The Man Behind The Gun!. Tentu istilah itu tidak asing bagi kita semua. Yap!. Orang bilang, sukses tidaknya sebuah karya, tergantung dari siapa orang yang berada di baliknya. Saya setuju sekali dengan itu, karena melihat kenyataan banyak sekali usaha yang tadinya biasa biasa saja, ketika ditangani oleh orang tertentu yang memiliki kemampuan managerial sangat tinggi, maka usaha itupun menjadi maju dan sukses.

Beruntung sekali saya mendapat kesempatan bertemu dan berbincang dengan Bapak Ketut Mardjana saat beberapa hari yang lalu saya dan anak-anak bermain ke Toya Devasya, salah satu obyek pariwisata yang sedang naik daun di tepi danau Batur, di Bali. Pak Ketut adalah orang yang berada di balik kesuksesan tempat pariwisata Natural Hot Spring di tepi danau Batur ini.
Sebetulnya Toya Devasya sendiri sudah cukup lama berdiri. Kalau saya tidak salah ingat, mungkin sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Akan tetapi, perkembangan pesat baru hanya terjadi 2 tahun belakangan ini saat Pak Ketut terjun langsung menanganinya sendiri, setelah beliau pensiun.

Beliau melakukan banyak sekali perombakan, memperbaiki konsep, membangun corporate culture, mempertajam cara pemasaran, memperkuat network dan terus berinovasi untuk memastikan kesuksesan Toya Devasya. Untuk saat sekarang, menurut Pak Ketut selama weekdays saja jumlah rata-rata kunjungan per hari ke Toya Devasya mencapai sekitar 500 orang, di mana setengahnya terdiri atas wisatawan domestik dan setengahnya wisatawan asing. Jika weekend atau musim liburan, kunjungan bisa meningkat dua kali lipat dari biasanya. Selama liburan menjelang akhir tahun ini, jumlah pengunjung bahkan mencapi 1500 an orang, dan pengunjung saat weekdays berkisar 500- 700 orang per hari.
Wah… lumayan banyak juga ya. Penasaran dong saya jadinya, bagaimana cara beliau mengelola usahanya ini.
Beliau dan istri menemani saya ngobrol tentang Toya Devasya sambil makan rujak pada sebuah senja yang indah di tepi danau Batur.
Toya Devasya sebagai sebuah brand.

Bagi seorang pebisnis, brand atau merk tentu merupakan aset utama yang harus ditangani dengan hati hati – bahkan namanya pun tetap harus dipikirkan dengan baik. Toya Devasya, sebagai sebuah brand pariwisata, diciptakan Pak Ketut dengan menyerap element yang membangun tempat wisata itu sendiri yakni air (Toya).
Dulu, di tempat di mana Toya Devasya sekarang berdiri, terdapat mata air suci panas yang diyakini penduduk sekitar sebagai anugerah Tuhan (Devasya) memberikan efek penyembuhan dan pengobatan berbagai penyakit bagi orang yang percaya dan memohon kesembuhan. Jadi Toya Devasya (namanya mirip bahasa Jepang – kata teman saya lho), artinya dalam bahasa Bali / Sanskerta adalah Air Anugerah Tuhan.
Saat ini pada kenyataannya, kolam renang /swimming pool dengan air panas dari mata air alami ini adalah penyumbang terbesar pemasukan tempat wisata ini. Walaupun pengunjung banyak juga yang datang untuk menikmati fasilitas lain seperti spa, villa, restaurant, camping, hiking dan sebagainya. Menurut Pak Ketut saat ini Toya Devasya telah memiliki 6 kolam renang air panas, satu diantaranya Olympic size. Dua diantaranya berada tepat di sebelah danau. Walaupun sudah ada 6, namun pengunjung tetap ramai dan Pak Ketut berencana menambahkan 2 kolam renang baru lagi. Jadi nantinya akan ada 8 kolam renang. Sebuah strategy yang sangat briliant dengan tetap berfokus pada wisata air yang merupakan “bread & butter”nya Toya Devasya.
Gajah di Toya Devasya dan Filosofinya.

Secara berseloroh saya bertanya kepada Pak Ketut, mengapa sih ada banyak gajah di mana mana di Toya Devasya?. Gajah duduk, gajah berdiri, gajah berbaring, gajah mina, dan sebagainya. Pokoknya semuanya gajah. Apakah ada alasan khusus?.
Pak Ketut tertawa waktu saya menanyakan ini. Tentu ada alasan khususnya.
Pertama, kata Pak Ketut, gajah adalah lambang dari Ganesha, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsinya membebaskan manusia dari segala aral yang melintang.
Alasan lain, gajah memiliki kebaikan-kebaikan yang patut ditiru oleh manusia. Contohnya?
Gajah memiliki telinga yang lebar, mengajarkan kita untuk selalu mendengarkan dengan baik, apa apa saja kebutuhan konsumen, apa keluhannya dan sebagainya sehingga kita bisa memberikan produk atau jasa yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Mulut gajah kecil, mengajarkan kita untuk tidak rakus. Mengambil seperlunya dan tetap menyisakan untuk yang lain. Gajah juga memiliki mata yang kecil dan tajam, mengajarkan kita untuk tetap fokus dan tidak ngawur. Gajah memiliki belalai yang panjang untuk menghirup air dan menyemprotkannya ke alam sekitar, mengajarkan manusia untuk hidup mencari rejeki bukan hanya untuk diri sendiri saja, tetapi juga agar berguna bagi orang orang dan masyarakat sekitar. Dan perut gendut gajah adalah lambang kesuksesan dan kebesaran, pak Ketut berharap semoga Toya Devasya bisa terus berkembang dan makin besar dari tahun ke tahun. Aiiiih… keren banget penjelasannya Pak Ketut ya.
Ungu adalah lambang spiritualitas.
Terus kalau warna ungunya ada penjelasannya juga nggak, Pak?. Ya!. Rupanya segala sesuatunya memang sudah dipikirkan oleh Pak Ketut sebelumnya. Warna ungu ternyata adalah warna spiritual. Orang Bali percaya, ungu adalah warna cakra yang terletak di ubun-ubun yang merupakan lokasi tertinggi pada tubuh manusia. Dan orang-orang yang memiliki warna aura ungu diyakini memiliki kemampuan spiritual yang tinggi. Jadi warna ungu dipilih oleh Pak Ketut bukan karena sebuah kebetulan.
Tempat Selfie di mana-mana.

Sebagai marketer yang peka, Pak Ketut sangat paham bahwa branding sangatlah penting. Beliau berhasil menangkap trend dan insight para netizen yang suka selfie dan mengupload foto ke media sosial. Pak Ketut memanfaatkannya untuk memperkuat branding Toya Devasya, dengan cara membangun pojok-pojok dan point point menarik untuk selfie. Dan…tentu saja super sukses!. Banyak sekali netizen yang mengupload foto selfie dengan latar belakang Toya Devasya seperti contoh foto di atas ke media sosial tanpa diminta. Jadi apa yang disebut oleh pak Ketut bahwa pasar sendirilah yang memasarkan Toya Devasya itu benar adanya. Sehingga tak heran jika sekarang Toya Devasya menjadi sangat memasyarakat. Terkenal baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Ah….sungguh seorang praktisi pemegang brand yang sangat handal!. Saya jadi banyak belajar ilmu memasarkan dari beliau ini.
Corporate Culture.
Sayapun larut dalam pembicaraan yang semakin menarik tentang organisasi, networking dan pemasaran hingga tentang Corporate Culture dari Toya Devasya yaitu CINTA KASIH.
Rupanya “Cinta Kasih” adalah singkatan dari 10 hal yang dijadikan budaya untuk setiap orang di Toya Devasya.
C = Customer Focus. Karyawan dituntut agar selalu focus untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen. Memahami kebutuhan konsumen dan berupaya keras untuk memenuhinya.
I = Integrity. Setiap karyawan dituntut untuk mendemonstrasikan integritas yang tinggi bagi diri sendiri maupun organisasi. Jujur dan komit. Mengatakan dengan jujur apa yang dilakukan atau diketahui dan berkomitment tinggi untuk melakukan apa yang telah dijanjikan akan dilakukan.
N = Networking. Pak Ketut sangat memahami betapa pentingnya networking dalam kesuksesan sebuah usaha. Untuk itu beliau sangat rajin memperluas jaringan, mebangun hubungan baik dan memanfaatkan jaringan yang ada sebagai perpanjangan tangan pemasaran.
T = Teamwork. Tan hana wong sakti sinunggal” kata Pak Ketut Mardjana. Saya terdiam sejenak. Tapi bener!. Tak ada orang yang bisa hebat sendiri tanpa bantuan orang lain. Kita tak bisa bekerja sendiri. Harus saling bahu membahu dan bekerja sama untuk mencapai kesuksesan bersana.
A = Accountable. Pak Ketut juga mengharapkan agar setiap orang dalam organisasinya bisa diandalkan dan bertanggungjawab atas pekerjaannya.
K= Knowledge. Karyawan diharapkan selalu mengasah diri, meningkatkan pengetahuan dan skillsnya.
A= Adaptive. Perubahan dunia yang sangat cepat juga menuntut karyawan untuk selalu mampu beradaptasi dengan setiap perubahan.
S = Spiritual. Walaupun aktifitas nyata yang dilakukan adalah kegiatan wisata, nsmun Pak Ketut tak melupakan unsur spiritual di dalamnya. Bahkan tak segan Pak Ketut pun memugar mata air panas suci dan menyediakan tempat melukat (menyucikan diri) bagi umat yang memang mau datang ke sana untuk tujuan itu.

I = Innovative. Seperti halnya di kategori apapun, konsumen sangatlah gampang bosan dan selalu mencari sesuatu yang baru. Apalagi ya yang baru sekarang? Nah, untuk itu Pak Ketut juga memastikan Toya Devasya selalu hadir dengan sesuatu yang baru setiap saat. Mulai dari kolam renang, lalu merambah ke restaurant, terus berlanjut ke villa, jumlah kolampun nambah, lalu bikin coffee house, camping, spa dan terus dan terus. Jadi selalu saja ada yang baru di Toya Devasya sehingga konsumen tidak bosan untuk datang dan datang lagi.
H = Harmony. Pak Ketut juga memastikan bahwa semua hal yang dijalankan agar berjalan dalam keseimbangan. Baik secara internal di Toya Devasya, maupun dengan lingkungan sekitarnya.
Pembentukan corporate culture yang baik, akan membangun organisasi yang professional, cepat berkembang dan tahan banting walau dalam kondisi apapun.
Nah…lumayan banget kan. Duduk hanya sebentar di Toya Devasya, tetapi mendapat pelajaran yang sangat penting dari seorang marketer senior yang sudah proven kesuksesannya di berbagai organisasi.
Terimakasih ya Pak Ketut, atas sharingnya. Saya jadi banyak belajar nih dari Pak Ketut tentang organisasi. Semoga Toya Devasya semakin berkembang ya.