Awalnya saya tidak ingin bercerita tentang kejadian ini, khawatir orang-orang menyangka saya tidak logis, tidak rasional, atau mengalami Halu 😀. Karena kejadian ini rada-rada nggak masuk akal, tapi ini sungguh kisah nyata yang saya alami sendiri.
Saya pulang malam dari kantor. Di tengah jalan saya merasa sangat lapar. Saking laparnya sampai perut saya perih dan saya mual. Saya berniat membeli camilan di pinggir jalan. “Jangan gorengan ya Bu. Nggak sehat”, kata Pak Supir yang mengantar saya pulang. “Oke”, kata saya.
Saya lalu mikir, apa yang sehat ya? “Kacang rebus atau jagung rebus. Nanti kalau ada di pinggir jalan kita berhenti” kata saya. Pak supir melambatkan laju kendaraan sambil mencari-cari dagangnya di pinggir jalan. Apesnya, hingga setengah jam lewat belum terlihat ada tanda tanda tukang kacang rebus – jagung rebus.
Kendaraan terus melaju pelan. Gerimis mulai turun. Jalanan terasa sepi. Semakin pupus harapan saya untuk bisa membeli kacang atau jagung rebus.
Tiba- tiba Pak Supir menghentikan kendaraan “Kayaknya itu ada tukang jagung bakar. Mau Bu?” tanyanya sambil memundurkan kendaraan tanpa menunggu jawaban saya. Dagang jagungnya sudah terlewat bebetapa ratus meter. Ya ya…tentu saja saya mau.
Saya pun turun. Sekarang saya baru sadar, ternyata posisi dagang jagung bakar ini tepat di pintu gerbang Pemakaman Umum. Agak gelap dan hanya ada satu lampu kecil. Ada 2 dagang di situ. Seorang ibu yang menjual jagung bakar. Dan 2 orang anak muda yang menjual kepiting. Saya memesan beberapa buah jagung untuk saya dan Pak Supir – barangkali ia mau juga buat istri atau anaknya.
Karena sepi, tidak ada pembeli lain lagi, si ibu penjual jagung langsung meladeni permintaan saya. Saya berdiri di bawah payung sambil menonton si ibu mengipas bara dan membolak -balik jagung. Bagus juga baranya dan tidak terpengaruh oleh gerimis. Saya mendongak ke atas. Oooh.. rupanya pembakaran ini ada di bawah pohon rindang. Pantas terlindung dari hujan. Baranya stabil. Asapnya menebar ke udara.
Tiba tiba saya mencium wangi semerbak keluar dari pembakaran jagung. Wangi Kemenyan Arab yang dibakar!. Wah… apa nggak salah penciuman saya ini?. Saya coba hirup lebih dalam. Tapi sekarang wanginya hilang.
Namun beberapa saat kemudian, wangi Kemenyan itu muncul lagi. Bahkan jauh lebih kencang dari sebelumnya dan lamaaaa sekali. Saya membayangkan jika itu sebuah parfum, tentu dosagenya tidak kurang dari 25% dalam larutan ethanol.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan wangi Kemenyan. Kemenyan atau Olibanum atau Frankincense, adalah aromatic resin atau getah dari pohon-pohon jenis Boswelia/ Styrax. Merupakan bahan baku penting dalam industri parfum dunia. Kemenyan juga banyak digunakan dalam pengobatan, berbagai ritual keagamaan ataupun budaya berbagai bangsa, mulai dari Arab, Eropa hingga Asia. Namanya sangat positive dan harum.
Hanya di Indonesia saja Kemenyan ini mendapatkan nama buruk karena dikait-kaitkan dengan hal mistik 😀😀😀. Sehingga banyak orang Indonesia yang takut pada wangi Kemenyan.
Walaupun saya orang Indonesia, tetapi sebagai orang yang bekerja di industri parfum dan memahami apa sebenarnya Kemenyan, tentu saja saya tidak takut pada wangi Kemenyan. Saya cuma heran saja, bagaimana bisa kok wangi Kemenyan keluar dari asap pembakaran jagung???. Tidak normal!!!. Kecuali jika ada orang yang memasukkan Kemenyan ke dalam pembakaran ini.
Atau apakah ada orang lain yang membakar menyan di balik tembok kuburan itu?. Tapi rasa saya wanginya kelyar dari pembajaran jagung ini deh. Sangat dekat dan kenceng.
Saking penasarannya, saya lalu bertanya pada ibu tukang jagung, “Ibu ada memasukan kemenyan ke dalam arang pembakaran jagung ini nggak Bu?. Kok saya mencium wangi kemenyan ya? “.
Si ibu tampak terkejut, lalu agak kesal pada saya. “Demi Allah Bu, saya tidak seperti pedagang lain yang menggunakan penglaris biar dagangannya laku” . Jawabnya.
Saya hanya mendengarkan. Oh…mengapa ia mengaitkan kemenyan dengan penglaris?. Sebenarnya bukan itu maksud saya. Tapi ya sudahlah. Ntar dia malah makin tersinggung. Selain itu, dua orang anak muda yang menjual kepiting itu juga tiba tiba mengemas daganganya buru- buru, mematikan lampu dan pulang. Lah?. Kok kabur?. Jadi gelap sekali sekarang di sini.
Si ibu tukang jagung lalu mencari cari saklar dan menyalakan lampunya sendiri.
“Sebenarnya jujur saja Bu. Setiap malam saya berjualan di sini hingga jam 1 malam. Kadang- kadang memang gitu, Bu. Tiba tiba kecium bau wangiiii. Atau bau busuk. Malah sering juga suara cewek ketawa. Saat malam sepi dan nggak ada pembeli”, katanya.
Lalu ia bercerita. Ia terpaksa berjualan di situ, karena tak mampu membayar sewa lapak di tempat yang lebih baik. Tak punya pilihan lain. Suaminya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Ia harus menghidupi 5 orang anak yang masih kecil-kecil dan masih sekolah. Dan saat ini, ia sendiri sebenarnya sedang menderita sakit jantung. Untunglah 2 orang anaknya yang besar sekarang sudah bekerja dan menikah.
“Ya apa jadinya ya Bu, jika umur saya tidak ada lagi. Gimana nanti nasib anak-anak saya?”, katanya dengan sangat sedih. Saya jadi ikut terbawa kesedihannya. Lalu saya besarkan hatinya bahwa ia pasti bisa melewati semua masalah itu dan saya doakan agar ibu itu membaik kesehatannya dan kuat serta lancar rejekinya. Lalu saya pamit.
Saya lihat mata ibu itu berkaca-kaca saat menerima uang dari saya. Sekali lagi saya berdoa dengan sungguh-sungguh untuk kebahagiaan ibu tukang jagung itu. Semoga Tuhan memberikan kesehatan yang baik, rejeki yang banyak dan makin banyak pembeli yang mampir ke sini. Lalu saya kembali ke kendaraan.
Begitu duduk di dalam mobil. Tiba-tiba bulu kuduk saya merinding. Aneh sekali perasaan saya ini. Tadi padahal saya tidak merinding, kenapa tiba tiba sekarang?. Saya pikir saya sedang merasakan takut. Lihat ke sebelah dan jok belakang. Tidak ada apa apa. Tapi saya semakin merinding.
Nyaris putus asa dengan perasaan ini, akhirnya saya berkata kepada entah siapa “Jangan mengganggu saya. Karena niat saya selalu baik. Saya hanya membeli jagung karena perut saya lapar. Berhenti gentayangan. Saya doakan agar kamu bertemu jalan untuk kembali kepadaNYa“. Saya lalu berdoa dengan khusuk agar jika memang ada arwah, atau mahluk lain di sekitar saya (selain Pak Supir tentunya), agar kembali kepadaNYA dan berbahagia.
Setelah itu rasa merinding saya perlahan berkurang. Nah…. sekarang tinggal jagungnya. Apa yang harus saya lakukan dengan jagung ini sekarang?. Makan atau jangan?. Jangan jangan jagung bakar aroma Kemenyan. Saya cium. Ternyata wanginya tetap wangi jagung bakar biasa. Tidak ada tercampur dengan wangi Kemenyan 😀.
Tapi anehnya pikiran saya berkembang makin buruk. Bagaimana jika tiba tiba keluar darah dari jagung ini saat saya gigit?. Atau jika tiba-tiba batang jagung ini berubah jadi tulang manusia?. Seperti di cerita-cerira horor. Saya bergidik. Ngeri banget memikirkannya. Mungkin ini yang namanya Super Halu. Saya jadi galau dan mikir-mikir.
Setelah saya timbang timbang, akhirnya saya putuskan untuk memakan jagung itu saja.
1/. Alasan logis, tadi saya beli jagung karena saya lapar. Sekarang jagung sudah di tangan saya. Ya harus saya makanlah, agar perut saya tidak perih lagi.
2/. Tidak baik membuang makanan. Banyak orang lain yang kelaparan dan tak mampu.
3/. Selain itu, saya beli jagung ini dari gaji hasil kerja saya. Masak dibuang?. Rejeki akan seret datangnya jika kita menyia-nyiakan rejeki yang sudah di tangan kita sendiri.
4/. Tanaman jagung itu sendiri tentu akan sangat sedih jika saya menyia nyiakannya. Karena ia sudah bersusah payah mengekstrak zat kehidupan dari tanah dan mengalirkannya ke dalam biji-bijinya guna keberlangsungan kehidupan generasi berikutnya. Tapi kita manusia mengambil buahnya dan membakarnya. Dan setelah dibakar tidak pula kita makan, alangkah berdosanya saya ini pada pohon jagung.
Akhirnya ” nyuam nyuam” saya makan jagung itu setelah sebelumnya saya berdoa, agar jagung ini memberi kesehatan dan kekuatan untuk tubuh saya dan bukan penyakit. Saya juga berdoa memohon agar tubuh saya dilapisi dan dilindungi dengan kekuatan jika seandainya ada pengaruh atau energi buruk dalam jagung yang saya makan itu.
Ha ha .. tidak terjadi apa apa tuh. Jagungnya ya tetap jagung biasa saja. Tidak ada darah ataupun berubah jadi tulang belulang 😀
Setiba di depan rumah, entah kenapa saya merasakan ada seseorang yang mengikuti langkah saya kelyar dari mobil, walaupun saat saya tengok kiri, kanan, depan, belakang tidak ada satu orangpun. Daripada daripada, sebelum membuka pintu rumah, saya membalikkan badan saya lalu berbicara entah kepada siapa ” Kamu jangan ikut masuk. Cukup sampai di sini saja. Pulanglah! Jangan gentayangan. Terimakasih sudah ikut mengantar”, kata saya. Terasa sangat bodoh. Ngomong sendiri 😀. Tapi serius, itu ngefek lho. Setidaknya memberi dampak psikologis kepada perasaan saya bahwa sekarang saya sudah aman. Setelah saya ngomong gitu, tidak ada lagi perasaan ada sesuatu atau seseorang yang sedang membuntuti saya.
Lalu saya masuk ke dalam rumah. Di sini tenang, nyaman dan damai.
Demikianlah cerita saya sesuai dengan kejadian nyata yang saya alami. Mungkin sebagian teman pembaca mentertawakan dan menganggap saya tidak rasional atau menyebut saya Halu. Tetapi sebagian lain mungkin bisa memahami atau bahkan pernah mengalami kejadian yang serupa ini. Tidak semua hal di dunia ini bisa dijelaskan secara rasional.
Tidak apa apa. Setiap orang punya pengalaman dan sudut pandang masing-masing. Terimakasih sudah membaca.