Category Archives: Health

GOSONG

Standard

Hari ini saya bangun kesiangan wk wk wk.
Tapi karena hari Minggu, bukan hari sekolah atau hari kerja – ternyata tetanggapun banyak yang belum mematikan lampu rumahnya (kemungkinan besar memang belum bangun juga πŸ˜ƒ).

Jadi saya mulai jalan setelah matahari naik. Baru beberapa menit, keringat sudah ngocor, karena memang sinar matahari sudah mulai panas. Tapi saya bertekad, minimum 3000 langkah pagi lah. Tidak boleh kurang.

Jadi saya terus jalan di bawah sinar matahari pagi dan menguatkan keyakinan diri saya bahwa sinar matahari pagi itu penting untuk kesehatan dan perbaikan sel-sel tubuh mahluk hidup. Sinar matahari itu adalah obat. Buktinya tanaman baru bisa tumbuh subur setelah mendapat sinar matahari, selain air dan pupuk tentunya.

Ya betul. Cahaya -Air -Makanan, itu adalah tiga serangkai elemen untuk kehidupan.

Sangat penting untuk selalu berpikir positive 😎🀩

Ketika sampai di ujung taman, saya berpapasan dengan dua Ibu-Ibu yang sedang jalan pagi juga. Saya belum pernah bertemu dengan mereka sebelumnya. Nggak begitu jelas juga karena wajahnya tertutup masker. Tetapi saya yakin mereka adalah tetangga saya di perumahan ini, entah yang di blok mana.

Kami pun saling tersenyum.
“Pagi Bu” sapa Ibu yang berkaos hijau yang posturnya lebih tinggi, kepada saya. Saya segera membalas ucapan selamat paginya dengan riang. Senang bertemu sesama pejuang kesehatan.

“Wah… ibu kuat sekali” komentar ibu yang satunya yang memakai kaos warna hitam.

Saya belum menangkap arah pembicaraannya. Saya kuat? Kuat bagaimana ya? Apa mereka sering melihat saya olah raga jalan pagi, sementara saya kurang memperhatikan mereka ya? (Ge Er – serasa diri seperti orang yang populer 😎😎🀣).

“Nggak takut sinar matahari, Bu? ” tanyanya lagi melanjutkan, sambil tertawa. Ia memeragakan orang-orangan sawah, dimana kedua tangannya yang tertutup lengan baju yang kepanjangan diangkat ke atas setinggi leher, sehingga sisa lengannya melambai-lambai.

Oooh… astaga! Ibu ini lucu banget 🀣🀣🀣

Sayapun memperhatikan kostum ibu-ibu itu yang rupanya memang agak luar biasa pagi ini πŸ˜€

  • Keduanya menggunakan outfit yang serba tertutup.
  • Celana panjang (yang satu jeans, yang satunya lagi kayaknya berbahan kaos). Di bawahnya tentu tertutup dengan sepatu dan kaos kaki.
  • Atasan kaos lengan panjang (dengan panjang melebihi jari tangannya – sehingga tangannya bisa disembunyikan di dalam lengan kaos agar tak kena sinar matahari).
  • Lalu hijab yang panjang yang pastinya menutupi kepala, rambut dan lehernya.
  • Setelah itu masih memakai topi yang memiliki visor yang panjang lagi di atas hijabnya (ini pasti untuk memastikan sinar matahari tidak mengenai dahinya πŸ˜€)
  • Memakai masker untuk menutupi daerah dagu, mulut dan hidungnya.
  • Terakhir ditutup dengan kacamata gelap ray-band.

Ha ha…luar biasa memang ibu-ibu ini !!! πŸ˜€ Jadi memang tidak ada satu celahpun yang memungkinkan sinar matahari mengenai langsung ke tubuhnya.

“Takut gosong, Bu” katanya terbahak.

Saya pun melihat ke kulit lengan saya. Hampir setiap pagi saya terpapar sinar matahari, walaupun biasanya belum sepanas ini. Nambah gosong dikit kelihatannya tidak terlalu nampak bedanya, karena dasarnya memang sudah rada gosong dari lahirnya.

“Puun” kata orang Bali πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

HARI YANG BARU.

Standard
Jalan pagi di taman

Memasuki minggu ke 3, menjalani tantangan berolah raga pagi min 30 menit sehari. Ini hari pertama di putaran ini yang harus dijalani dengan penuh semangat.

Sembari berjalan saya merenung-renung. Ini hari Senin. Saya menghitungnya sebagai awal putaran menghadapi tantangan bergerak badan setiap hari selama 7 hari berturut-turut, entah itu jalan kaki, lari kecil, senam, main basket dan sebagainya. (Belakangan ini sih saya hanya jalan kaki ringan saja). Saya mulai setiap hari Senin sebagai hari pertama, agar saya mudah menghitungnya. Senin adalah hari pertama putaran minggu yang baru. Yap!

Setiap minggu selalu ada hari barunya. Dan setiap pagi adalah permulaan hari baru. Dan pagi datang setiap hari, bukan hanya pada hari Senin πŸ˜€.

Tentu saja karena Bumi berotasi dan kembali ke posisi yang sama yang berhadapan dengan Matahari setiap 24 jam sekali. Tepatnya 23 jam, 56 menit dan 4 detik.

Mengapa setiap hari selalu ada hari baru?

Pagi hari yang baru, membuat kebanyakan mahluk hidup, termasuk manusia, kembali bersemangat dan bergairah, setelah semalaman beristirahat karena seharian kemarin lelah, penat berpikir, berbicara, serta beraktifitas lain. Ibaratnya sebuah perangkat yang sudah kepenuhan dengan data dan bercampur virus, diatur ulang alias dire-set ke titik awal.

Sebenarnya alam sudah mengatur sedemikian rupa, agar semua mahluk di bumi ini untuk setiap hari terbangun di pagi hari dengan suasana hati yang nyaman. Sinar matahari mulai terang tapi nggak panas nyelekit. Bunga-bunga bermekaran, burung-burung bernyanyi. Oh indahnya.

Tentu semua itu diptakan agar manusia semangat dan bergairah menjalani harinya. Setelah itu ya silakan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sendiri- sendiri. Melempar perkataan dan tindakan ke alam sekitar dan juga merespon terhadap apa yang lingkungan sekitar sajikan untuk kita.

Ada yang melempar dan membagikan senyum, kasih sayang, kebaikan dan kepedulian terhadap sesama. Ada juga yang melempar dan membagikan amarah, kesal, iri hati, kesombongan, kejahatan dan sebagainya. Tinggal kita memilih, apa yang akan kita lemparkan dan bagikan ke lingkungan alam sekitar.

Demikian juga alam dan lingkungan sekitar, yang berisi tanah, bebatuan, sungai, jalanan, gunung, perbukitan, pepohonan, binatang, manusia, pasangan, anak keluarga, kerabat para sahabat, teman-teman, orang-orang lain, semua itu berinteraksi dengan kita. Merekapun sama, ada yang melempar dan membagikan kebaikan, cinta, kasih sayang, kepeduluan, perhatian, bantuan, penghiburan dan segala hal baik lainnya, tetapi ada juga yang melempar kemarahan, keketusan, kejutekan, iri hati, kesombongan. Kadang alam juga mengirim banjir bandang, gempa bumi, gunung meletus dan sebagainya.

Karenanya, pagi kita yang sudah di re-set oleh alam dalam posisi cerah, semangat dan bergairah, bisa jadi semakin cerah dan bahagia jika kita melempar dan mendapatkan hal-hal yang baik, kasih sayang, kepedulian, perhatian, pertolongan terhadap sesama dan sebagainya. Dan kita juga merespon kejadian sepanjang hari dengan ketenangan, kesabaran, ketekunan, keikhlasan hati, tetap berterimakasih dan bersyukur.

Sebalknya hari kita bisa berubah menjadi rungsing, mengesalkan dan bahkan mungkin menyakitkan, jika yang kita lemparkan & kita terima adalah hal hal yang menyedihkan, kemarahan, kekesalan dan hal buruk lainnya. Dan kita meresponnya juga dengan kepanikan, ketakutan, kebencian, kecemburuan, kemarahan dan sejenisnya. Jadinya lelah, stress dan jenuh.

Namun demikianpun, alam tetap memahami kelelahan itu dan menyediakan malam agar kita beristirahat dan kembali melakukan re-setting terhadap mental fisik kita dengan mengikuti iramanya.

Sekarang saya mulai menyadari, mengapa sebagian orang yang diberkahi dengan kesadaran ini melakukan Surya & Chandra Namaskara, penghormatan terhadap Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan Matahari dan Bulan yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia di planet Bumi ini.

Pagi ini perangkat diri saya telah dire-set ulang ke posisi senang dan bahagia. Semoga hari ini saya bisa melempar kebaikan ke sekitar dan merespon sekitar dengan baik dan penuh syukur.

MENGGANTI KAOS KAKI USANG.

Standard

Berjalan kaki kali ini terasa ada yang aneh. Langkah terasa agak berat tak seperti biasanya dan jalanpun menjadi sedikit lebih lambat.  Telapak kaki terasa licin dan mudah bergerak maju ke ujung sepatu setiap kali kaki melangkah dan telapak bergesekan dengan sol sepatu. Beberapa kali jari kaki saya mencengkeram seolah sedang ngerem ο˜€

Saya belum pernah merasakan ketidaknyamanan seperti ini sebelumnya. Sejenak kemudian saya baru menyadari, jika perasaan licin itu disebabkan oleh kaos kaki baru yang saya pakai.

Saya memang mengganti kaos kaki dengan yang baru, mengingat beberapa kaos yang biasa saya pakai mulai berumur.

Sebenarnya kaos kaki yang lama itu masih pada bagus-bagus, masih bersih, tebal dan sebenarnya enak di kaki, hanya saja karena sudah bertahun-tahun dipakai, pas di bagian pergelangannya mulai ada yang sedikit kendor sebelah. Mungkin material yang bersifat elastiknya ada yang mulai getas dan rapuh. Begitulah. Namanya juga sudah berumur ya. Sebelum para kaos kaki ini benar-benar kendor dan nantinya pada melorot, maka saya gantilah dengan kaos kaki generasi baru.

Barangkali kaos yang baru ini terbuat dari materi yang berbeda. Saya tidak tahu namanya.  Lebih tipis dan lebih  licin dari yang sebelumnya. Awalnya saya pikir ini lebih bagus. Soalnya tampilannya kelihatan lebih bagus dan halus.  Tapi ternyata saking tipis dan licinnya malah menggelincir di dalam sepatu dan membuat kaki berasa nggak nyaman. Dan langkah terasa berat dan tak leluasa.

Sangat berbeda dengan yang sebelumnya. Yang sebelumnya sangat enak dan nyaman baik buat diajak jalan pelan ataupun lari. Terbuat dari material yang lebih kasar, tebal dan tidak licin. Rupanya untuk kaos kaki buat jalan gini memang lebih tepat dibuat dari materi yang kasar dan tebal begini, sehingga tidak banyak bergerak di dalam sepatu.

Lah… saya baru menyadari hal ini. Artinya memang apa yang saya lakukan ini, mengganti kaos kaki tua yang tebal dan kasar dengan yang baru tapi tipis dan licin, bukanlah pemecahan yang terbaik.  Saya mencoba memecahkanmasalah yang saya prediksi akan datang, dengan cara mengundang masalah baru yang malah lebih buruk.

Setidaknya  jika ingin mengganti sesuatu yang sudah usang, pastikan bahwa penggantinya memiliki kwalitas yang lebih baik, atau minimal sama dengan yang sebelumnya. Sehingga kita bisa bergerak dengan nyaman dan cepat sesuai dengan target yang kita inginkan.

Sebuah pelajaran berharga.

LITTLE PRESSURE TO SPARK UP THE SPIRIT.

Standard
7 Days in a row

Beri Sedikit Tekanan , Untuk Membangkitkan Semangat.

Belakangan ini saya sering mengunggah foto berkeringat habis berolah raga ke  media sosial.

Narsis???? Betul sih. Saya termasuk orang yang rada-rada menyukai diri saya sendiri.

Tetapi selain itu, ada alasan yang jauh lebih penting yang menyebabkan, mengapa saya melakukan itu. Mengupload foto-foto berkeringat itu setiap hari.

Selama berpuluh tahun saya menjalani gaya hidup yang kurang sehat. Pola makan kurang sehat, kurang minum, pola tidur kurang teratur, jumlah jam tidur yang sangat minim, kelebihan berat badan yang tak terkontrol, kurang bergerak dan tidak berolah raga. Akibatnya saya terdiagnosa mengidap beberapa penyakit yang membahayakan diri saya.

Sangat menyedihkan. Terlebih saat ada wabah corona, penyakit seperti yang saya derita sering menjadi faktor penyerta dan pemicu kematian pada pasien.

Setiap kali habis check lab dan konsultasi dengan dokter, saya merasa sangat khawatir. Segera saya rajin minum obat, mengubah pola makan saya dan berolah raga. Wah… hasilnya membaik. Senang hati saya. Namun kebosanan sangat cepat muncul. Saya bosan berolah raga. Tidak disiplin lagi menjaga pola makan dan minum obat. Pas waktunya kontrol lagi, eeeh… hasil labnya memburuk. Tentu saja dokter menasihati saya kembali, dan memberi obat kembali sesuai dengan situasi kesehatan saya yang terakhir.

Saya mulai lagi bersemangat minum obat, atur pola makan dan berolah raga. Syukur setelah kontrol berikutnya, hasilnya membaik. Nah saya mulai santai lagi. Mulai kurang disiplin lagi minum obat dan mengatur pola makan. Berhenti olah raga. Begitu saat kontrol tiba, eeeh… hasil test kesehatan saya memburuk lagi.

Demikian terjadi berulang-ulang. Hingga suatu hari dokter berkata,

“Ibu mesti berolah raga, Bu. Ringan -ringan saja. Tapi usahakan teratur. Pengalaman saya menangani banyak pasien, menunjukkan kalau kesembuhan terbaik terjadi pada pasien yang disiplin minum obat, jaga pola makan dan tidur, dan olah raga teratur”.

Saya mengangguk. Lalu dokter melanjutkan lagi.

“Tapi jika pasiennya bandel, pasien yang rajin berolah raga walau bandel-bandel dikit urusan minum obat dan makan, menunjukkan hasil yang lebih baik ketimbang pasien yang disiplin minum obat dan jaga pola makan, tapi tidak olah raga”.

Saya memikirkan kalimat dokter itu. Kalau gitu saya harus benar-benar berolah raga teratur, disiplin dan konsisten. Tapi bagaimana caranya?

Pertama saya memiliki kelemahan susah tidur cepat dan suka begadang. Jadi susah bangun pagi.
Kedua, jikapun saya bisa bangun pagi, sulit untuk memulai bergerak dan berolah raga. Dan berikutnya jika misalnya saya sudah berolah raga sekali,  susah untuk membuat diri saya disiplin berolah raga teratur. Paling banter 2-3 kali , saya jeda. Dan kalau sudah sempat jeda berolah raga, biasanya langsung berhenti dan nggak olah raga lagi. Memulainya kembali terasa sulit.

Pusing saya memikirkan, gimana caranya agar bisa olah raga secara teratur.

Akhirnya saya terpikir untuk mencoba cara baru untuk memaksa diri saya mau nggak mau harus berolah raga.

Saya membuat statement di SOSMED bahwa saya akan berusaha  berolah raga selama 7 hari berturut-turut tanpa jeda. Saya pikir 7 hari berturut-turut bukanlah target yang sulit banget. Beda jika saya bikin target satu bulan setiap hari berturut-turut. Itu sangat susah. Tetapi, target 7 hari berturut-turut, sejujurnya juga bukan target yang mudah dicapai. Karena rasa malas, lelah, jenuh dan bosan sangat mudah datang mengganggu.

Karena saya membuat statement itu di SOSMED, maka mau tidak mau saya harus melakukannya.

Demikianlah saya mulai berolah raga pagi. Memotret diri seusai olah raga dan berkeringat. Lalu upload ke Sosmed. Sebagai bukti bahwa saya memang sudah berolah raga hari itu.   Hari pertama berhasil. Upload! 
Hari ke dua berhasil, upload! 
Hari ke tiga, hari ke empat dan seterusnya berhasil. Saya upload terus buktinya.

Akhirnya Yes!! Hari ke tujuh! Saya berhasil menyelesaikan berolah raga 7 hari berturut-turut tanpa jeda.  Saya takjub sendiri dengan upaya saya.

Dengan mengupload target dan upaya serta proses saya untuk mencapai target itu ke SOSMED, memberi tekanan sosial kepada diri saya sendiri untuk terus berusaha dan terus berusaha setiap hari. Karena kalau saya tidak berolah raga, tidak ada foto berkeringat hari itu yang bisa saya upload, maka saya harus menanggung malu di depan publik. Berarti saya telah ingkar pada ucapan saya sendiri.

Sekarang tanpa terasa saya sudah berolah raga selama 7 hari berturut -turut selama 8 minggu. Dan sekarang ini sudah di putaran ke 9.

Jika saya tidak membuat statement dan merasa tidak perlu mengupload foto foto berkeringat saya itu ke sosmed, saya yakin pasti saya sudah berhenti berolah raga di hari ke empat atau ke lima, karena toh tidak ada yang tahu. Toh tidak ada yang membuat saya malu jika saya terus meringkuk di tempat tidur dan tidak berolah raga seperti sebelum-sebelumnya.

Memberi sedikit tekanan sosial pada diri sendiri, saya rasa cukup penting untuk membantu kita menjadi lebih disiplin dan lebih semangat.

“Dibutuhkan sedikit tekanan, agar bisa meloncat dengan baik”.

Dan setelah saya pikir-pikir, hukum ini sesungguhnya berlaku di mana-mana. Contohnya pada ayunan jungkat-jungkit. Jika  ingin agar sisi ayunan yang di ujung sana berjungkit ke atas, maka  yang di ujung sini harus diberi beban dan tekanan terlebih dahulu. Dan sebaliknya, sehingga mekanisme jungkat-jungkit terjadi.

Atau mainan kodok loncat dari karet. Anak-anak harus menekan sedikit bagian belakang kodok mainan itu agar si kodok mau meloncat ke depan.

Saya pikir mekanisme alam yang serupa, sesungguhnya bekerja untuk memicu semangat hidup kita.

SEGENGGAM DAUN KELOR.

Standard

Di sebuah Group Chat di WA, teman-teman saya sedang asyik mengobrol tentang Sate Kambing, dan tukang Sate Kambing yang sangat terkenal enak dekat kantor kami yang lama. Tentu banyak teman yang kangen dan memberikan emoticon ngiler . Tapi ada beberapa orang juga yang bilang nggak tertarik, karena emang nggak doyan daging kambing.

Saya termasuk salah satunya yang tidak ngiler. Selain memang tidak suka, kebetulan tekanan darah saya sedang terdeteksi terlalu tinggi. Tentunya Sate Kambing bukanlah pilihan yang tepat dalam keadaan seperti ini.

Teman-teman kaget mengetahui tekanan darah saya yang memang sedang tinggi-tingginya. Lalu pembicaraanpun beralih ke seputar  Hypertensi. Seorang teman memberi informasi bahwa daun Kelor membantu menurunkan tekanan darah.

Udah makan daun kelor, rebus 300 g, kasih bawang, makan pake sambel, 2 hari pagi siang sore, udah pasti turun.”

Oh ya?  Memang sering denger sih jika Daun Kelor ini bermanfaat. Bahkan kalau di Bali, tanaman ini dipercaya sebagai penolak niat jahat.  Tapi saya baru denger soal manfaat Daun Kelor ini untuk hypertensi. Wah…saya pengen banget nyobain, karena kebetulan saya juga suka rasa daun Kelor.  Tapi nyarinya di mana ya ?

Tidak ada dijual di tukang sayur. Dan saya juga tak punya pohonnya di halaman. Terus terang  ini adalah tanaman yang belum sukses saya tanam. Sudah pernah mencoba 3 x menanam  namun gagal terus. Bahkan pernah dikasih batangnya dari Bali oleh seorang adik sepupu, tetapi tetap saja tidak sukses tumbuh.

Seorang teman menyarankan membeli online saja. Seorang teman yang lain mengatakan jika ibunya pernah menanam pohon Kelor tapi sudah dicabutin Bapaknya. Ooh…sayang sekali. Tapi tak berapa lama teman saya itu japri, mengabarkan jika pohon Kelor di rumahnya masih ada. Dan ia ingin mengirimkan daunnya ke rumah serta minta alamat saya.

Esok paginya, daun -daun Kelor muda itu sampai di rumah saya. Cepet banget. Gratis pula. 

Sayapun memetik daunnya satu per satu, melepas dari tangkainya agar tidak keras saat dimakan. Sambil membersihkan daun Kelor ini saya terkenang akan teman-teman saya di Group Chat itu. Para sahabat yang sangat akrab, bagaikan saudara sendiri.

Para sahabat yang saya ajak dalam suka dan duka saat kami masih bekerja bersama dalam naungan perusahaan yang sama. Para sahabat saat menikmati masa muda, dan juga yang juga akan menua bersama saya. Para sahabat yang sangat peduli akan kesehatan saya, perhatian dan sangat sayang.

Sahabat yang selalu menjapri,
Daaannn…. semoga segera sembuh dan sehat kembali ya…
Jangan stress Dan. Paling gampang memicu tekanan darah. Coba meditasi. Sambil tiduran aja, atur napas. Insya Allah membantu. Aku bantu doa ya. Peluuukkk”.

Tanpa terasa air mata saya meleleh. Terharu dan bahagia berada diantara para sahabat yang peduli dan penyayang.

Daun Kelor mungkin bisa bisa saya dapatkan dengan cara lain. Mungkin bisa memesan dari tukang sayur, atau membeli online.Tetapi persahabatan dan kasih sayang adalah sesuatu yang sangat berharga, tidak bisa diperjualbelikan, dan tidak bisa didapatkan dengan mudah kecuali dengan ketulusan hati.

Saya menghapus air mata saya perlahan. Segenggam Daun Kelor ini sudah siap untuk dimasak Sayur Bening. Semoga menyembuhkan.