Selama beberapa hari saya berada di Camp Pegasus yang jika saya lihat di Google Map berada di daerah yang bernama Vassanthanahalli, dekat desa Kallukote, di wilayah Karnataka, India. Tempat dan kegiatan yang sangat menyenangkan. Berada di atas tanah yang cukup luas dan penuh dengan pepohonan. Saya melihat ada pohon asam, sawo, ceremai, jambu biji, banyak pohon jati dan sebagainya ditanam di tempat itu. Sangat teduh.Sementara di bawahnya di tanam berbagai macam sayuran, seperti kubis,tomat, terong dan sebagainya. Mengingatkan saya akan masa kecil saat aktif di Pramuka, melakukan camping, tidur di tenda, makan dengan beralaskan daun dan sebagainya. Benar-benar kehidupan yang sangat dekat dengan alam.
Mungkin karena kesenangan saya akan alam, maka saya memanfaatkan setiap kesempatan yang ada di sela-sela kesibukan untuk menikmati alam sekitarnya. Demikian juga sore itu. Dua orang teman India saya mengajak berjalan-jalan keluar Camp. “Dani! jalan-jalan yuk! ” ajaknya begitu melihat saya usai dengan kegiatan saya sore itu. Sayapun segera menyimpan alat-alat tulis saya dan mengambil kamera saku di tenda lalu segera berlari ke arah teman saya itu. “Kemana?” tanya saya. “Kemanapun kamu mau, akan kuantar” kata teman saya itu. Yes!! teman yang sangat baik!. Sayapun mengutarakan keinginanan saya untuk pergi ke danau. “Iwant to take some pictures” kata saya. Teman saya setuju. Mendengar itu, dua orang teman saya yang berkebangsaan Inggris pun mau ikut juga. Maka berangkatlah kami berlima menuju danau.
Perjalanan ke danau cuma makan beberapa puluh menit. Melewati ladang-ladang penduduk . Banyak tanah ladang yang terbuka dan kelihatannya baru habis diolah dan siap ditanami kembali. Tanahnya yang merah terlihat sangat indah diterpa matahari sore yang hangat. Sambil berjalan, saya melihat-lihat ke kiri dan kanan.
Suara burung terdengar riuh sekali bercericit dan berkicau dari arah semak-semak. Burung-burung Pipit Benggala (Amandava amandava) yang sangat banyak populasinya. Masih sekeluarga dengan pipit di tempat kita, namun warnanya merah dengan bintik-bintik yang indah. Sayang saya tak membawa kamera yang baik untuk menangkap gambar burung-burung itu. Juga banyak sekali burung Gagak di sana. Ukurannya sangat besar. Saya pikir burung-burung itu lebih besar dari ukuran tubuh seekor kucing. Membuat saya berpikir keras, apakah burung ini termasuk Raven atau Crow? Bulunya yang kusam dan paruhnya yang agak pendek membuat saya berpikir bahwa itu adalah gagak Crow. Sedangkan ukuran badannya yang sedemikian besar membuat saya berpikir bahwa itu adalah gagak Raven. Di Indonesia, baik Raven maupun Crow keduanya disebut dengan Gagak. Juga sangat jinak. Suaranya berkaok-kaok, hinggap di pepohonan, di tiang bahkan di tanah tanpa memperdulikan orang yang lewat. Barangkali karena tak pernah diganggu manusia, sehingga burung-burung itu merasa aman , tentram dan damai tanpa terusik.
Selain melihat-lihat burung,saya juga sekalian melihat bunga-bunga liar yang tumbuh di kiri kanan ladang. Banyak sekali. Salah satu yang membuat saya terkejut kegirangan, di sana saya menemukan pohon Kayu Tiblun. Dulu waktu saya kecil, bunga Tiblun ini selalu ada setiap hari raya Galungan. Bersama-sama dengan Bunga Padang Kasna (Edelweiss), bunga Tiblun selalu menjadi pertanda datangnya hari raya di Bali. Sudah lama saya tidak melihat bunga itu lagi di pasaran, tergantikan dengan bunga-bunga yang dibudidayakan manusia. Sehingga pernah berpikir jangan-jangan tanaman Kayu Tiblun itu sudah punah. Namun kali ini tiba-tiba saja tanaman itu ada di depan mata saya dan sedang berbunga pula. Alangkah girangnya!.
Yang menarik hati lagi adalah lapisan batu-batu tua dari jaman precambrium yang sangat banyak yang mencuat ke permukaan tanah. Sangat mencengangkan, karena area area yang terbuka yang tadinya saya pikir tanah tandus yang tak bisa ditanami ternyata setelah saya dekati adalah hamparan batu besar yang sangat luas. Seringkali sama luasnya dengan ladang. Oh,pantas saja tak ada tanaman yang tumbuh diatasnya.
Namun demikian, di sela-sela lapisan batu-batu itu, selalu ada sedikit lapisan tanah yang cukup subur bagi peladang walaupun lapisannya sangatlah tipis dibanding luasnya lapisan batu yang ada di situ. Penduduk memanfaatkannya untuk untuk bertanam bawang putih, kentang, jagung, kacang dan sebagainya. Sangat hijau dan subur.

Ladang bawang putih yang mengingatkan saya akan kampung halaman saya, desa Songan di tepi danau Batur Kintamani di Bali.
Kami terus berjalan. Akhirnya mencapai sebuah persimpangan. beberapa orang penduduk terlihat berjalan pulang dari ladang. Ada seorang wanita yang menggiring sapinya yang terlihat kurus agak kurang makan. Saya sempat bertanya, untuk apa penduduk memelihara sapi,bukankah sebagian besar penduduk India tidak mengkonsumsi daging sapi? jawabannya adalah untuk membantu mereka bekerja di ladang dan diperah susunya. Teman saya yang bisa berbahasa setempat menanyakan dimana letak danau. kamipun diberi petujuk jalan yang tersingkat. Sungguh sangat beruntung memiliki teman yang mengerti, sehingga saya merasa sangat aman bersamanya dan tidak khawatir tresesat.
Akhirnya kami berbelok, tidak lagi mengikuti jalanan kampung itu, tapi masuk dan berjalan di pinggir ladang yang baru saja ditanami kacang. Danau tampak kecil. Saya pikir debit airnya kurang karena kemarau yang panjang. Namun rupanya saya hanya melihat sebagian kecil saja dari sisi barat danau itu. Saya dan teman-teman turun ke danau. Banyak kerang air tawar bertebaran di pantainya. Sayapun mengambil beberapa gambar. Hari semakin sore. Matahari perlahan lahan tenggelam dan danau itupun menjadi gelap.
Kamipun kembali pulang ke Camp. kembali menyusuri jalan setapak dan ladang-ladang yang sekarang telah gelap. Merekam semua ini ke dalam ingatan saya dan mengenang teman-teman yang bersama saya dalam perjalanan ini. Kebersamaan yang indah.