saya tuliskan dalam kisah “Adalah Langit Yang Maha Luas”.

Masih banyak lagi kisah-kisah menarik lainnya. Semua yang saya tuliskan itu berdasarkan kejadian-kejadian nyata yang saya amati di sekeliling saya. Tentunya sangat menarik dan menginspirasi bagi saya sendiri, sehingga saya tuliskan, agar bisa saya ingat kembali dan ambil pelajarannya.

Semoga sahabat pembaca menemukan kisah-kisah yang saya tuliskan di buku ini juga menarik dan menginspirasi serta bermanfaat.

MEISA RATILAELA, Artis Berbakat Yang Digandrungi Penonton di Film Sedekah Gema Ramadhan.

Standard
MEISA RATILAELA,”Tanpa Netizen, Apalah Artinya Kita”. Artis berbakat yang digandrungi penonton di film Sedekah Gema Ramadhan.

Film Sedekah Gema Ramadhan mendapatkan perhatian yang sangat baik dari netizen. Penonton terkesan dengan cerita dan tokoh-tokoh di dalamnya, terutama tokoh Ibu Lala yang merupakan tokoh utama di film itu.

Banyak penonton yang merasa gemas dan kesal pada tokoh antagonis yang walaupun ramah dan rajin menjadi koordinator mengumpulkan sedekah Ramadhan dari ibu-ibu kompleks perumahan, tetapi ternyata tidak amanah. Tidak jujur dalam menjalankan tugasnya. Ia mengaku bahwa sedekah yang sesungguhnya adalah sumbangan dari ibu-ibu kompleks itu sebagai sumbangan darinya saja.

Nah siapakah pemeran Ibu Lala yang berhasil mengaduk-aduk emosi penonton ini?

MEISA RATILAELA adalah artis yang memerankan tokoh Ibu Lala ini dengan sukses. Ia berhasil menjiwai tokoh yang walaupun menurutnya sifat tokoh Ibu Lala itu sama sekali tidak sesuai dengan sifatnya sendiri sehari-hari.

Saat ditawarin untuk memerankan tokoh antagonis ini, walau sangat bertolak belakang dengan sifatnya sendiri, tetapi Meisa tetap berpikiran positif. Ia menganggapnya sebagai sebuah tantangan. Tantangan yang harus ia hadapi dan taklukkan. Dan ternyata, hasilnya memang berkah.

Meisa yang bawaannya selalu periang, ekspresif dan rame, sehari-hatinya adalah karyawati sebuah kantor kelurahan di Lembang, Bandung, yang juga mengisi waktu senggangnya sebagai crew di Triduta Film.

Selain seorang wanita yang bekerja, Meisa juga seorang Ibu rumah tangga dengan 3 anak. Terbayang bagaimana kesibukannya sebagai wanita dengan multi peran ini.

Ditanya tentang kiprahnya di dunia perfilman, MEISA bertutur jika ia memulai karirnya sebagai Ibu kost yang cerewet dalam sebuah film 13 episode pada tahun 2020.

Setelah pandemi, ia sempat vakum dengan kegiatannya di film. Lalu ia kembali mendapatkan peran saat Ramadhan tahun ini sebagai Ibu Lala dalam film Sedekah Gema Ramadhan.

Jadi praktis sebenarnya ia baru bermain sebagai pemeran utama dalam 2 film dan sisanya hanya peran-peran extras saja. Walau demikian, banyak penonton yang memuji kemampuan aktingnya, dan terlihat jika ia sangat menjiwai karakter tokoh yang diperankannya.

Ditanya tentang kiat suksesnya dalam berperan, Meisa bercerita bahwa biasanya ia baca-baca dulu tentang karakter yang akan diperankannya, lalu jalani dan nikmati saja.

Ada rasa tertantang juga, “Bisa nggak sih memerankan tokoh itu?” Dan rasa penasaran saat menunggu filmnya ditayangkan. Ternyata setelah tayang banyak komentar. Berbagai ragam. Ada yang benci, marah kepada tokoh yang ia perankan, walau kebanyakan mendukung dirinya sebagai pemerannya. Itu melegakan, karena itu berarti bahwa Meisa berhasil memerankan tokoh itu dengan baik. Dukungan dari teman-teman dan keluargapun mengalir.

Saat ditanya tentang pengalamannya selama shooting film Sedekah Gema Ramadhan, Meisa bercerita bahwa shootingnya dilakukan benar-benar saat Ramadhan. Tentunya selain harus menahan lelah dan haus, ia dan crew film yang lain juga berusaha menahan kesal, menahan hawa nafsu, misalnya jika ada teman main yang salah-salah sehingga harus ditake ulang. Ia menyatakan enjoy shooting bersama Triduta. Crewnya solid, tidak membeda-bedakan apakah itu crew, talent, atau management. Semua berbaur.

Menurutnya kisah di Film Sedekah Gema Ramadhan ini memang nyata karena pada kenyataannya di sekeliling kita juga memang ada orang yang seperti itu. Orang seoerti Ibu Lala tang licik dan tidak amanah.

Semoga dengan dibuatnya film ini, akan banyak menginspirasi penonton, agar jangan berbuat seperti itu. Bagi yang saat ini sedang atau pernah berbuat begitu agar sadar. Melakukan intropeksi diri dan tidak lagi nelakukan berikutnya. Dan bagi yang tidak melakukan juga berguna untuk mencegah agar jangan sampai melakukan. Jadi film ini penuh dengan nilai-nilai moral dan nilai pendidikan, agar jangan melakukan hal yang tidak baik.

Hal yang menarik lagi tentang MEISA adalah ia seorang yang sangat optimis dan positive. Menurutnya, agar kita bisa selalu menikmati pekerjaan kita, ia punya kiat tersendiri. “Cintai dulu, sukai dulu, nyamankan diri dulu dengan pekerjaan, pasti akhirnya kita bisa nikmati pekerjaan kita. Enjoy aja“.

Namun demikian, dibalik aktingnya yang banyak nenuai pujian, ia tetap rendah hati dan mengatakan bahwa “Tanpa netizen, apalah artinya kita”

Itulah Meisa Ratilaela, yang penuh semangat, terus berkarya dan berusaha agar hasilnya bagus dan viewernya banyak. Semoga Meisa semakin sukses ke depannya.

BHINEKA TUNGGAL IKA.

Standard


Living Free In Harmony.

Kemarin, sehabis olah raga saya berhenti sejenak di pojok halaman di mana bunga-bunga Thunbergia ungu dan Kembang Sepatu jingga berbunga lebat. Diantara bunga-bunga jingga itu saya melihat tersembul sekuntum bunga Kembang Sepatu berwarna merah. Muncul dari batang yang sama.

Sebenarnya ini bukan kejadian yang pertama. Cukup sering terjadi pokok Kembang Sepatu jingga saya ini mengeluarkan bunga merah. Dan walau warnanya sama-sama jingga, cukup sering juga keluar bunga dengan mahkota yang tidak bertumpuk, karena biasanya mahkota bunganya bertumpuk. Dan tumpukannya pun bervariasi dari yang sangat tebal hingga tipis. Berbeda-bedalah, tetapi tetap dari pohon yang sama. Bukan tempelan atau cangkokan.

Senang saya melihatnya. Sedemikuan damai hidup berdampingan.

Memandangi bunga-bunga yang berbeda walau asalnya dari satu pohon ini, saya jadi teringat dengan carut marutnya situasi berkebangsaan kita belakangan ini.

Kita ini satu bangsa. Bangsa Indonesia. Walaupun dari awalnya kita sudah berbeda-beda. Datang dari berbagai macam adat, budaya, bahasa, suku yang mendiami berbagai wilayah nusantara yang terpisah-pisah pulau dan lautan. Namun para pendahulu kita sudah sepakat dan mengambil keputusan dalam sebuah Sumpah Pemuda untuk berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu yakni Indonesia, bahkan jauh-jauh hari sebelum proklamasi Kemerdekaan. Mereka rela berjuang habis-habisan dengan mengorbankan harta benda, nyawa dan bahkan ego kesukuannya masing-masing demi terbentuknya negara Indonesia yang bersatu dan berdaulat.

Dan tentunya sebagai anak bangsa yang baik, sudah sepantasnya kita memperkuat apa yang telah diperjuangkan oleh para leluhur kita itu untuk menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan bersatu. Bukannya justru memecah belah persatuan dan memporak-porandakan kerukunan, memperkuat eksklusifitas golongan, menganggap golongan kita lebih baik, lebih benar dan lebih berhak ketimbang orang yang di luar golongan kita.

Belakangan kitapun sangat mudah terprovokasi, tersulut amarah tanpa memahami keseluruhan permasalahan yang ada. Bahkan ada juga yang kelepasan menebarkan ujaran-ujaran kebencian dan melakukan kekerasan yang sangat berbahaya dalam usaha kita memperkuat persatuan bangsa. Dan jika dipelajari lebih jauh banyak terkait dengan urusan politik dan kepentingan golongan.

Yuk teman-teman, lebih baik kita perkuat persatuan dan kebangsaan kita. Kita kembangkan sikap saling menghormati, saling menghargai, saling mendukung dan bertoleransi terhadap sesama anak bangsa  Jangan terprovokasi oleh hal-hal yang menyulut kebencian dan melemahkan persatuan kita sebagai bangsa. Cinta Indonesia ❤❤❤

Bhineka Tunggal Ika.
Bhina ika tunggal ika. Tan hana dharma mangeruwa.

LITTLE PRESSURE TO SPARK UP THE SPIRIT.

Standard
7 Days in a row

Beri Sedikit Tekanan , Untuk Membangkitkan Semangat.

Belakangan ini saya sering mengunggah foto berkeringat habis berolah raga ke  media sosial.

Narsis???? Betul sih. Saya termasuk orang yang rada-rada menyukai diri saya sendiri.

Tetapi selain itu, ada alasan yang jauh lebih penting yang menyebabkan, mengapa saya melakukan itu. Mengupload foto-foto berkeringat itu setiap hari.

Selama berpuluh tahun saya menjalani gaya hidup yang kurang sehat. Pola makan kurang sehat, kurang minum, pola tidur kurang teratur, jumlah jam tidur yang sangat minim, kelebihan berat badan yang tak terkontrol, kurang bergerak dan tidak berolah raga. Akibatnya saya terdiagnosa mengidap beberapa penyakit yang membahayakan diri saya.

Sangat menyedihkan. Terlebih saat ada wabah corona, penyakit seperti yang saya derita sering menjadi faktor penyerta dan pemicu kematian pada pasien.

Setiap kali habis check lab dan konsultasi dengan dokter, saya merasa sangat khawatir. Segera saya rajin minum obat, mengubah pola makan saya dan berolah raga. Wah… hasilnya membaik. Senang hati saya. Namun kebosanan sangat cepat muncul. Saya bosan berolah raga. Tidak disiplin lagi menjaga pola makan dan minum obat. Pas waktunya kontrol lagi, eeeh… hasil labnya memburuk. Tentu saja dokter menasihati saya kembali, dan memberi obat kembali sesuai dengan situasi kesehatan saya yang terakhir.

Saya mulai lagi bersemangat minum obat, atur pola makan dan berolah raga. Syukur setelah kontrol berikutnya, hasilnya membaik. Nah saya mulai santai lagi. Mulai kurang disiplin lagi minum obat dan mengatur pola makan. Berhenti olah raga. Begitu saat kontrol tiba, eeeh… hasil test kesehatan saya memburuk lagi.

Demikian terjadi berulang-ulang. Hingga suatu hari dokter berkata,

“Ibu mesti berolah raga, Bu. Ringan -ringan saja. Tapi usahakan teratur. Pengalaman saya menangani banyak pasien, menunjukkan kalau kesembuhan terbaik terjadi pada pasien yang disiplin minum obat, jaga pola makan dan tidur, dan olah raga teratur”.

Saya mengangguk. Lalu dokter melanjutkan lagi.

“Tapi jika pasiennya bandel, pasien yang rajin berolah raga walau bandel-bandel dikit urusan minum obat dan makan, menunjukkan hasil yang lebih baik ketimbang pasien yang disiplin minum obat dan jaga pola makan, tapi tidak olah raga”.

Saya memikirkan kalimat dokter itu. Kalau gitu saya harus benar-benar berolah raga teratur, disiplin dan konsisten. Tapi bagaimana caranya?

Pertama saya memiliki kelemahan susah tidur cepat dan suka begadang. Jadi susah bangun pagi.
Kedua, jikapun saya bisa bangun pagi, sulit untuk memulai bergerak dan berolah raga. Dan berikutnya jika misalnya saya sudah berolah raga sekali,  susah untuk membuat diri saya disiplin berolah raga teratur. Paling banter 2-3 kali , saya jeda. Dan kalau sudah sempat jeda berolah raga, biasanya langsung berhenti dan nggak olah raga lagi. Memulainya kembali terasa sulit.

Pusing saya memikirkan, gimana caranya agar bisa olah raga secara teratur.

Akhirnya saya terpikir untuk mencoba cara baru untuk memaksa diri saya mau nggak mau harus berolah raga.

Saya membuat statement di SOSMED bahwa saya akan berusaha  berolah raga selama 7 hari berturut-turut tanpa jeda. Saya pikir 7 hari berturut-turut bukanlah target yang sulit banget. Beda jika saya bikin target satu bulan setiap hari berturut-turut. Itu sangat susah. Tetapi, target 7 hari berturut-turut, sejujurnya juga bukan target yang mudah dicapai. Karena rasa malas, lelah, jenuh dan bosan sangat mudah datang mengganggu.

Karena saya membuat statement itu di SOSMED, maka mau tidak mau saya harus melakukannya.

Demikianlah saya mulai berolah raga pagi. Memotret diri seusai olah raga dan berkeringat. Lalu upload ke Sosmed. Sebagai bukti bahwa saya memang sudah berolah raga hari itu.   Hari pertama berhasil. Upload! 
Hari ke dua berhasil, upload! 
Hari ke tiga, hari ke empat dan seterusnya berhasil. Saya upload terus buktinya.

Akhirnya Yes!! Hari ke tujuh! Saya berhasil menyelesaikan berolah raga 7 hari berturut-turut tanpa jeda.  Saya takjub sendiri dengan upaya saya.

Dengan mengupload target dan upaya serta proses saya untuk mencapai target itu ke SOSMED, memberi tekanan sosial kepada diri saya sendiri untuk terus berusaha dan terus berusaha setiap hari. Karena kalau saya tidak berolah raga, tidak ada foto berkeringat hari itu yang bisa saya upload, maka saya harus menanggung malu di depan publik. Berarti saya telah ingkar pada ucapan saya sendiri.

Sekarang tanpa terasa saya sudah berolah raga selama 7 hari berturut -turut selama 8 minggu. Dan sekarang ini sudah di putaran ke 9.

Jika saya tidak membuat statement dan merasa tidak perlu mengupload foto foto berkeringat saya itu ke sosmed, saya yakin pasti saya sudah berhenti berolah raga di hari ke empat atau ke lima, karena toh tidak ada yang tahu. Toh tidak ada yang membuat saya malu jika saya terus meringkuk di tempat tidur dan tidak berolah raga seperti sebelum-sebelumnya.

Memberi sedikit tekanan sosial pada diri sendiri, saya rasa cukup penting untuk membantu kita menjadi lebih disiplin dan lebih semangat.

“Dibutuhkan sedikit tekanan, agar bisa meloncat dengan baik”.

Dan setelah saya pikir-pikir, hukum ini sesungguhnya berlaku di mana-mana. Contohnya pada ayunan jungkat-jungkit. Jika  ingin agar sisi ayunan yang di ujung sana berjungkit ke atas, maka  yang di ujung sini harus diberi beban dan tekanan terlebih dahulu. Dan sebaliknya, sehingga mekanisme jungkat-jungkit terjadi.

Atau mainan kodok loncat dari karet. Anak-anak harus menekan sedikit bagian belakang kodok mainan itu agar si kodok mau meloncat ke depan.

Saya pikir mekanisme alam yang serupa, sesungguhnya bekerja untuk memicu semangat hidup kita.

SMALL TARGET, REACHABLE TARGET.

Standard

Memecah Target Besar Yang Sulit Menjadi Target Kecil-Kecil Yang Mungkin Dicapai.

Tak terasa dua bulan sudah berlalu, sejak pertama kali saya memutuskan untuk berolah raga setiap hari, guna memperbaiki kesehatan saya. Saya mulai berolah raga pagi sejak tanggal 11 Februari tahun ini dan hingga hari ini masih terus berolah raga tiap pagi, hanya pernah jeda sekali pada Hari Raya Nyepi.

Buat saya ini adalah pencapaian yang luar biasa, walaupun bagi sebagian orang yang memang disiplin dan rajin berolah raga, tentu ini bukan apa-apa. Karena sebelumnya, ngebayangin target berolah raga tiap hari selama sebulan penuh tanpa jeda hari itu kok rasanya berat banget dan nggak mungkin. Saya sangat yakin itu tidak akan tercapai. Apalagi 2 bulan berturut-turut. Sangat sangat sangat berat dan tidak mungkin tercapai rasanya.

Lalu bagaimana saya bisa melewati semua ini selama dua bulan lebih?

Yang saya lakukan adalah memecah target besar yang rasanya sangat berat dicapai menjadi target kecil-kecil yang mungkin tercapai oleh saya.

  1. Lupakan Target Sebulan. Fokus Pada Target Seminggu.

Saat memikirkan target berolah raga pagi selama sebulan penuh saya yakin tidak akan bisa saya capai. Tapi jika hanya 7 hari berturut-turut, kok rasanya saya masih sanggup ya. Soalnya targetnya nggak lama. Hanya 7 hari.

Lalu saya coba jalani. Olah raga setiap hari. Saat ada halangan datang, seperti rasa malas dan enggan, saya membujuk diri saya sendiri. “Targetmu cuma 7 hari. Nggak banyak. Ayo teruskan. Dikit lagi nyampe!!!”. Eeeh…ternyata bisa lho saya berolah raga selama 7 hari berturut-turut. Saya memuji diri saya sendiri.

Dan karena 7 hari pertana sudah lewat, saya jadi percaya diri, berarti jika saya kasih target 7 hari lagi ke depannya, mungkin saya bisa juga. Akhirnya saya jalani 7 hari berikutnya lagi dari nol. Dan bisa!!. Kasih target 7 hari berikutnya lagi. Dan bisa lagi !!. Begitu seterusnya. Akhirnya berolah raga setiap hari selama sebulan tercapai. Dan sekarang dua bulan tercapai.

Ternyata dengan memecah target besar menjadi kecil-kecil membuat kita menjadi lebih percaya diri dan yakin bisa mencapainya.

Ketimbang memikirkan target besar sebulan, lebih baik kita fokus pada target mingguan dan terus fokus setiap minggu. Ujung-ujungnya tercapai juga target sebulan yang terasa besar itu.

  1. Berolah raga tidak lama – lama.

Saya tidak menargetkan diri saya harus berjam-jam berolah raga. Cukup antara 45-60 menit tergantung dari jam bangun dan ada jadwal meeting pagi di kantor atau tidak. Bagi saya 45 menit itu sudah cukup berkeringat banyak dan membuat tubuh saya terasa segar.

  1. Berolah raga seimbang
    Dalam berolah raga saya juga tidak ngoyo ngikutin satu jenis saja. Saya coba campur-campur saja sesuai dengan kenyamanan hati saya.

Yang penting saya ada melakukan sedikit pemanasan (ini saya belajar setelah saat di awal kaki saya sempat keseleo, karena saya langsung berlari tanpa pemanasan), sedikit olah raga ringan, berat dan kardio. Kadang senam, lari kecil, jalan kaki, main bola basket, dsb. Saya tidak memaksa diri untuk melakukan olah raga yang kurang saya sukai.

Semua upaya itu, membuat olah raga menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi diri saya.

Semoga ke depannya, saya masih bisa terus konsisten berolah raga.

ANTARA PEMBACA DAN PENONTON.

Standard

Sekelebat pikiran dalam proses adaptasi sebuah karya tulis ke dalam bentuk film.

Ketika pengalaman membeli jagung di depan kuburan  saya tuliskan di dalam Blog, Harry Ridho, seorang sutradara film horor menterjemahkannya ke dalam sebuah film
Tentu saja ada sedikit descrepancies di sana-sini dalam proses penterjemahannya, akan tetapi saya pikir itu sangat wajar dan perlu.

Karya saya adalah sebuah TULISAN. Yang merupakan hasil tuangan dari apa yang saya rasakan dan pikirkan ke dalam rangkaian kalimat  dan paragraf, berikut monolog yang terjadi di dalam diri saya.

Dari karya tulis ini, PEMBACA akan menangkap alam pikir dan rasa saya dengan melihat kalimat-kalimat itu dan menginterpretasikannya sendiri sesuai dengan pemahaman dan latar belakang pengalamannya sendiri.

Di sini, semua audio visual yang mentas di panggung pikiran pembaca adalah hasil karangan pembaca sendiri yang distimulasi oleh tulisan saya yang dijadikan referensi. Dan oleh karenanya interpretasi ini bisa berbeda -beda antara satu pembaca dengan pembaca lainnya.

Sedangkan Sutradara Harry Ridho, mengolah apa yang ia tangkap dari membaca tulisan saya itu menjadi sesuatu yang  akan tertangkap oleh PENONTON. Bukan PEMBACA. Sutradara merancang bentuk audio visual yang akan ditampilkan dalam film kepada PENONTON, sesuai dengan interpretasinya sendiri saat membaca tulisan saya.

Jadi di sini penonton tidak perlu lagi mengarang sendiri drama audio visual dalam pikirannya seperti seorang pembaca, karena sudah ada seorang Sutradara Film yang merancang dan menyuguhkannya  langsung kepada penonton.

Disinilah sebuah karya menjadi lebih kaya dan dinamis, karena terjadi penggabungan pengalaman dan imajinasi dari seorang penulis dan seorang sutradara. Walaupun tentu saja ada kelemahannya, yaitu mungkin terjadi descrepancies dengan degree yang beragam antara apa yang sesungguhnya dimaksudkan oleh penulis dengan yang tertangkap oleh penonton pada akhirnya. Karena antara Penulis dengan penonton ada satu penterjemah yakni Sutradara 

Descrepancies tentunya bisa dikurangi dengan komunikasi dan luangkan waktu yang cukup untuk berdiskusi, agar terjadi pemahaman yang sama antara penulis dengan sutradara.

Hanya sekelebat pikiran,  setelah menonton film “Beli Jagung Depan Kuburan”.

SEGENGGAM DAUN KELOR.

Standard

Di sebuah Group Chat di WA, teman-teman saya sedang asyik mengobrol tentang Sate Kambing, dan tukang Sate Kambing yang sangat terkenal enak dekat kantor kami yang lama. Tentu banyak teman yang kangen dan memberikan emoticon ngiler . Tapi ada beberapa orang juga yang bilang nggak tertarik, karena emang nggak doyan daging kambing.

Saya termasuk salah satunya yang tidak ngiler. Selain memang tidak suka, kebetulan tekanan darah saya sedang terdeteksi terlalu tinggi. Tentunya Sate Kambing bukanlah pilihan yang tepat dalam keadaan seperti ini.

Teman-teman kaget mengetahui tekanan darah saya yang memang sedang tinggi-tingginya. Lalu pembicaraanpun beralih ke seputar  Hypertensi. Seorang teman memberi informasi bahwa daun Kelor membantu menurunkan tekanan darah.

Udah makan daun kelor, rebus 300 g, kasih bawang, makan pake sambel, 2 hari pagi siang sore, udah pasti turun.”

Oh ya?  Memang sering denger sih jika Daun Kelor ini bermanfaat. Bahkan kalau di Bali, tanaman ini dipercaya sebagai penolak niat jahat.  Tapi saya baru denger soal manfaat Daun Kelor ini untuk hypertensi. Wah…saya pengen banget nyobain, karena kebetulan saya juga suka rasa daun Kelor.  Tapi nyarinya di mana ya ?

Tidak ada dijual di tukang sayur. Dan saya juga tak punya pohonnya di halaman. Terus terang  ini adalah tanaman yang belum sukses saya tanam. Sudah pernah mencoba 3 x menanam  namun gagal terus. Bahkan pernah dikasih batangnya dari Bali oleh seorang adik sepupu, tetapi tetap saja tidak sukses tumbuh.

Seorang teman menyarankan membeli online saja. Seorang teman yang lain mengatakan jika ibunya pernah menanam pohon Kelor tapi sudah dicabutin Bapaknya. Ooh…sayang sekali. Tapi tak berapa lama teman saya itu japri, mengabarkan jika pohon Kelor di rumahnya masih ada. Dan ia ingin mengirimkan daunnya ke rumah serta minta alamat saya.

Esok paginya, daun -daun Kelor muda itu sampai di rumah saya. Cepet banget. Gratis pula. 

Sayapun memetik daunnya satu per satu, melepas dari tangkainya agar tidak keras saat dimakan. Sambil membersihkan daun Kelor ini saya terkenang akan teman-teman saya di Group Chat itu. Para sahabat yang sangat akrab, bagaikan saudara sendiri.

Para sahabat yang saya ajak dalam suka dan duka saat kami masih bekerja bersama dalam naungan perusahaan yang sama. Para sahabat saat menikmati masa muda, dan juga yang juga akan menua bersama saya. Para sahabat yang sangat peduli akan kesehatan saya, perhatian dan sangat sayang.

Sahabat yang selalu menjapri,
Daaannn…. semoga segera sembuh dan sehat kembali ya…
Jangan stress Dan. Paling gampang memicu tekanan darah. Coba meditasi. Sambil tiduran aja, atur napas. Insya Allah membantu. Aku bantu doa ya. Peluuukkk”.

Tanpa terasa air mata saya meleleh. Terharu dan bahagia berada diantara para sahabat yang peduli dan penyayang.

Daun Kelor mungkin bisa bisa saya dapatkan dengan cara lain. Mungkin bisa memesan dari tukang sayur, atau membeli online.Tetapi persahabatan dan kasih sayang adalah sesuatu yang sangat berharga, tidak bisa diperjualbelikan, dan tidak bisa didapatkan dengan mudah kecuali dengan ketulusan hati.

Saya menghapus air mata saya perlahan. Segenggam Daun Kelor ini sudah siap untuk dimasak Sayur Bening. Semoga menyembuhkan.