Monthly Archives: January 2023

SUATU SENJA DI PENGLIPURAN.

Standard
Penglipuran, Bangli, Bali.
Penglipuran, Bangli, Bali.

Penglipuran adalah tempat dimana kita bisa melihat bagaimana bentuk desa-desa di Bali jaman dulu. Karena di desa ini, baik tata ruang desa maupun perumahan masih dipertahankan secara traditional, sementara di desa-desa lain semuanya telah berubah mengikuti perkembangan jaman.

Tempatnya hanya 15 menit dari rumah, dengan akses jalan beraspal yang baik. Saat saya ke sana, desa masih kelihatan sama. Rapi dan bersih.

Tapi kali ini desa penuh dengan pengunjung, bercampur turis lokal/ domestik dan asing. Terutama turis domestik kelihatan cukup memadati desa. Kebanyakan rombongan tur sekolah dari berbagai kota di pulau Jawa.

Mungkin karena akhir-awal tahun juga biasanya musim liburan anak sekolah.
Dan bersamaan pula dengan Galungan, hari raya besar di Bali. Karenanya pengunjung disuguhi aktifitas yang tidak biasa oleh Sekaan Barong anak-anak/remaja, yang menarikan tari Barong.

Setidaknya saya melihat ada 3 sekeha (3 kelompok) barong di sini. Sekaan Barong Macan, menarikan Tarian Macan & Kera, sekaan Barong Bangkal menarikan tarian Babi, dan Sekaan Barong Macan Kumbang & Rangda -belum sempat saya lihat menari karena keburu hujan.

Ngobrol Buku “Resep Rahasia Cinta”.

Standard

Dari acara Ngobrolin Buku “Resep Rahasia Cinta” di Gedung Kompas, Jl Jayagiri 3 Renon- Denpasar, Bali.

Dihadiri beberapa teman penulis, sahabat, mahasiswa dan pelajar, acara ini dimotori oleh Bali Mangsi Foundation yang dikomandani oleh sahabat Gde Hariwangsa , pengantar acara Budi dan moderator Maria Ekaristi.

Acara ini diawali dengan sambutan Cok Yudistira dari Kompas,  dilanjutkan dengan pemutaran film “Resep Rahasia Cinta” yang dikembangkan dari salah satu cerita di buku ini,  disutradarai oleh Rudi Rukman

Pembahasan tentang isi buku tidak terlalu banyak. Audience lebih tertarik untuk mendiskusikan proses penerjemahan tulisan ke bentuk media lain seperti media audio visual, soal target audience, soal, proses editing, dll.

Sutradara Rudi Rukman bercerita tentang bagaimana ia mulai menggunakan cerita-cerita yang ada di buku “100 Cerita Inspiratif” dan ” 50 Cerita Inspiratif- Resep Rahasia Cinta” dan mengembangkannya ke dalam bentuk film. Step pertama tentu dengan cara mengadaptasi tulisan asli ke dalam bentuk Naskah Film yang ia pecah menjadi scene demi scene sesuai dengan durasi yang diinginkan. Saat ini ia bekerjasama dengan pihak Genflix dan sebuah Station TV Swasta untuk penayangannya.

Ia juga menceritakan strategynya agar bisa terus produktif dengan cara memproduksi low budget film dengan memanfaatkan sponsor-sponsor atau pihak usaha yang bisa diajak bekerjasama.

Pembicara Tamu, Agung Bawantara, penulis, pembuat film dan penggagas Denpasar Film Festifal,  memberikan pencerahan kepada audience, bahwa dari bentuk tulisan ini sebenarnya banyak peluang penterjemahan ke dalam bentuk media lain seperti Film seperti yang dilakukan oleh Sutradara Rudi Rukman,  bisa juga dalam bentuk cut video pendek, atau reels  yang bisa ditayangkan di Facebook, atau Tik Tok, dan jika kita hanya mengambil audionya saja, bisa dijadikan materi untuk radio,  atau juga bentuk pembacaan yang juga bisa ditayangkan di Youtube.

Dengan berkembangnya teknologi, sebagai penulis, sebetulnya kita bisa memanfaatkan berbagai bentuk media untuk menyalurkan ide-ide dan kreatifitas kita. Peluang bagi setiap penulis untuk mendiversifikasi karya-karyanya ke dalam multi media.

Potensi Untuk Bali.
Agung juga melihat potensi Bali sebagai sentra produksi perfilman, tentunya dengan perbaikan sarana prasarana agar memadai.

Mendengar ini, Rudi Rukman menambahkan bahwa ia juga melihat peluang usaha penyedia talent di Bali, mengingat pengalamannya sendiri yang sering kesulitan dalam mendapatkan talent yang sesuai ketika shooting di Bali.

Pro – Kontra
Diskusi semakin menarik, ketika penulis Gm Sukawidana menyampaikan pendapatnya bahwa ia lebih menyukai Resep Rahasia Cinta ini tetap dalam bentuk tulisan, sehingga memungkinkannya sebagai pembaca untuk tetap “berimajinasi liar” tanpa frame.  Ketika tulisan ini diterjemahkan ke dalam bentuk film, ia merasa telah terlalu banyak menyimpang, sehingga kehilangan keasliannya.

Rudi Rukman, sang sutradara menanggapi, bahwa ia membutuhkan beberapa pengembangan untuk menyesuaikan kebutuhan penonton filmnya.

Saya sendiri mengakui bahwa tidaklah mudah menterjemahkan sebuah tulisan ke dalam bentuk platform media lain, misalnya  Film.  Hal ini terjadi, karena ketika seorang penulis menuliskan pikirannya ke dalam bentuk tulisan, pembaca akan menangkap alam pikir dan gagasan penulis dan menginterpretasikannya sendiri sesuai dengan latar belakang dan pengalamannya sendiri. Semua audio visual yang melintas di pikiran pembaca adalah hasil karangannya sendiri. Oleh karenanya, interpretasi pembaca bisa berbeda-beda.

Sedangkan sutradara, mengolah interpretasinya sendiri dari membaca tulisan itu, lalu mengarangkan audio visualnya untuk disuguhkan ke penonton. Tentu saja tidak ada jaminan 100% apa yang ditangkap oleh pembaca dari buku akan sama persis dengan yang ditangkap ketika pembaca menjadi penonton film.

Untuk itu Agung Bawantara menengahi dengan mengatakan pendapatnya, bahwa memang tidak ada media yang sempurna. Semua dengan kelebihan dan kekurangannya. Itulah pula sebabnya, mengapa semua platform media itu tetap eksis dan tetap ada penggemarnya.

Sayang sekali diskusi ini harus berakhir, karena sudah terlalu siang, meninggalkan beberapa audience yang masih ingin bertanya tetapi tak kebagian waktu.

Saya mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya  kepada Bali Mangsi Foundation dan Maria  Ekaristi yang sudah mengorbankan waktu dan tenaga untuk merancang dan merangkai acara Ngobrol Buku ini,  dan Pak Cok Yudistira yang sudah memberikan ijin penggunaan Gedung Kompas untuk acara ini.