Monthly Archives: August 2015

Antara Sekarung Dan Sebidang Tanah.

Standard

Media tanamSaya berdiskusi dengan suami saya untuk mengatur jadwal  hari itu. Siapa yang mau ngapain, kemana, jam berapa, dan siapa yang mau jemput siapa. Tiba-tiba saya teringat kalau saya membutuhkan tambahan tanah media tanam untuk bibit sayuran yang saya semai sebelumnya. Kelihatannya sudah pada tinggi. Sudah waktunya untuk dipindahkan ke polybag. Jika tidak segera dipindahkan, tentu tanaman itu akan jadi kurus-kurus karena berhimpit-himpitan dan berebut makanan dengan saudara-saudaranya yang lain. “Nanti saya akan membeli tanah ya..!” kata saya. Suami saya kelihatannya sangat sibuk dengan gadgetnya.  Ia menengok ke arah saya sepintas. Mengangguk menyetujui, lalu kembali menunduk. Sibuk mengetik sesuatu.

Karena merasa rencana saya hanya rencana kecil dan sudah direkam olehnya, sayapun meninggalkan meja makan dan kembali ke kamar mengambil laptop saya. Tak lama kemudian suami saya menyusul, lalu berkata kepada saya “Kalau mau beli tanah, pastikan sertifikat-nya benar ya” sarannya.  Saya bengong. Maksudnya?”Sertifikat????#!!??” . Sertifikat apa ya? Saya kok bingung. Belum pernah lihat kalau tanah media tanam ada sertifikatnya. Apakah yang dimaksudkan oleh  suami agar saya memastikan tanahnya bebas hama dan fungi supaya tanamannya tidak penyakitan?

Sesaat saya terdiam. Lalu sadar. Oooh.. saya mengerti sekarang. Rupanya suami saya menyangka kalau saya ingin membeli sebidang tanah. Bukan sekarung tanah untuk menanam bayam. Ya ampyuuuun!. Jauh banget bedanya antara sebidang dengan sekarung. Terus duit darimana pula buat beli tanah sebidang? Nggak cukup. Cukupnya cuma buat beli sekarung di toko Trubus.  Hua ha ha… Saya dan suami saya tertawa ngakak setelah menyadari ketidak-nyambungan kami.

*****

Teman-teman pembaca, apakah pernah mengalami kejadian serupa?  Tidak nyambung antara apa yang kita maksudkan dengan apa yang dipikirkan oleh lawan bicara kita?  Saya menjadi tertarik memikirkan kira-kira mengapa hal  kocak seperti ini bisa terjadi?

Saya pikir, ketika mendengar sebuah kata atau kalimat, secara umum pikiran kita akan mengenali dan mempersepsikan kata atau kalimat itu sesuai dengan apa yang kita pikirkan dan mencocokkan dengan apa yang kita lakukan atau pernah alami.

Berhubung belakangan ini saya lagi semangat merawat tanaman, hati dan pikiran saya tertuju pada segala yang berusan dengan tanaman. Pada akar, bibit, air, daun, pot, polybag dan sebagainya. Ketika saya mengucapkan kata ‘tanah’, sangat jelas yang saya maksudkan adalah tanah untuk media tanam. Saya menyangka suami saya berpikir yang sama. Karena, walaupun ia tidak ikut berjongkok-jongkok merawat tanaman, tetapi setiap hari ia ikut melihat tanaman itu, entah saat sarapan pagi ataupun saat bekerja dengan laptopnya di teras belakang.  Saya juga selalu bercerita kepadanya tentang tanaman-tanaman saya.  Intinya ia tahu apa yang saya lakukan dengan tanaman.

Sebaliknya,barangkali karena suami saya disibukkan oleh client-nya dengan urusan rumah dan kavling – jadi pikirannya sangat terikat pada  tanah dalam konteks property. Ia selalu berbagi cerita kepada saya tentang urusan pekerjaannya. Tapi karena saya tidak punya passion di situ, apa yang diceritakan suami saya pun hanya numpang lewat saja. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Walaupun saya selalu mendengarkan dengan setia, tetapi saya tidak pernah merasa tertarik.

Saya berasumsi bahwa ia dan pikirannya selalu bersama saya dan pikiran saya. Ia pun berasumsi kalau ia dan  pikiran saya selalu bersamanya dan pikirannya. Padahal kami hidup dalam dunia pikir kami masing-masing. Dunia pikir yang berbeda satu sama lain. Nah disinilah ‘disconnection’ alias ke’kaga nyambung’an terjadi. Jadi pada moment sesaat, dalam menanggapi sebuah kata atau kalimat, kita cenderung mem’basis’kannya pada pikiran kita masing-masing.  Setiap orang memiliki minat, passion, ketertarikan dan bahkan latar belakang yang berbeda-beda yang melahirkan dunia pikirnya masing-masing. Sulit menyamakan.

Lalu bagaimana sebaiknya kita mengantisipasi perbedaan dua dunia pikir ini? Dan mengantisipasi ke”tidak-nyambung”an? Saya rasa kuncinya ada pada cara kita merespon dunia lawan bicara kita, yaitu dengan cara menyimak alias mendengarkan dengan penuh perhatian.

Seringkali ketika mendengarkan pembicaraan seseorang, kita hanya sekedar mendengar. Bukan menyimak. Entah karena sedang sibuk dengan urusan lain, entah karena memang kurang tertarik. Mendengar maksud saya adalah memasukkan informasi lewat telinga dan menyimpannya begitu saja di otak kita tanpa memprosesnya.  Sedangkan ‘Menyimak’ bagi saya lebih dari sekedar itu. Selain memasukkan informasi lewat telinga dan menyimpannya, ada “proses” yang terjadi di tengah-tengahnya yang melibatkan hati dan pikiran. Misalnya, jika saat mendengar kata “tanah”, suami saya  mendengarkan apa yang saya katakan, lalu menghubungkannya dengan situasi dan kondisi saya yang sangat suka berkebun, sedang senang ngurusin tanaman, sedang sibuk dengan bibit tanaman, tentu dengan mudah ia memahami kalau ‘tanah’yang saya maksudkan adalah media tanam.  Bukan tanah dalam konteks property. Nah itu yang namanya menyimak.

Sebaliknya jika saya mendengar kata “sertifikat” tanah yang diucapkan suami saya, lalu saya menghubungkannya dengan pekerjaannya tentu dengan cepat saya akan mengerti bahwa sertifikat yang ia maksudkan adalah dalam konteks tanah sebagai property. Bukan dalam konteks sebagai media tanam. Nah kalau begitu baru bisa disebut dengan menyimak.

Sangat jelas perbedaan dan dampak dari sekedar ‘Mendengar” dengan “Menyimak”. Kemampuan “Menyimak” dengan baik inilah yang harus saya perbaiki setiap saat.  Mendengarkan sekaligus menarik hal-hal lain yang ‘tak kasat telinga’ yang berkaitan dengan apa yang seseorang ucapkan, sehingga menghasilkan kesimpulan dan pemahaman yang lebih komprehensif.

 

Urban Farming: Lima Ribu Rupiah Yang Membahagiakan.

Standard

Kangkung

Segenggam kangkung hasil panen perdana.

Tanaman kangkung yang saya ceritakan pada tulisan sebelumnya kini sudah berusia sebulan. Bukan saja tumbuh subur dan segar, tetapi satu dua batangnya mulai ada yang tumbuh sangat panjang bagaikan sulur. Barangkali jenis kangkungnya berbeda dengan yang lainnya. Tidak tahu juga. Selain itu ada juga satu-dua daun paling bawahnya yang sudah mulai tua dan menguning. “Kelihatannya seperti tanda-tanda sudah bisa dipanen” kata anak saya. Jadi kemarin Sabtu, berhubung saya ada di rumah, untuk pertama kalinya saya dan anak saya mulai bisa memanen sayur kangkung hasil tanam sendiri di halaman dalam polybag. Horreeee!. Lumayan, cukup untuk makan siang bersama keluarga.

Kangkung 1Hasilnya mungkin tidak banyak. Hanya cukup buat satu kali masak. Kalau beli di tukang sayur  paling banter harganya hanya Rp 5 000. Barangkali buat sebagian ibu rumah tangga Rp 5 000 sama sekali  tidak ada artinya. Tapi bagi sebagian ibu rumah tangga lain, segenggam kangkung dengan nilai Rp 5 000 juga barangkali sesuatu banget. Saya sendiri sangat senang dan bangga sekali dengan apa yang kami lakukan. Menurut saya nilai Lima Ribu Rupiah ini benar-benar berharga.  Mengapa? Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya.

Menanam kangkung dari limbah sayuran yang tidak terpakai memberi sensasi sendiri karena ternyata kita menemukan fakta bahwa sesuatu yang kita pikir tak berguna sesungguhnya masih bisa di-recycle untuk kita manfaatkan kembali.  Dan kwalitas hasil re-cycle itu tidak selalu harus lebih buruk dari yang aslinya. Saya lihat batang dan daun kangkung yang saya tanam ini sama subur dan hijaunya dengan apa yang saya beli di pasar atau dari tukang sayur.

Menanam kangkung sendiri juga memberi kepastian kepada kita bahwa tanaman terkontrol dari pestisida dengan baik. Karena jumlah tanamannya yang cuma seuprit dan setiap hari saya lihat dan periksa, jadi saya bisa memastikan tidak ada kupu-kupu atau ngengat yang bertelor dan menetas menjadi ulat di sana. Sehingga saya tidak perlu menggunakan pestisida. Selain itu tanaman ini juga sudah bisa dipanen pada umur 4-5 minggu. Sangat singkat. Jadi pestisida memang benar-benar tak perlu digunakan.

Sayur kangkungSetelah ditumis, kangkung yang benar-benar fresh baru dipetik dan langsung dimakan, ternyata jauh lebih manis, renyah, segar dan lebih enak rasanya ketimbang yang sudah dipanen sehari atau bahkan dijajakan setengah layu di tukang sayur. Anak- anak dan suami  saya semuanya berkomentar yang sama dan memuji rasa sayuran segar hasil petik dari halaman sendiri itu.

Hm… sangat menarik sekali. Barangkali jika begitu dipanen langsung disayur, semua zat baik yang ada pada sayuran belum sempat menguap atau hilang dari batang dan daunnya. Semuanya masih tersimpan dengan baik.

Saat memanen, batang kangkung itu hanya saya gunting sedikit diatas ruang batangnya yang pertama. Tidak saya cabut. Karena saya ingin melihat apakah tanaman ini masih bisa direcycle kembali dengan cara begini. Jika ya, maka saya tidak perlu menanam ulang lagi. Bisa memanfaatkan tanah media tanam yang dipolybag itu kembali – dan barangkali hanya perlu menggemburkannya kembali dan menambahkan sedikit media tanam baru untuk memastikan unsur haranya cukup. Menggunakan kembali polybag yang ada, sehingga tidak menambah pencemaran alam dengan plastik.

Memanen kangkung

Memanen kangkung

Keberhasilan kecil kami menanam sayuran dan akhirnya memanennya dalam waktu sebulan,  memberi anak-anak saya contoh nyata yang baik, tentang hubungan antara NIAT- USAHA -SUKSESan. Niat memanfaatkan limbah sayuran – melakukan apa yang kita niatkan itu dan rajin memeliharanya setiap hari –  tanaman yang subur dan panen yang memuaskan. Contoh yang sangat kecil dan sederhana tapi  benar-benar real. Bahwa jika kita bersungguh-sungguh dengan apa yang niatkan, kita lakukan dengan baik dan letakkan semangat kita pada prosesnya, maka dengan pasti kita akan berhasil mendapatkannya dengan baik.

Jadi nilai-nilai yang bisa saya ajarkan kepada anak saya adalah bahwa untuk segala sesuatu, kita bisa mulai dari hal-hal kecil, mudah dan sederhana. Tapi kita kerjakan sendiri, lakukan sendiri, nikmati prosesnya dan berbanggalah atas apa yang kita lakukan dengan baik.

Yuk, ikut saya bertanam sayur dengan memanfaatkan limbah sayuran yang ada!. Bikin dapur hidup. Setahap demi setahap, kita jadi Ibu Rumah tangga yang lebih peduli lingkungan (dan kalau bisa menjadi lebih mandiri). Walaupun sedikit, kita berhemat pengeluaran dan ikut memproduksi oksigen dan menciptakan udara yang lebih bersih di halaman rumah kita sendiri.

 

 

 

Menghadiri Peluncuran Fragrance Baru Vitalis Eau de Cologne 2015.

Standard

Vitalis EDC Celebrite & Glam Star 2Hari Selasa tanggal 25 Agustus yang lalu, saya berkesempatan hadir dalam acara “Vitalis Scentsational Star” berkaitan dengan  launch dua fragrance baru Vitalis Eau de Cologne yakni Celebrite dan Glam Star. Ada banyak acara yang menarik menurut saya.

Diantaranya ada booth untuk Tebak-Tebak Aroma, dimana para undangan ditantang untuk mengadu tingkat ketajaman indra penciumannya.  Ada berbagai jenis sumber fragrance dari alam yang diletakkan di dalam kaleng tertutup kain tipis, peserta dapat mencium aroma bahan pewangi alam itu namun tidak bisa melihat. Diantaranya ada  daun nilam (patchouli), akar wangi (vetiver), melati, mawar, kenanga (Ylang-Ylang), lemon, kayu manis, jahe, cengkeh, adas, kopi, vanila dan sebagainya. Yang menarik di sini adalah, ternyata ada beberapa bahan natural yang cukup mudah ditebak oleh kebanyakan pengunjung, namun ada cukup banyak juga yang sulit. Bahkan ada beberapa pengunjung yang merasa tahu dan sangat akrab akan aromanya tapi tidak bisa mengingat apa nama bahannya. Sangat menarik!.

Vitalis EDC Celebrite & Glam Star 5

Di pojok lain kita bisa ikut mencoba membuat parfum kita sendiri. Panitya menyediakan base fragrance dalam sebuah wadah parfum mini, lalu pengunjung dipersilakan mengambil dan meneteskan cairan yang merupakan oil mix dari natural fragrance, masing-masing untuk top note, middle note dan bottom note dari fragrance. Dosage? Pengunjung dipersilakan meneteskannya dalam dosage yang sesuai dengan selera. Nah..serunya di sini. Karena kebanyakan pengunjung mencium terlebih dahulu ketiga cairan yang ada, lalu cenderung meneteskan cairan yang wanginya lebih disukai dalam dosage yang lebih banyak. Sehingga walaupun dari palette yang sama, terciptalah perfume beraneka ragam sesuai dengan selera tukang aduknya.

Selain itu ada juga photo booth  dan pojokan  dimana kita bisa menemukan beraneka ragam bahan alam untuk fragrance.

Vitalis EDC Celebrite & Glam Star 6

 

Acaranya sendiri diramaikan dengan talkshow yang sangat menarik. Psychologist Dra A. Kasandra Putranto berbicara tentang psikologi perfume. Asal-usul perfume, kaitan perfume dengan ingatan manusia, kaitan aroma dengan perilaku manusia dan sebagainya. Sangat menarik. Karena audience diajak untuk memahami lebih jauh bagaimana aroma tertentu bisa  mempengaruhi perilaku seseorang. Misalnya berdasarkan penelitian, aroma jeruk ternyata cenderung membuat orang yang terpapar oleh aroma ini lebih ingin berbersih-bersih ketimbang orang yang tidak terpapar. Selain itu, aroma citrusy juga meninggalkan perasaan segar dan membangkitkan semangat seseorang. Lavender sebaliknya memberi perasaan lebih tenang dan kalem.

Selain psychologist, dihadirkan juga Fragrance expert Anne Sylvie Selezneff menjadi pembicara. Anne berbicara tentang The Art of Perfumery. Tentang Inspiration, Creation & Composition dari Fragrance. Anne juga memutarkan sebuah film pendek bagaimana sebuah bahan perfume diextract. Dalam hal ini ia mengambil contoh daun nilam (patchouli) yang merupakan salah satu bahan perfume yang berasal dari Indonesia.Vitalis EDC Celebrite & Glam Star 3

Christina Wilsa, Marketing Manager di PT Unza Vitalis menjelaskan tentang Vitalis brand dan launch dua fragrance baru dari Vitalis Eau de Cologne. Dua fragrance baru  ini didesign berdasarkan inspirasi dari gemerlap dan semangatnya geliat kehidupan para celebrities di kota-kota pusat & ajang perfilman dunia  yakni Hollywood dan Cannes

Fragrance Celebrite yang dikemas dalam botol berwarna  orange, terinspirasi dari  semangat yang menyala-nyala para selebriti Hollywood yang sangat inspiratif, ekspresif dan energetik.  Fragrancenya sendiri sangat segar dan elegant, dengan Top note  citrus green, apple & bergamot, Mid note Rose dan white flowers, ditutup dengan Gourmand note yang mewah dan berkelas.

Fragrance Glam Star dikemas dalam botol berwarna hijau, terinspirasi dari semangatnya para celebrities di ajang film Cannes yang classy dan artistik. Fragrance Glam Star sangat energizing dan revitalising dengan Top Note sangat citrus bergamot dan mandarin, Mid note  White floral yang glamour dan extravagant, diakhiri dengan  woody – musky yang lingering, caring dan elegant.

Vitalis EDC Celebrite & Glam Star

Acara ditutup dengan prosesi launch dari 2 fragrance baru ini, dibawakan oleh 2 artis ternama  yaitu Firrina Sinatriya (Celebrite) dan Maria Selena (Glam Star) dalam balutan busana karya Fashion Designer Metty Choa.

Vitalis EDC Celebrite & Glam Star 4

 

Sebelum pulang, diumumkan para pemenang lomba baik yang melakukan Tebak -tebak bahan fragrance maupun yang paling banyak ngetweet dan involve sosial media. Pemenang

Urban Farming: Memanfaatkan Limbah Dapur Yang Ada.

Standard

Urban Farming 1Belakangan ini saya lagi semangat menanam sayur-sayuran di halaman rumah saya yang sangat sempit. Gara-garanya adalah saat membersihkan kangkung. Saya memotong pangkal batang tanaman ini  beserta akarnya hendak saya buang. Yang saya ambil hanya daun dan batangnya yang masih muda saja. Saat akan dibuang, tiba-tiba melintas di kepala saya, mengapa harus dibuang? Bukankah sebenarnya akar dan pangkal kangkung ini bisa saya tanam lagi? Barangkali bisa hidup. Dan jika hidup, jangan-jangan sebulan lagi sudah bisa saya panen kembali untuk dimasak dijadikan  Ca Kangkung.  Iseng-iseng batang dan akar kangkung itupun saya tancapkan di pot. Lalu saya siram setiap hari. Eh..benar saja..kangkung itu tumbuh tunas dengan baik. Sebentar lagi tentu daunnya terlihat.

Karena kelihatan sehat, lalu saya pindahkan ke polybag.  Seminggu berlalu, kangkung itu rupanya tumbuh dengan serius. Daunnya mulai berkembang beberapa helai. Senangnya hati saya. Karena sekarang sudah kelihatan bahwa saya bakalan punya sayuran segar petik langsung dari pohon dalam waktu dua minggu ke  depan. Walaupun jumlahnya masih sedikit sih. Hanya 7 polybag. Tapi lumayan…

Minggu lalu saya menambah lagi tanaman kangkung baru.  Beberapa belas kantong. Sama, diambil dari limbah dapur saat menyiangi sayuran juga. Mulai tumbuh daun, mengejar ketertinggalannya dari kakak-kakaknya yang ditanam seminggu sebelumnya. Anak saya yang melihat betapa segarnya tanaman itu berkata, “Aduuh..Ma. Aku kok rasanya seperti menjadi ulat ya ? Nyam..nyam..nyam…. enak banget daun kangkungnya” kata anak saya ngiler.  Ia pun rajin membantu menyiram tanaman itu setiap hari.

Tadi pagi saya juga menanam potongan akar kangkung lagi. Saya tempatkan di polybag lagi . Wah..setiap akhir pekan saya menanam potongan akar kangkung. Rasanya senang sekali. Dan saya berencana akan terus menanam sampai pekarangan rumah saya yang sempit ini penuh sesak dengan tanaman sayuran. Mumpung lagi semangat. Karena semangat datangnya tidak terus menerus. Jadi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Selain potongan kangkung, saya juga coba menanam potongan akar daun bawang, serpihan sereh yang kecil dan tidak terpakai, potongan wortel, potongan talas,  potongan akar ketumbar dan sebagainya. Walaupun ternyata..Tidak semuanya sukses juga sih.  Misalnya pohon ketumbar yang sudah sempat hidup dan segar beberapa hari..tiba tiba membusuk. Mungkin kebanyakan air *sedihnya. Tidak apa-apa. Namanya juga mencoba dan berusaha ya. Lain kali saya akan coba lagi.  Terus..itu potongan wortel kira-kira akan bisa tumbuh dan menghasilkan wortel lagi  tidak ya? Tidak tahulah.. pokoknya saya coba saja dulu. Soal hasil nanti belakangan saja. tapi yang jelas daun bawang saya hidup dengan baik. Demikian juga pohon serehnya. Hidup dengan baik.

Judulnya ini kan memanfaatkan limbah dapur untuk dibudidayakan di halaman rumah di daerah perkotaan yang umumnya berlahan sempit. Urban farming! Begitu ceritanya, biar agak sedikit keren.

Sebenarnya kalau diingat-ingat ya. Jaman dulu kan ada tuh proggram Ibu-Ibu PKK yang namanya Dapur Hidup dan Apotik Hidup di pekarangan. Itu sebenarnya proggram amat bagus menurut saya.  Coba saja dipikir-pikir. Apa jadinya jika saya menanam sisa-sisa sayuran limbah dapur ini terus menerus? Setiap kali mau masak kangkung, punya limbahnya lalu saya tanam? Demikian setiap kali beli sayuran di tukang sayur. Tanam lagi dan tanam lagi? Saya rasa suatu saat nanti barangkali saya akan bisa mencukupi kebutuhan dapur saya sendiri. Bahkan kalau lebih rajin lagi, barangkali bisa juga ikut menopang kebutuhan dapur tetangga he he he.  Ya kan? Karena hasilnya bisa dibagi-bagikan juga kepada tetangga terdekat kita. Sayuran segar, hasil tanaman sendiri dan bebas pestisida. Lumayan mengirit uang belanja dapur.

Nah..point saya itu sebenarnya di sana. Beberapa kali saya pernah dicurhatin kenalan yang mengeluhkan masalah keuangan keluarganya. Harga barang-barang kebutuhan hidup melambung naik, sementara penghasilan suaminya segitu-segitu saja. Saat demikian, sebenarnya jawaban praktis saya hanya dua. Pertama, ya ikut bekerja bantuin suami nyari tambahan uang. Atau yang kedua, jika tidak mau ikut bekerja, terima saja uang yang diberikan suami apa adanya tanpa mengeluh, lalu cari akal bagaimana mengoptimalkannya. Salah satunya adalah dengan rajin-rajin sedikitlah memanfaatkan limbah dapur dan menjadikannya Dapur Hidup dan Apotik Hidup.

Tapi terus mungkin ada yang protes. “Tapi saya nggak punya lahan!” . Ya, benar. Namanya tinggal di perkotaan ya…kecuali kita super kaya, rasanya semua orang juga tinggal di rumah yang berhalaman super sempit. Pada tidak punya lahan yang luas. Tapi saya pikir kalau memang niat menanam, di tempat sempit sekalipun, tetap saja kegiatan menanam bisa dilakukan. Entah dengan memanfaatkan pot-pot, polybag atau bahkan botol bekas atau malah bekas gelas gelas mineralpun bisa dimanfaatkan, diisi dengan tanaman dan digantung-gantung. Sederhananya… jika kita lahan kita saking sempitnya hanya cukup untuk menanam satu batang pohon cabe saja, setidaknya  saat pohon cabe ini berbuah, untuk beberapa  hari kita mungkin tak perlu mengeluarkan duit buat beli cabe. Cukup petik dari halaman. Lumayan irit kan? Saya rasa sesempit-sempitnya rumah kontrakanpun tetap lho masih bisa menempatkan satu pot tanaman cabe saja.

Nah bagaimana kalau ternyata di halaman sempit kita itu ternyata muat untuk ditempatkan 2 batang pohon cabe? Atau muat untuk meletakkan satu batang cabe dan satu batang tomat? Atau satu batang pohon cabe, satu batang pohon tomat dan satu batang pohon kemangi? Dan seterusnya. Ha ha ..

Berikutnya tentu ada yang menanyakan mengapa menggunakan wadah plastik? Misalnya pot plastik, polybag, bekas air mineral , bekas botol minuman dan sebagainya? Yang mana kita tahu bahwa plastik tidak ramah lingkungan?. Saya rasa untuk wadah kita bisa menggunakan apapun. Lebih baik pot tanah. Tetapi jika tidak memungkinkan wadah plastik juga tidak apa-apa. Karena justru,  jika kita menggunakan botol atau gelas plastik bekas, sesungguhnya kita sudah ikut mendaur ulang penggunaan plastik dan mencegahnya mencemari lingkungan lebih jauh. Tetapi memanfaatkannya guna keperluan penghijauan. Demikian juga dengan plastik polybag. Polybag untuk tanaman itu dibuat dari plastik bekas yang didaur ulang. Kita bisa memanfaatkannya. Juga tetap bisa menggunakannya kembali bahkan setelah sayuranya kita petik. Jika plastik rusak, sebaiknya dikumpulkan kembali dan diberikan kepada pemulung plastik yang mengumpulkannya ke pengepul  guna didaur ulang kembali.

Yuk, ikut saya mulai memanfaatkan limbah sayuran!. Kita ber-urban farming- ria, walaupun mulai dari sebatang dua batang tanaman sayuran dulu. Tidak apa-apa. Kita bikin Dapur Hidup.

Ceritaku Di Kereta Api.

Standard

Kereta ApiSelama ini Kereta Api, adalah alat transportasi yang paling kurang familiar buat saya. Masalah utamanya adalah karena tidak ada kereta api di kampung saya di Bali sana. Jadi saya tidak pernah naik kereta api semasa kecil. Pertama kali naik kereta terjadi saat saya SMA. Waktu itu saya mau ikut perkemahan Pramuka di Cibubur. Dari Bali kami menumpang bis. Lalu menyebrangi Selat Bali dengan kapal laut ke Banyuwangi. Kemudian kembali naik bis sampai ke Surabaya. Barulah dari Surabaya saya naik kereta api. Saya ingat kala itu naiknya dari Stasiun Gubeng.

Setelah itu saya memang pernah naik kereta api keluar kota beberapa kali lagi. Tapi sangat jarang. Belum pernah menggunakannya sebagai alat angkut ke kantor. Barangkali karena ada alat angkutan alternatif yang bisa saya pakai sehari-hari. Selain itu jalur lintasan Kereta api yg ada tidak praktis juga ke arah kantor saya. Nah bagaimana kalau sekarang saya mencoba menjadikan kereta api sebagai alat transportasi alternatif?

Gara-garanya, saya tertarik mendengar cerita teman saya yang pulang kerja naik kereta api. Kedengarannya seru. Saya memutuskan untuk ikut mencoba.  Ternyata memang sebuah pengalaman yang sangat menarik buat saya. Teman-teman saya langsung menebak..”Pasti ntar ditulis  di blog...” kata mereka. “Pasti ntar blognya penuh dengan tulisan tentang Kereta Api” kata yang lain.  Hi hi…Ya iyalah. Kan setiap pengalaman yang menarik perlu ditulis. Termasukperjalanandengan kereta api ini. Biar nanti bisa saya kenang atau ambil intisari pelajarannya.

Transportasi Super Duper Murah.

Hari pertama saya naik Kereta Api, saya ikut teman-teman. Naik dari Stasiun Sudirman (Duku Atas), lalu mengganti kereta di Stasiun Duri dan turun di Stasiun Poris. Kurang lebih sejam lamanya perjalanan. Dari Stasiun Sudirman, kereta yang saya tumpangi sangat bagus dan bersih. Dinginnya AC terasa.  Penumpangnya kebanyakan para karyawati kantor yang masih bersih dan cukup wangi. Jumlahnya juga tidak terlalu banyak. Jadi saya bisa duduk. Tapi begitu bertukar kereta di Stasiun Duri, bedanya jauuuh banget. Empet-empetan berdiri sampai sulit mencari ruang untuk berpegangan.  Tapi saya tak perlu khawatir akan jatuh jika tak berpegangan. Karena saking padatnya penumpang, jika misalnya pun keretanya ngerem mendadak, saya yakin saya tidak akan jatuh tapi tetap berdiri.  Mengapa?Ya… karena badan saya sudah terjepit dengan pas dari depan, dari belakang, dari samping kiri, samping kanan. Seperrti di-press begitu. Bagaimana mungkin jatuh ya?

Ya okelah soal berdiri himpit-himpitan. Tapi yang benar-benar menakjubkan adalah ongkosnya!. Saya membeli karcis di Stasiun Sudirman seharga Rp 12 000. Setelah keluar dari Stasiun Poris, ternyata karcis saya itu bisa dire-fund Rp 10 000.  Lah?! Jadi ongkosnya cuma Rp 2 000? Sejauh itu? Melintas berapa stasiun itu ya?. Nggak salah inih? Serius, hitungannya saya cuma bayar Rp 2 000. Padahal jarak tempuhnya sejauh itu ya? Coba bandingkan dengan naik taxi yang mungkin jika perjalanannya panjang begini bisa habis beberapa ratus ribu rupiah sekali naik. Top banget deh.  Sebaiknya jumlah Kereta Api ditambah dong, biar lebih memadai dan tak perlu berhimpit-himpitan.

The Beauty of Being…Gendut.

Kemaren adalah hari ke dua.  Pulang melakukan urusan kerjaan di daerah Jatinegara, saya naik kereta lagi. Berangkat dari Stasiun Manggarai, ganti kereta di Stasiun Tanah Abang lalu turun di Stasiun JurangMangu. Dari Stasiun Manggarai saya berangkat dengan seorang teman saya. Tapi saya turun untuk mengganti kereta di Stasiun Tanah Abang, sementara teman saya meneruskan perjalanannya hingga ke Stasiun Duri. Jadi yang ini lebih keren ya. Pertama kali lewat jalur ini dan seorang diri!.

Karena ini pengalaman pertama, saya memutuskan untuk ikut arus saja sambil bertanya ke petugas yang ada, bagaimanakah caranya jika saya ingin pergi ke Bintaro.? Ternyata saya disarankan mengambil platform no 5 atau 6 dan berhenti di Stasiun Jurang Mangu yang lokasinya berdekatan dengan Bintaro X-Change.

Kereta Api di plaform no 6 ternyata sangat penuh sekali. Saya memutuskan untuk mengambil yang di platform 5 saja. Kereta baru saja berhenti menurunkan sebagian penumpang. Saya menunggu di depan pintu Gerbong pertama.  Sangat sesak. Orang-orang pada berebut dan berdesakan. Baik yang mau naik maupun yang mau turun sama aggresif-nya. Pria dan wanita sama gagahnya kalau sudah memperjuangkan posisi berdiri di kereta.

Seorang wanita muda yang berbadan kekar mendorong orang-orang di sekitarnya dengan menggunakan sikunya. Sangat percaya diri, berani dan terkesan galak. Saya hanya bisa melihatnya dengan takjub. Orang-orang yang lainpun ikut mendorong-dorong juga. Nggak mau kalah.  Tiba-tiba siku anak perempuan itu mengenai perut saya tanpa sengaja. Refleks saya melindungi diri dengan melintangkan tangan di depan perut dan dada saya. Ia melihat saya dan tiba-tiba mukanya yang tadinya sangar berubah menjadi pucat pasi seketika.

Aduuuuh.. maaf ya Bu..maaf ya Bu…. Nggak sengaja.” katanya dengan gugup. Hmmm??##!?# Saya sendiri bingung. Mengapa tiba-tiba ia sepucat dan sugugup itu?. Mengapa ia meminta maaf kepada saya? Bukankah ia menyikut semua orang lain juga? Kenapa meminta maafnya hanya kepada saya?. Dan lebih aneh lagi, kerumunanpun tiba-tiba terasa agak mengendor. Saya bengong.

Mudah-mudahan nggak apa-apa perutnya, Bu?” tanya seorang Ibu lain di sebelah saya. “Hati-hati, Bu” nasihat yang lainnya. Saya kaget.  Lalu tertawa sendiri di dalam hati. Huaa ha ha..sekarang saya mengerti. Rupanya orang itu menyangka saya sedang hamil muda. Ya ampuuun..rupanyanya saya segendut itu sampai orang-orang menyangka saya sedang hamil. Dan kombinasi tubuh yang gendut dan sikap refleks melindungi perut ketika didesak, semakin memperkuat dugaan bahwa saya memang sedang hamil.  Hualaa….

Ibu-ibu di sebelah kiri dan kanan memberikan saya  jalan dan ikut membantu saya naik ke kereta duluan. Saya tidak apa-apa mengantri. Saya ngaku aja kepada mereka jika saya tidak sedang hamil kok. Cuma memang gendut saja.. Sebenarnya agak malu juga sih mengaku begitu. Tapi ya..mau bagaimana lagi ya….Memang begitu sih keadaannya.  Dan kembali lagi kalau lihat dari sisi positive-nya saja…. ya.. justru itulah the beauty of being gendut. Disangka hamil dan diberikan prioritas oleh penumpang lain.. Ha ha…!.

Tapi saya senang dampaknya. Orang-orang sekarang lebih tenang dan tertib mengantri. Tidak seperti di awal tadi.

Penemuan saya dari kejadian kecil itu adalah, bahwa ternyata masih banyak warga Jakarta yang peduli terhadap sesama. Dan terutama peduli terhadap wanita hamil yang dianggap lemah dan tak berdaya.

 

Siapakah Saya ? I Am…

Standard

I am Happy

Saya menerima sebuah pesan lewat ‘message box’-nya face book. Saya tidak mengenal namanya. Tapi karena informasi pekerjaan dan lokasinya sangat familiar dengan saya maka sayapun membrowsing timeline-nya juga. Kelihatan informasinya cukup dapat dipercaya. Agar lebih aman, saya juga menanyakan ke beberapa orang teman dan saudara, barangkali ia juga mengenal orang itu . Respon teman dan saudara saya cukup baik. Maka sayapun menjawab message-nya. Saya menanyakan tentang dirinya, ia menjelaskan nama aslinya (tidak sama dengan namanya di facebook), dan ia ada menyebut bahwa ia kenal beberapa orang teman saya juga. Singkat kata bertemanlah kami.

Karena merasa sudah berteman, sekarang saya jadi sedikit lebih berani kaypo dong ya….

Saya bertanya,mengapa ia menggunakan nama samaran di media sosial, dan bukan namanya sendiri. Bukankah jika memakai nama sendiri, teman-teman akan lebih mudah mengenali diri kita?.  Ia menjawab, bahwa alasannya adalah agar lebih trendy. Ya ya.. alasan yang cukup bagus. Saya lihat nama online-nya cukup keren juga. Saya mengerti dari foto-foto yang diuploadnya rupanya yang bersangkutan punya hobby menyanyi. Ooh..mungkin itulah sebabnya mengapa namanya diganti dengan nama lain, lalu ditambahkan kata “Star” di belakangnya. Boleh juga idenya. Cukup aspiratif.

Rasanya sih nggak ada salahnya juga, kalau membuat akun dengan nama aspiratif begitu. Tetapi karena peristiwa itu, saya jadi tertarik memperhatikan beberapa orang yang mengganti atau menambah nama on-linenya dengan sesuatu  yang aspiratif. Misalnya nih,  Ranii Shiii Cuantieq, ZhieManiez, Wawan Okeh, Ria The Star, Ariez KeRen, Yudi Cool, GunkAyu ZiCuaem, IfanWongKEraton dan sebagainya yang keren-keren.

Ada juga sih yang menyebut dirinya dengan pengakuan yang netral – misalnya nih…. I am Chepy, Meera ituuwww Mira, Lily Luph Iwan Celalu, Maria Sukhahejo, DeeChayanknaAguz dan sebagainya. Ya..oke. Lumayan kreatif dan mungkin apa adanya.

Nah..tapi ada juga nama-nama yang saya nggak habis pikir  membacanya. Misalnya ada yang membuat namanya kaya begini : Heri Susakaya, Oki Siplagiatz, DaniarStrez, BayuSiZeleks, YoyokStupidz, GagalManing, SiCebongsLinglung, Aldea Error, AgungCulun, Crazy Sensitive, DexWatiBodoh, Mizkin Tapi Norak, dan sebagainya.

Note: Semua nama-nama diatas saya plintir sedikit, bukan nama sebenarnya – semoga tidak  menyinggung – saya hanya menyebut contoh untuk memperjelas point saya. Minta maaf jika ada yang kurang berkenan.

Nah… kembali lagi ke point saya tadi adalah, mengapa ya mengganti nama di dunia maya dengan nama yang kurang aspiratif begitu? Saya pikir mau di dunia nyata maupun di dunia maya, nama itu hakikatnya sama saja. Yaitu jati diri kita. Siapa diri kita? Nama merefleksikan banyak hal,termasuk pikiran,perasaan kita juga.

Buat saya,  jika saya menggunakan nama di dunia digital, pilihan pertama saya adalah menggunakan nama asli sendiri. Atau minimal menggunakan nama panggilan. Atau mungkin nama kecil atau nama kesayangan kita yang juga umum dikenal orang lain. Mengapa? Karena nama yang diberikan oleh orangtua biasanya bermakna bagus. Dan pasti sudah penuh dengan doa-doa baik orangtua kita agar kita sehat walafiat, selamat, sentosa dan sebagainya yang bagus-bagus.  Saya yakin sangat sangat jarang sekali (atau jangan-jangan tidak ada) ada orang tua yang memberikan anaknya nama yang buruk atau yang bermakna buruk.

Jika kita merasa tak perlu menggunakan nama kita sendiri, pilihan keduanya adalah mengganti nama dengan sesuatu yang baik atau aspiratif. Misalnya ya seperti nama-nama di kelompok pertama yang saya sebut itulah.. seperti dengan tambahan the Star-lah, atau Si Cuantikz, atau Si Guanteng, ZiiBaekhati dan lain sebagainya yang berkonotasi positive dan baik baik begitu (soal gaya menulis ya terserahlah ya..suka-suka sendiri sepanjang tidak melanggar hukum).  Atau minimal seperti gaya yang di kelompok ke dua yang mengatakan dirinya apa adanya I am…

Khusus yang kelompok ke tiga… walaupun ya memang sih, itu kan suka-suka yang punya nama- *kok repot sih?…  terus terang sangat bingung. Misalnya nih… memberi sebutan kepada diri sendiri sebagai si Susakaya alias Susah kaya..kok di telinga saya rasanya seperti mendoakan diri sendiri agar tetap miskin. Atau menyebut diri sendiri dengan nama ZiiGagalManing… sami mawon itu buat saya.. Kok seperti mendoakan diri menjadi gagal terus menerus. Lah kapan suksesnya kalau seperti ini? Demikian juga dengan kata Stress, Pandir, Bego, Error dan sebagainya yang tidak berkonotasi positive.  Orang bilang nama itu adalah doa ya..Semakin sering kita sebut, semakin cepat ia datang ke diri kita. Semakin sering kita menyebut diri kita sendiri Bodoh, Bodoh, Bodoh…ya semakin kejadian deh itu, kita jadi beneran Bodoh. Karena kata bodoh itu sekarang menancap ke dalam diri kita dan bekerja dengan sangat cepat membuat keseluruhan diri kita menjadi Bodoh.

Saya pikir  cara kita menyebut diri,  memberi dampak terhadap diri kita sendiri. Coba saja perhatikan apa jawaban kita – misalnya ketika menjawab pertanyaan “Siapakah kamu?”alias “Who Are You?“. Misalnya kita menjawab dengan kata “I am (a) very happy (person)” atau  “Saya bahagia banget ” atawa “Saya orang yang bahagia banget“. Pikirkanlah sejenak kata bahagia itu, lalu rasakan apa yang ada di hati kita? Bahagia!.  Beneran, bahagia. Atau misalnya yang terlintas di kepala kita adalah jawaban “I am (a) lucky (person)” alias “Saya beruntung” atawa “Saya orang yang beruntung“. Lalu pikirkan dan rasakan apa yang ada di hati saat kita mengucapkan kata itu. Saya yakin perasaan kita juga bahagia dan senang, karena kita merasakan keberuntungan yang kita miliki.

Sebaliknya jika kita menjawab dengan kata yang berkonotasi buruk seperti tadi “I am StupiDz“, nah..saya rasa diri kita langsung merasa StupiDz dan diri kita juga langsung memberikan konfirmasi bahwa kita memang StupiDz. Atau kalaupun  belum bisa memberi konfirmasi segera,  maka ia akan mencari-cari sampai benar-benar ketemu bahwa kita memang StupiDz.

Begitulah saya rasa.  Karena nama adalah doa, yuk kita doakan diri kita agar selalu baik-baik. Stop menyebut diri kita dengan nama buruk dan stop mendoakan diri kita dengan hal-hal yang kurang positive.

 

 

Menyelamatkan Tanaman.

Standard

LedebouriaGara-gara kesibukan sebelumnya dan musim kemarau yang mengeringkan, sepulang dari luar kota saya menemukan banyak tanaman saya yang meranggas karena tidak ada yang mengurus. Kering, coklat dan layu. Bahkan sebagian ada juga yang mati. Salah satu tanaman di pot yang saya lihat sudah sangat sekarat, adalah sejenis tanaman  hias bawang-bawangan yang sering disebut dengan Silver Squill (Ledebouria sp). tanaman ini masih sekeluarga dengan bunga Hyacinth. Tanahnya sangat kering, berbongkah-bongkah terpanggang matahari, sehingga kalaupun digoreng saya rasa akan mengembang dan garing mirip kerupuk. Daunnya sangat layu dan umbinya muncul di permukaan tanah tapi terlihat sangat lemas.

Hampir saja saya memutuskan untukmembuang tanaman itu. Sambil mencoba menarik umbinya, saya tekenang akan keindahan bunganya yang mini. Putih bersih  mirip lonceng yang bereret. Mirip bentuk bungan Lily of the Valley, tapi dalam skala yang sangat kecil. Daunnya hijau keperakan berbintik-bintik hijau gelap. Saya tidak sering menemukan tanaman ini di tukang tanaman. Pun tidak ingat di mana awalnya saya mendapatkan bibit tanaman ini. Berpikir-pikir begitu, rasanya sedih banget. Mengapa tanaman ini harus mati kekeringan?  Saya menyesal sekali tidak merawatnya dengan baik.

Saat menarik umbinya dari tanah, perasaan saya mengatakan jika sebenarnya tanaman ini masih bisa diselamatkan. Seandainya saya dikasih kesempatan untuk melihatnya hidup lagi saya akan mencoba menyelamatkannya. Akhirnya saya membatalkan niat saya untuk membuangnya ke tempat sampah.

Esok harinya saya mampir ke toko Trubus. Saya ingin membeli media tanam. Lalu mulailah saya mencoba mem-pot-kan kembali tanaman Ledebouria saya. Karena umbinya lumayan banyak, saya pecah dari awalnya satu pot menjadi 3 pot.  Daun-daun kering dan bekas bunganya saya siangi dan buang.  Saya berikan tanah baru yang lebih segar lalu saya siram.  Saya rawat 2x sehari, pagi dan sore hari. Hari pertama, belum terlihat pergerakan. Daunnya yang layu masih kelihatan layu dan patah. Hari kedua saya sudah mulai melihat adanya tanda-tanda kehidupan.

Saya takjub. Umbi tanaman ini mirip bawang. Walaupun sudah layu, di dalamnya kehidupan masih tersimpan dengan baik. Menunggu kesempatan kembali untuk hidup seandainya lingkungan sekitarnya memungkinkan. Tanpa saya duga, pada hari ke lima, sebuah calon bunga muncul dari sela-sela daunnya yang sekarang mulai segar. Dan pada hari ke tujuh, saya sekarang melihat benar-benar dengan takjub. Tanaman ini serius berbunga. Luar biasa!. Dan hari ini bunganya yang imut-imut mulai mekar.  Tak terkira terharunya hati saya.

Sungguh!. Tanaman ini menunjukkan keceriaannya di depan mata saya, yang membuat hati saya sangat bahagia dan penuh semangat.

Saya percaya, seberapapun kasih sayang yang mampu kita berikan kepada mahluk lain di sekitar, semuanya akan berpulang kembali ke hati kita dalam bentuk kebahagiaan. Alam merespon kasih sayang kita dengan sangat baik.

 

 

Tiga Ide Sederhana Dari Dua Sisir Pisang.

Standard
Pisang Bakar Coklat Keju.

Pisang Bakar Coklat Keju.

Sepulang dari berkunjung ke rumah keluarga di daerah Cikidang, Sukabumi, ibu mertua saya diberikan pisang dalam jumlah yang banyak sekali.  Begitu tahu saya akan segera kembali ke Jakarta, kakak ipar saya segera memasukkan dua sisir pisang ke bagasi untuk saya bawa ke Jakarta.

Sampai di Jakarta, saya buka. Wadow! Pisangnya sangat gendut-gendut, sehingga makan sebuahpun rasanya akan sangat kekenyangan.  Satu sisir pisang ambon dan satu sisir pisang tanduk. Agak kebanyakan sebenarnya ya.  Anak-anak kelihatannya pada bosan makan buah pisang begitu saja.  Dikasihkan kepada tetangga juga rasanya nggak enak…karena pisangnya sudah pada patah dalamperjalanan, kelihatan compang camping, sisirnya sudah tidak rapi lagi.

Saya harus segera memutar otak, dibuat apa ya biar anak-anak tetap semangat makan pisang. Sayang kalau sampai membusuk dan akhirnya terbuang percuma. Rasanya kok seperti kurang pandai bersyukur dan berterimakasih .

Di bawah adalah 3 ide sederhana yang bisa kita lakukan dengan pisang jika kita punya berlebih, misalnya dapat pemberian atau oleh-oleh yang cukup banyak.

1/.Pisang Goreng.

Pisang Goreng

Pisang Goreng

Ini yang paling mudah. Karena saya tidak mau repot, adonannya saya tinggal beli yang  siap pakai dari minimarket terdekat. Tinggal kasih air , aduk-aduk sebentar lalu masukkan potongan pisang. Habis itu digoreng. Jadi deh. Anak-anak semangat makannya, apalagi disiapkan saat minum teh hangat. Pisang tanduk sangat baik digunakan untuk pisang goreng. Jangan lupa serap kelebihan minyak dengan kertas tissue sebelum dihidangkan ke anak-anak.

 

2/. Pisang Bakar Keju Coklat. 

Anak-anak pasti suka yang namanya sesuatu ditaburin coklat messes dan keju. Nah, bagaimana kalau pisangnya kita belah memanjang,  terus kita bakar dengan diolesi sedikit mentega sebelumnya?. Susun di atas piring. Berikan susu kental manis,lalu taburi dengan coklat butir dan parutan keju. Minumnya dengan coklat panas. Senangkan hati anak-anak dengan menyiapkan hidangan ini saat teman-temannya bermain ke rumah. Semua kebagian. Semua anak senang. Baik pisang ambon maupun pisang tanduk matang sama-sama enak dibakar.

Kolak Pisang Putih

Kolak Pisang Putih

3/. Kolak Pisang Putih.

Saya paling suka membuat kolak pisang jenis ini dari pisang ambon. Caranya cukup mudah. Didihkan air dan gula pasir dalam panci(manisnya dikira-kira saja sesuai selera), tambahkan vanila serta sedikit garam dapur, lalu masukkan daun pandan harum. Biarkan sampai mendidih. Lalu masukkan potongan pisang ambon. Didihkan kembali hinga pisang mengembang dan rasanya membaur dengan kuah kolak. Kecilkan api,lalu masukkan santan pelan pelan sambil diaduk. Begitu mulai mendidih matikan kompor. Enak disajikan hangat-hangat. Bisa juga ddinginkan dan dimasukkan ke dalamlemari pendingin barulah kemudian dihidangkan. Ah..rasa pisangnya benar-benar terasa nikmat dan wangi.

Nah..lumayan ya. Sisa pisang tidak terbuang percuma.

Yang pasti anaknya riang, ibunya senang. Rasanya saya benar-benar lega, karena telah mampu memanfaatkan bahan makanan yang saya terima dengan sebaik-baiknya. Bagimanapun juga, oleh oleh pisang pemberian kerabat adalah rejeki yang harus saya sukuri.

Ah ya..selalu bersyukur atas rejeki yang kita terima hari ini, membuat perasaan kita senantiasa ringan dan lega.

Hati-Hati Palang Parkir Otomatis! Sayangi Kepala Anda.

Standard

Palang ParkirKemarin saya pergi ke pasar.  Mungkin karena sudah agak siang, parkiran kelihatan tidak sepadat biasanya. Tapi saat masuk tetap ngantri juga sih, walaupun tidak terlalu panjang. Di depan saya masih ada sebuah kendaraan yang sedang antri  juga, karena di depannya masih ada lagi kendaraan lain yang sedang mengambil karcis parkir.

Kendaraan yang paling depan itu berhenti. Dan pintu palang parkir (portal) pun dengan otomatis berada dalam posisi melintang. Setelah pengemudi itu mengambil karcisnya, palang parkir itu terangkat. Sehingga kendaraan paling depan itupun bisa melaju. Memberikan giliran kepada sopir kendaraan di depan saya untuk mengambil karcis berikutnya. Palang pintu parkirpun bergerak turun lagi.

Tepat  pada saat itu, saya melihat seorang ibu dengan anaknya berjalan keluar dari halaman pasar dan melintas tepat di bawah palang pintu yang sedang turun dengan otomatis. Melenggang dengan santainya. Tidak perhatian sama sekali pada palang pintu yang sedang turun itu. Aduuuh!!. Saya kaget. Darah saya tersirap seketika. Ya ampuuuun….Kepala Ibu itu nyaris kejedot palang pintu parkir otomastis.  Benar-benar nyaris.  Untung tidak kena. Saya menarik nafas panjang untuk menenangkan hati saya sendiri, dan bolak balik bersyukur bahwa ibu itu tidak kejedot kepalanya.

Ibu itu mungkin tidak ngeh sama sekali dengan apa yang nyaris terjadi. Karena ia tetap melenggang santai saja sambil ngobrol dengan anaknya. Tapi saya yang melihat bagaimana palang pintu itu bergerak dan nyaris membentur kepalanya merasa sangat ngeri. Dan masih tetap merasa ngeri hingga beberapa menit kemudian.

Sebelumnya saya pernah juga melihat ada orang yang kejedot kepalanya oleh palang parkir di tempat lain. Untung saat itu orang tersebut berjalan dengan helm masih melekat di kepalanya. Kalau helmnya dilepas, saya tidak bisa membayangkan seberapa benjol jadinya ya.

Melihat kejadian itu saya lalu memperhatikan area sekitar palang  pintu itu. Ooh..rupanya memang tidak dibuatkan jalan khusus untuk pejalan kaki yang bisa lewat di pinggir tempat itu tanpa harus khawatir kejedot palang. Wah..bahaya ya? Orang harus lewat mana dong biar aman? Tidak ada jalan lain selain gerbang itu. Kalaupun ada di sebelahnya, itu sangat sempit mirip jalan tikus. Kelihatannya hanya seperti celah tidak resmi. Barangkali  celah yang hanya terbentuk karena sering dilintasi orang yang jalan kaki  menghindari palang pintu otomatis itu saja.

Saya tidak tahu seberapa banyak orang yang pernah mengalami kejedot palang pintu otomatis, tapi serius ini saya menghimbau para pengelola tempat -tempat umum seperti pasar, mall, gedung atau rumah sakit agar memperhatikan keselamatan para pejalan kaki yang melintasi portal.  Karena tentunya tidak semua orang selalu siaga dan siap bahwa setiap saat palang tiba-tiba saja bisa turun ketika ada kendaraan yang harus mengambil karcis/membayar parkir . Sebagian memang sudah menyediakan jalur lintasan terpisah buat pejalan kaki. Tapi saya rasa masih ada juga beberapa tempat yang tidak menyediakan celah/lintasan yang terpisah – barangkali di tempat yang sama, hanya sedikit lebih lebar dari palangnya sendiri.

Demikian juga jika kita yang berjalan kaki dan melintas di gerbang parkir, sebaiknya berhati-hatilah. Lebih aman memilih berjalan di celah terpisah yang memang disediakan bagi pejalan kaki biasanya di kiri atau kanan gerbang/palang. Jika celah itu tidak ada, perhatikanlah selalu posisi palang dan arus kendaraan yang masuk/keluar tempat parkiran. Lewatlah hanya jika telah memastikan posisi palang dalam keadaan melintang. Biasanya masih ada tersisa area bebas sekitar selebar badan orang dewasa yang bisa kita lewati.

Jadi berhati-hatilah selalu.

School Art: Membangun Kepekaan Rasa, Pikiran Dan Imaginasi.

Standard

Minggu yang lalu, saya berkunjung ke sekolah Ricci II untuk mengurus buku-buku dan seragam anak. Rasanya sudah cukup lama saya tidak ke sekolah. Senang sekali melihat lapangan basket, melintasi kelas demi kelas dan berbincang dengan Ibu dan Bapak Guru. Sambil menunggu, saya sempat juga melihat-lihat ke dinding sekolah.  Ada banyak sekali gambar-gambar yang dipajang di majalah dinding. Gambar anak-anak yang indah-indah dan berwarna warni. Dinding sekolahpun terlihat cantik dari kejauhan.

Saya mendekat dan mengamat-amati gambar-gambar itu satu per satu. Rupanya ada berbagai macam thema yang dipajang . Secara umum berkelompok, tetapi kelihatannya tidak terlalu homogen juga. Sehingga dari kejauhan tampak seperti mozaik. Tak tahan rasanya untuk tidak mengabadikannya.

Kehidupan Bawah Air.

Ada thema tentang  kehidupan dalam air. Sebuah thema yang menurut saya selalu indah. Anak-anak menggambarkannya dengan sangat baik.  Ada banyak sekali gambar yang bercerita tentang kehidupan bawah air ini. Sayang saya tidak bisa memuat gambarnya semua.

Yang paling banyak digambar anak-anak tentunya adalah ikan. Berbagai jenis ikan terlihat di sana. Mulai dari arwana, plati pedang, ikan mas, ikan nemo, tuna, dan sebagainya hingga ke jenis ikan laut dalam seperti ikan lentera pun ada yang menggambar. Lalu ada paus dan juga ada lumba-lumba. Selain itu, banyak juga anak-anak yang menggambar bintang laut, cumi-cumi, gurita, kuda laut, penyu, kepiting dan tentunya ganggang laut dan terumbu karang. Malah ada juga yang menggambar lengkap dengan dua orang penyelam yang berenang dikelilingi ikan dan ubur-ubur. Rupanya masing-masing menggambar sesuai dengan imaginasinya sendiri. Menarik sekali. Saya pikir guru memberikan thema dan membebaskan murid untuk berimaginasi dan menggambarkannya.

Alam dan Lingkungan.

Thema lain yang kelihatannya juga muncul di dinding adalah tentang alam dan lingkungan. Lagi-lagi saya menduga,bahwa guru hanya memberikan thema dan mempersilakan murid untuk menangkap rasa dari alam sekitarnya dan membangun imaginasinya sendiri serta menuangkannya dalam kertas gambar. Terlihat dari beragamnya lukisan yang dibuat. Kreatif sekali murd-murid ini.

Jaman dulu kalau saya melukis pemandangan biasanya standard banget. Ada gunung, ada matahari, ada sawah di lembah dan ada pohon kelapa. Belakangan setelah ngobrol dengan beberapa teman seumuran dari berbagai daerah, ternyata saya baru tahu kalau lukisan begitu rupanya digambar oleh sejuta murid Indonesia dari Sabang sampai Merauke di jaman itu. Seragam semua idenya begitu. Lah?!.

Nah..murid-murid sekarang ternyata jauh lebih kreatif dari murid-murid jaman dulu. Ketika diminta menggambar dengan thema alam, mereka mengeksplorasi  segala kemungkinan concept yang cocok dengan thema alam. Lalu keluarlah berbagai bentuk gambaran alam yang sangat variatif. Tidak lagi terbatas hanya pada gunung, matahari, sawah dan pohon kelapa seperti jaman dulu.  Ada danau yang biru, ada sungai dan tebing, ada yang menggambar hutan rimbun dengan berbagai jenis tanaman,  ada alam yang terkesan gersang dengan pohon coklat entah mau mati atau kebakar, ada kebun bunga dengan unggas, ada lukisan sungai dengan jembatan di atasnya,  ada kebun dengan ayam jago, lalu ada juga halaman rumah yang asri penuh dengan bunga dan pohon rindang dan sebagainya. Banyak variasinya. Hingga gambar alam dengan kincir angin dan bunga-bunga tulip Belandapun ada.

Dan yang sangat menarik buat saya, ternyata aliran lukisnya pun beragam. Bahkan ada yang menggambarkan alam pepohonan dengan gaya lukis bak emroidery dari Skandinavia.  Menarik! menarik banget!.

Unggas & Pottery.

Ada juga gambar-gambar berbagai macam unggas dan pottery yang juga menarik untuk disimak. Disinipun saya melihat keberagaman ekspresi rasa dan imaginary. Walaupun secara umum yang digambar adalah sama dan serupa, ayam (ada yang jantan ada yang betina) dan burung (umumnya adalah burung-burung berparuh bengkok), namun goresan pensil, sapuan warna serta penempatan obyek lukisan membuat setiap lukisan memancarkan jiwanya sendiri yang berbeda. Demikian juga yang terjadi pada pottery. Pot gerabah dan keramik yang digambarkan pun terasa beda jiwanya satu sama lain.

Sebenarnya masih ada banyak lagi gambar-gambar yang dipajang. Saya salut akan apa yang dilakukan sekolah ini, memajang karya gambar murid-muridnya. Bukan saja memperindah dinding sekolah, tetapi sekaligus juga membuat anak-anak bangga akan hasil karya mereka.  Hal ini tentunya akan semakin menambah semangat para murid untuk terus berkreasi. Dan ini penting, karena menurut saya ada banyak manfaat yang didapatkan jika anak-anak dilatih terus untuk berkesian dan berkreasi.

Seni membuat anak mampu melakukan eksplorasi jauh ke alam pikirnya, bahkan hingga ke sudut sudut dan pelosoknya. Hal ini  akan membuatnya penuh dengan ide-ide yang cemerlang dan kreatif  dalam membuat concept, thema, tata ruang, tata gaya, tata warna dan sebagainya yang ingin ia ekspresikan ke dunia luar.

Mengenal seni, akan membuat anak-anak  bisa menerima realitas dan sekaligus menerima keabsurd-an pada saat yang bersamaan. Langit itu biru. Tapi siapa bilang bahwa langit harus selalu biru? Terkadang langit bisa juga merah, pink,  kuning, hitam atau bahkan hijau dan berwarna warni saat pelangi mengembang. Anak-anak akan lebih mudah menerima dan terbuka atas pemikiran dan ide-ide baru dan berbeda.

Tanpa disadari, sebenarnya melakukan pekerjaan seni, juga melatih perhatian dan meningkatkan fokus anak akan sesuatu.  Juga melatih koordinasi antara pikiran, perasaan dan gerakan mata serta tangannya.

Saya pikir masih banyak lagi manfaat lainnya yang pada intinya membangkitkan rasa, pikiran dan imaginasi anak-anak.