Monthly Archives: March 2020

Jeruk Kalamansi.

Standard
Jeruk Kalamansi.

Suatu ketika saya datang ke pameran di JCC yang memajang hasil-hasil bumi dan olahan dari setiap propinsi di Indonesia. Salah satunya adalah Sirup Jeruk Kalamansi, kalau tidak salah dari Bengkulu. Tertarik saya untuk membeli, karena baru pertama kali mendengar nama Jeruk Kalamansi.

Setelah sampai di rumah dan mencicipinya barulah saya sadar bahwa Jeruk Kalamansi itu sama dengan Jeruk Kasturi atau Jeruk Sonkit. Ooh…kalau begitu saya punya dong pohonnya di halaman. Dan saat ini sedang berbuah. Lumayan banyak. Walaupun sudah mulai berkurang buahnya karena saya petikin hampir setiap hari.

Jeruk Kalamansi (Citrofortunella microcarpa), memang menarik untuk ditanam di halaman. Buahnya kecil-kecil dengan diameter tidak lebih dari diameter uang logam. Walau demikian 1 butir jeruk ini cukup untuk membuat segelas air jeruk.

Lumayan banget pas hujan hujan pengen minum sesuatu yang hangat.

Resep: Tahu Telur Jamur Kuping.

Standard
Tahu Telur Jamur Kuping.

Saýa nembeli Jamur Kuping sebungkus dan ingin sekali memasak Tahu Jamur Kuping. Saya mendapat resep ini dari Mbak Ros tukang nasi uduk, yang dulunya pernah bekerja pada bossnya yang jualan kue dan roti. Saat itu cerita si Mbak, bossnya sangat banyak menggunakan kuning telor untuk membuat kue. Lah tapi putih telornya diapakan?. Munculah ide untuk membuat Tahu Telur dengan campuran Jamur Kuping. Dijajakan ke tetangga (termasuk saya), ternyata enak dan laku. Jadi saya minta resepnya.

Bahan bahannya: 2bh Tahu putih, sebungkus jamur kuping, seperempat bihun, daun bawang seledri, minyak wijen, bawang merah, bawang putih, putih telur.

Cara membuat:

1/. Iris iris Jamur Kuping, daun bawang, seledri. Cincang bawang merah dan bawang putih.

2/. Rebus bihun, tiriskan lalu potong kecil kecil.

3/. Ambil 4 putih telor .

4/. Hancurkan tahu putih. Lalu masukkan cincangan bawang metah, bawang putih, irisan jamur kuping, potongan bihun, irisan daun bawang seledri, garam, gula dan minyak wijen. Aduk aduk hingga rata.

5/. Masukkan putih telur ke dalam adonan, lalu diaduk aduk kembali hingga merata.

6/. Pindahkan adonan Tahu Telur Jamur ke dalam Loyang. Kukus hingga matang.

7/. Angkat Tahu Telor yang sudah matang. Dinginkan sebentar, lalu potong potong sesuai selera.

8/. Gulingksn potongan tahu dalam putih telor, lalu goreng dengan api sedang hibgga matang dan wananya kekuningan.

9/. Angkat tahu dan tiriskan.

Hidangkan hangat-hangat dengan cabe rawit. Mantap!!!.

Nyepi

Standard

Saya mengucapkan Selamat Menyambut Hari Nyepi, Icaka 1942 untuk keluarga dan teman teman saya. Semoga lancar nenjalankan Catur brata penyepian, Amati Gni – tidak menyalakan api; Amati Karya – tidak melakukan pekerjaan, Amati Lelungan – tidak keluar rumah, Amati Lelanguan – tidak bersenang senang.

Semoga semua sehat, tentram, damai seluruh alam semesta berikut isinya.

Resep Dapur: Lumpia Ayam Jamur Kuping.

Standard

Saya membeli sebungkus Jamur Kuping. Eh lumayan banyak juga isinya. Awalnya untuk membuat Tahu Jamur Kuping, akhirnya saya membuat juga Lumpia Jamur Kuping.

Gimana cara membuatnya? Saya share di sini ya.

Bahan- bahan:. Jamur Kuping, Dada ayam, Daun Bawang, Seledri, Garam, Gula, Bawang Merah, Bawang Putih, Minyak Wijen, Kecap Manis, Telor Ayan, Kulit Lumpia.

Cara Membuat :

1/. Iris tipis tipis Jamur Kuping. Daun Bawang, Seledri.

2/. Cincang daging ayam. Juga cincang bawang merah dan bawang putih.

3/.Tumis daging ayam cincang dalam minyak panas, lalu masukkan irisan jamur kuping, aduk- aduk.

3/. Masukkan bawang merah bawang putih cincang, irisan daun bawang dan seledri, aduk aduk hingga matang.

4/. Tambahkan garam, gula, dan minyak wijen secukupnya. Masak sampai matang, lalu angkat. Jadikan masakan ini sebagai isi lumpia.

5/. Letakkan sesendok isi lumpai ke dalam kulit lumpia. Lalu lipat dan gulung. Agar gulungan tidak mudah lepas, olesi dengan putih telor. Kerjakan sesendok demi sesendok hingga tumisan habis.

6/. Goreng Lumpia yang masih basah dengan api sedang hingga kekuningan.

Lumpia diangkat dan siap dihidangkan untuk keluarga yang sedang berada di rumah menunggu serangan Corona mereda.

Serba- Serbi Corona: Uang Kembalian.

Standard

Semenjak wabah Corona merebak, masyarakat jadi mulai was was. Orang-orang menggunakan masker, mencuci tangan sesering mungkin dan jalananpun terasa sepi. Saya ikut-ikutan parno, selalu merasa was was jika menyentuh benda-benda yang bekas dipegang orang lain, yang bisa jadi tangannya habis mengelap ingus atau menutup batuk. Seperti misalnya gagang pintu toilet umum, pegangan troley di Supermarket dan terakhir… uang kembalian.

Ceritanya begini. Suatu kali saya ke Guardian untuk membeli Aiken Hand Sanitiser. Sayang habis. Saya disuruh nencoba mencari di Hero. Tapi tetap tidak ada. Saya langsung keluar. Supir saya tidak ada. Saya cari cari, ooh rupanya sedang membeli bakso di samping Hero. Ada dua pedagang kaki lima di situ, tukang bakso dan tukang ketoprak. Tapi sepi. Tak ada pembeli.

Daripada menunggu nggak ngapa-ngapain, saya ikut nimbrung memesan ketoprak. Dibungkus aja, buat dibawa pulang. Setelah selesai, saya membayar. Tukang Ketoprak memberikan saya uang kembaliannya. Entah kenapa tiba tiba pikiran saya buruk. “Bagaimana jika uang ini terkontaminasi Virus Corona?” Waduw!.Mana kita tahu, sebelum Bapak Tukang Ketoprak ini, siapa saja yang pernah memegang uang-uang ini?. Ada nggak yang sempat menggunakan tangannya untuk menutup bersin atau menutup batuk sebelum nemegang uang ini?. Ada nggak yang bisa menjamin kalau uang ini bersih dan tidak terkontaminasi ?. Tidak ada !!!.

Hal yang sama terjadi juga seandainya saya tadi mendapatkan uang kembalian dari Supermarket, atau bahkan mengambil uang dari mesin ATM. Siapa yang pernah tahu, perjalanan uang ysng akhirnya jatuh ke tangan kita itu sudah melewati siapa saja.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya saya ambil uang kembalian itu, saya letakkan di dompet dan begitu sampai di kendaraan, cepat cepat saya semprot tangan saya dengan parfum, lalu saya gosok-gosok. Saya pikir, dalam keadaan darurat di mana kita sulit mendapatkan hand sanitiser, kita bisa menggantikan fungsinya dengan parfum yang mengandung alkohol 70% lebih. Alkohol 70% tentu efektif membunuh kuman.

Suami saya tertawa mendengar cerita tentang ketakutan saya pada uang kembalian. Ia menganggap saya terlalu parno. Lalu ia bercerita jika ia barusan datang dari bengkel. Saat membayar ongkos servicenya , sang pemilik bengkel bercerita kepadanya jika sekarang ini orang orang pada sangat was- was dan parno gara gara wabah Corona.

Menurut cerita si pemilik bengkel, baru saja ia merasa sangat kesal dengan seorang langganannya. Pasalnya, langganan yang barusan selesai service kendaraannya dianggapnya terlalu lebay. Saat membayar, sangat menjaga jarak saat menyerahkan uangnya. Baiklah, bisa dimengerti. Tetapi jika jaraknya sampai sangat jauh di atas 1 meter, lengkap dengan gaya yang berjingkat mengulurkan tangannya dari jarak jauh dengan ekspresi muka yang seolah olah sedang menghadapi seorang yang sedang membawa penyakit menular. Gaya mengambil uang kembaliannya pun sama Begitu juga.

Sang pemilik bengkel pun tersinggung “Saya ini sehat lho!. Masak caranya membayar itu seolah saya ini orang penyakitan yang sudah pasti akan menularkan penyakit virus Korona ke dia“.

Ha ha saya jadi ikut tertawa mendengarnya. Ya. Ada benarnya juga sih pendapat Bapak Tukang Bengkel itu. Walaupun kita harus selalu hati-hati, sebaiknya kita memang tidak perlu terlalu parno, sampai bersikap berlebihan yang membuat orang lain tersinggung.

Saya jadi mikir, apakah tadi saat saya menerima uang kembalian dari Tukang Ketoprak, saya bersikap sama menyebalkannya dengan pelanggan yang diceritakan Bapak Bengkel itu? .

Uuf. Rasanya sih tidak. Saat itu saya hanya berpikir tentang perpindahan uang itu dari satu tangan ke tangan-tangan berikutnya sebelum nyampai ke tangan saya. Pandangan saya ke uang. Bukan ke Bapak Tukang Ketoprak. Jadi seharusnya ekspresi tidak membuat orang lain tersinggung ya. Tetapi jikapun tanpa sengaja saya telah membuat Bapak Tukang Ketoprak itu tersinggung, mudah- mudahan Tuhan mengampuni kesalahan saya.

Ayo teman-teman kita tetap berhati-hati tanpa harus berlebihan.

Jerit Hati Seorang Ibu.

Standard
Induk bebek

Saya mendengarkan sebuah video pengumuman dari Menteri Luar negeri kita tentang kebijakan menutup lalu lintas masuk ke negara Indonesia. Saya mendengarkan dengan seksama ketika ibu mentri menyarankan warga yang sedang berada di luar agar segera pulang sebelum transportasi semakin memburuk. Tak terasa air mata saya menetes ke pipi.

Saya teringat akan anak saya yang sedang menempuh pendidikan di Ankara. Kampusnya sendiri sebenarnya sudah libur untuk 3 minggu lamanya. Dan Universitas juga sudah membatasi lalu lintas yang masuk ke kampus. Ia sendiri sudah melakukan self quarantine sejak itu. Sebenarnya sudah cukup baik usaha yang dilakukan.

Tetapi ketika saya melihat data lonjakan penderita Covid-19 di Turki secara tiba-tiba, hati saya mulai ketar ketir.

Jauh di dalam hati saya menginginkan anak saya pulang. Saya ingin ia ada di rumah dan berada dalam pantauan saya. Tetapi saya pikir-pikir lagi, jika saya minta dia pulang, mungkin resikonya malah lebih besar. Karena sekarang ia harus keluar dari karantinanya sendiri, berjalan menuju bandara yang mungkin berkontak dengan banyak orang, lalu duduk bersebelahan dengan entah siapa di pesawat, lalu harus transit lagi di bandara International lainnya. Aduuuh… panjang dan malah mungkin saja anak saya mendapat penularan dalam perjalanannya.

Akhirnya setelah diskusi, kami sepakat lebih baik ia jangan pulang dulu. Tetap di dormitorinya saja dulu hingga wabah berlalu. Saya berusaha tegar dengan kenyataan ini, walau hati saya menjerit. Ingin menangis rasanya. Yang bisa saya lakukan hanya memantau saja dan meminta agar ia disiplin mengupdate keadaannya. Saya menguatkan hati saya, ia pasti bisan dan terhibdar dari virus itu.

Hari ini, ketika saya membuka Face Book, seorang sahabat saya menulis status di timelinenya, tentang dirinya yang sedang bekerja dari rumah (sahabat saya ini adalah seorang dosen Fak. Kedokteran), tetapi kedua orang anaknya yang dokter tetap harus bekerja melayani para pasien Corona.

Walaupun tidak ada keluhan yang explisit dari statusnya itu, tetapi saya menangkap nada trenyuh dalam kalimat kalimatnya itu. Kepedihan, kekhawatiran yang dalam, walaupun bercampur kebanggaan karena anaknya mengabdi dan mempertaruhkan nyawanya untuk masyarakat. Sebuah kepahlawanan. Tetapi auranya tetap terlihat murung.

Saya membayangkan jika saya yang berada di posisinya. Mengikhlaskan anak kita berada di garda depan dalam oerang melawan Corona ini, di mana nyawa taruhannya. Air mata saya menetes memikirkan kedua anak teman saya itu. Saya mengenal mereka sejak masih kecil, hingga keduanya kini sudah menjadi dokter.

Para pelaku medis dan para medis adalah mereka yang berada di garda depan. Mereka yang berjuang dan bekerja keras untuk kesembuhan masyarakat dari Corona. Saya pikir, cobaan yang dihadapi teman saya ini lebih berat dari cobaan yang saya hadapi. Jadi harusnya saya tak perlu secengeng itu.

Ini saatnya kita bersama-sama memberantas Corona. Cengeng tidak memecahkan masalah. Dibutuhkan keberanian, ketegaran dan keikhlasan. Oleh karenanya mari kita lakukan apapun yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk memberantas penyakit virus ini. Di manapun posisi kita. Jika posisi kita sebagai masyarakat awam, berdiam dirilah di rumah, jauhilah tempat kerumunan. Jika posisi kita sebagai karyawan perusahaan yang memproduksi masker atau hand sanitiser., dimana bekerja dari rumah tidak memungkinkan, ya ikutilah peraturan perusahaan bekerja dengan ikhlas, tetapi berusaha terus menjaga diri. Jika kita berada di garda depan misalnya sebagai tenaga medis, sabar dan ikhlaslah – saat ini bangsa kita membutuhkanmu.

Sayapun teringat kepada kakak saya yang setiap hari bergelut dengan pasien gigi. Bermain dengan gusi dan gigi dan pastinya bersentuhan dengan air liur pasien. Siapa yang bisa menjamin bahwa diantara pasiennya itu sehat semua dan tidak ada yang terpapar virus Corona. Berdegup jantung saya. Betapa rawannya posisinya saat ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melindunginya.

Semoga wabah virus Corona ini segera berlalu. Dan saya berdoa untuk kesehatan dan keselamatan para team medis yang sedang berjuang di garda depan.

Gerubug Corona Dan Nyepi.

Standard
Tapak Dara.

Gerubug, adalah Bahasa Bali untuk kata Wabah. Wabah yang menyebabkan kematian masal, baik untuk tanaman, binatang maupun manusia, tidak termasuk bencana alam di dalamnya. Ada tiga jenis Gerubug yang dikenal, yaitu:

1/. Merana, atau Gerubug Mrana adalah wabah penyakit yang menyerang tanaman. Contoh Merana yang dianggap sangat serius di Bali, misalnya Hama Wereng yang menyebakan ratusan hektar sawah rusak. Contoh lain adalah serangan Virus CVPD yang merusak perkebunan jeruk di Bali. Atau hama tikus yang merajalela dan mengakibatkan gagal panen.

2/. Gerubug Sasab, atau lebih sering disebut dengan Gerubug saja, adalah wabah penyakit yang menyerang hewan. Contohnya wabah pada ayam yang disebabkan oleh serangan Paramyxovirus alias penyakit Tetelo (Newcastle Disease). Penyebarannya sangat cepat, dan mortalitasnya pun sangat tinggi. Tiba tiba saja beratus ratus ayam mati di peternakan dan di kampung.

Lalu belakangan ini, ada lagi berita di koran tentang wabah pada ternak Babi. Dimana saya baca tiba tiba puluhan babi mendadak mati. Rupanya serangan African Swine Fever Virus yang sangat menular dan mematikan.

3/. Gerubug Gering, yakni wabah penyakit yang menyerang manusia. Contohnya, wabah diare/ disentri akibat serangan bakteri shigella atau amuba disentri. Banyak orang yang meninggal. Atau wabah demam berdarah, akibat gigitan nyamuk yang membawa Virus Dengue, juga menyebabkan banyak orang meninggal. Nah, sekarang muncul Gerubug baru lagi yang disebabkan oleh Virus Corona. Gerubug Corona. Artinya ya Wabah Corona.

Saya mencoba mengingat ingat apa yang biasanya orang Bali lakukan jika menghadapi Gerubug atau wabah. Tebtunya di luar penanganan medis yang biasa yang juga dilakukan.

Pertama adalah Tapak Dara. Simbul seperti tanda tambah berwarna putih ini dianggap sebagai simbul perlindungan. Saya ingat waktu kecil, ketika terjadi wabah disentri kolera di kampung saya, setiap orang nemasang tanda Tapak Dara ini di gerbang halaman rumahnya. Tuhan Yang Maha Esa akan melindungi.

Lalu ada beberapa upacara yang dilakukan dengan maksud pembersihan bumi dan isinya dari berbagai macam wabah penyakit dan bencana. Misalnya Prayascita – upacara pembersihan, Nangluk Merana – upacara penolak wabah hama tanaman, Labuh Gentuh yaitu upacara penyucian agar tercapai keharmonisan alam, Tawur – misalnya Tawur Kesanga – upacara pembersihan bumi dan alam semesta dari segala wabah dan penyakit. Yang diadakan sehari sebelum hari raya Nyepi.

Upacara “Tawur Kesanga” yang artinya membayar kembali apa yang telah kita ambil dari alam (tawur = bayar) yang dilakukan pada bulan ke sembilan (ke sanga), yakni satu hari sebelum hari raya Nyepi. Dengan demikian diharapkan alam akan kembali dibersihkan dari segala bentuk dosa kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan manusia, juga dari segala bentuk wabah peñyakit yang membuat gerubug.

Rangkaian upacara dimulai dari prosesi melasti – pembersihan di tepi laut. Orang Bali percaya bahwa penyakit datang dari seberang lewat laut. Oleh karena itu pembersihanpun dilakukan dekat laut. Upacara ini melibatkan banyak orang. Hampir semua anggota keluarga mengikuti.

Sore hari menjelang malam, dilakukan upacara pengerupukan. Yakni beramai ramai mengusir segala bentuk wabah, penyakit, setan, sifat sifat buruk, angkara murka. Darimana? Tentunya pertama diusir dari diri sendiri dulu, lalu diusir dari pekarangan rumah ke jalan, lalu dari banjar diusir ke luar, berikutnya dari desa diusir lagi, demikian seterusnya sehingga semua bentuk penyakit itu bisa keluar dari Bali. Bentuk penyakit dan setan pengganggu itu dilambangkan dengan Ogoh-ogoh – raksasa buruk muka, yang biasanya dibakar seusai upacara. Sehingga yang tinggal setelahnya hanya ketenangan, kedamaian dan keselarasan dengan alam.

Esoknya tinggal Nyepi. Lock-down dalam arti yang sesungguhnya. Karena orang tidak keluar rumah dan tidak melakukan aktifitas yang berarti selama 24 jam.

Nah… sekarang berkaitan dengan wabah Corona ini, di mana sudah disarankan agar setiap orang merenggangkan jarak satu sama lain (Self Distancing) dan menjauhi keramaian agar terhindar dari resiko penularan, saya jadi terpikir bagaimana nanti saudara saudara saya di Bali akan melakukannya. Besar kemungkinan upacara melasti yang biasanya beramai ramai itu akan sulit dilakukan.

Demikian juga Upacara Pengrupukan. Upacara ini juga biasanya dipenuhi dengan keramaian. Sering kali orang satu banjar (ratusan kk) yang mengusung Ogoh-ogoh bertemu dengan banjar lainnya yang juga mengusung Ogoh ogoh di perempatan jalan. Persatuan masa yang membesar tentu terjadi dan tak bisa dihindarkan. Nah, jadi bagaimana dengan himbauan agar kita menjauhi keramaian?. Rasanya sangat sulit. Apalagi Pemda Bali menyatakan Bali sebagai Siaga Corona, besar kemungkinan pawai Ogoh-ogoh tidak bisa dilaksanakan.

Semoga semuanya berjalan dengan baik-baik saja. Upacara Tawur Kesanga yang bermaksud membersihkan bumi dan alam dari segala wabah penyakit bia tetap berjalan walaupun tanpa keramaian.

Selamat Menyongsong Hari Raya Nyepi, teman -teman. Semoga damai di hati, damai di bumi, damai alam semesta. Semoga kita semua terhindar dari bahaya Corona.

Kisah Dua Box Buah Plum Yang Asam.

Standard

Saya penggemar buah plum. Sayangnya buah ini masih mahal di Indo. Saya coba menanamnya di Jakarta, sudah beberapa tahun tapi belum berbuah.

Minggu lalu tiba tiba saya menemukan buah ini sangat murah dijual di sebuah mini market. Rp 10 000 per box, yang isinya 5 – 6 buah. Waduuuh… kaget dan senang saya. Biasanya harganya bisa mencapai Rp 60 000 an per kilonya (isi sekitar 8 buah).

Jadi beli 2 box saja.

Sampai di rumah, saya coba. Waduuuh ..uasyeeeem bingits. Beneran. Asem banget. Saya sampai nggak sanggup lagi memakannya. Pantas harganya murah. Tapi terus gimanain ini sekarang ?.

Dimakan nggak bisa menikmati, kalau dibuang sayang. Akhirnya saya memutuskan untuk mengolahnya menjadi selai dan juice.

Selai

Ini mudah dibuat. Caranya:

1/. Pertama kupas dulu buah plum lalu potong kecil kecil.

2/. Rebus potongan buah plum bersama gula hingga lembek.

3/. Tambahkan kayu manis bubuk untuk mendapatkan aroma selai yang wangi. Aduk aduk hingga matang dan airnya nyusut.

4/. Tambahkan sedikit tepung maizena untuk meningkatkan kekentalan.

Nah… jadilah selai buah plum.

Tinggal dimasukkan ke dalam stoples dan disimpan untuk diambil sedikit demi sedikit buat teman makan roti.

Selai buah Plum juga enak dipakai sebagai isian Lumpia buah. Caranya juga mudah, yaitu ambil selembar kulit lumpia.

Isi dengan Selai Plum, lipat sedikit ujungnya. Lalu gulung perlahan. Rekatkan ujung lipatan kulit lumpia dengan putih telur. Lakukan hal yang sama untuk kulit lumpia berikutnya hingga habis.

Kita bisa menyimpannya di kulkas untuk digireng kapan dibutuhkan.

Sungguh lumpia yang sangat enak.

Jus.

Sisa buah plum akhirnya saya bikin juice saja.

Ditambahkan dengan sedikit gula, lumayan meredam kekecutan rasanya. Enak dan segar juga rasanya.

Sangat lega rasanya, uang yang terpakai untuk membeli buah plum yang ternyata sangat kecut akhirnya terbayar dengan selai dan juice yang enak.

Sekarang saya mengerti. Sekecut apapun rejeki dan nasib yang menghampiri kita, jika kita sabar dan telaten mengolahnya pastinya akan berbuah manis.

Dapur Hidup : Jahe Merah Yang Sedang Diburu.

Standard
Jahe Merah baru dibongkar dari pot.

Hari ini saya baru sadar jika tanaman jahe di halaman rumah agak kurang terurus. Banyak batangnya yang sudah layu, lunglai dan coklat layu. Karena saya sedang menanam bibit tomat di dalam pot, maka sekalian saya bongkar saja tanaman jahenya dan tanam ulang lagi.

Pohon Jahe Merah.

Sambil membersihkan tangkai tangkai yang layu dan menggemburkan tanah di sekitar rimpangnya, saya mengambil beberapa buah untuk dimanfaatkan di dapur. Anak saya sangat senang minum air jahe. Dan kebetulan juga Jahe Merah saat ini sedang sulit dicari di pasaran. Dan jikapun ketemu harganya menjulang hingga mencapai Rp 80 000 per kg. Apalagi penyebabnya selain wabah Corona Virus yang sedang merebak.

Jahe Merah (Zingiber officinale rubrum), adalah Jenis jahe yang berukuran kecil dan berimpang kecil dibanding Jahe kuning biasa. Apalagi jika dibandingkan dengan Jahe Gajah. Akan tetapi walaupun kecil, Jahe Merah dianggap memiliki khasiat yang jauh lebih baik dibandingkan Jahe kuning. Rasanya pun terasa lebih pedas dibanding Jahe kuning.

Secara turun temurun, para tetua kita mengambil manfaat Jahe untuk berbagai macam keperluan. Sebagai bumbu dapur dan pengobatan.

Sebagai bumbu, Jahe termasuk ke dalam jenis bahan makanan Rajasika, karena kemampuannya menstimulus energi, meningkatkan semangat dan gairah (afrodisiak).

Saya sendiri tidak tahu pasti manfaatnya Jahe Merah dalam melawan Virus seperti yang banyak diberitakan, tetapi saya setuju jika Jahe termasuk Jahe Merah bisa nembantu meredam batuk. Dan Hahe juga banyak digunakan secara tradisional untuk mekawan radang.

Rimpang Jahe Merah.

Sebagian sisa rimpangnya saya tanam kembali dalam pot pot agar nanti bisa saya ambil lagi saat membutuhkan.

Yuk kita nenanam Jahe Merah!!!.

Libur Corona!.Tolong Diam Di Rumah Oyy!!!. Jangan Jalan-Jalan.

Standard
Sumber gambar, screenshot dr tayangan Indosiar

Saya mendapatkan Surat Pengumuman dari Sekolah anak saya bahwa Sekolah akan meliburkan murid-muridnya selama 2 minggu untuk mengantisipasi penularan virus Corona di Sekolah. Saya merasa sangat bersyukur, karena akhirnya Sekolah mengambil keputusan yang tepat di situasi darurat ini. Jadi anak saya akan tinggal di rumah dan tetap menerima pelajaran secara online.

Tak lama kemudian, saya juga mendapat informasi edaran tentang perusahaan- perusahaan yang memberlakukan system kerja dari rumah (Work From Home/WFH) untuk mengurangi kemungkinan penularan virus. Kantor saya sendiri tidak atau belum memberlakukan aturan itu.

Selain itu, pemerintah DKI juga memutuskan untuk menutup tempat tempat wisata di wilayah DKI Jakarta, seperti Ancol, Ragunan, TMII dan sebagainya. Ini untuk mencegah resiko penularan Corona. Kalau ini saya senang akan keputusan yang diambil Pak Anies, baik untuk meliburkan Sekolah dan menutup tempat keramaian.

Semua itu sangat jelas tujuannya. Untuk membuat agar masyarakat tetap “stay” di rumah dan tidak pergi pergi ke luar rumah. Karena jika kita semua berdiam diri di rumah, maka kontak fisik dengan orang ataupun benda benda yang terkontaminasi virus Corona bisa dikurangi.

Tetapi sungguh miris ketika melihat berita di TV. Begitu diberikan libur ternyata banyak orang Jakarta bukannya melakukan isolasi diri, tapi justru pergi liburan ke Puncak. Astaga !!!. Saya lihat di foto, memang macet banget kelihatannya.

Ya, memang hak setiap orang sih untuk memutuskan pergi atau tinggal di rumah selama liburan. Tetapi ya sebaiknya kita memahami apa tujuan pemerintah untuk memberikan kita/anak kita libur. Dan sebaiknya mengikuti himbauan pemerintah untuk berdiam diri di rumah, jika memang sudah diberikan ijin tidak ke kantor atau ke sekolah.

Penurunan kasus Corona dan pencegahan penularannya adalah tanggung jawab kita semua. Bukan semata tanggung jawab pemerintah.

Dibutuhkan kedisiplinan untuk merawat diri, membersihkan diri dan menjaga diri. Merawat diri dengan cara membersihkan tangan setiap saat, mencuci dengan sabun ataupun handwash atau dengan handsanitizer, setidaknya membantu mengurangi resiko penularan.

Jaga diri dengan meningkatkan stamina tubuh, bisa dengan bantuan Vitamin B ataupun Vitamin C.

Juga kita perlu menjaga diri kita dengan mengurangi bepergian ke tempat keramaian maupun ke tempat wisata. Cukup dengan berdiam diri di rumah, kita sudah membantu diri kita dan diri orang lain agar tidak tertular.

Kita harus bersatu, bersama-sama berperang terhadap Virus Corona. Karena wabah ini tidak akan betakhir jika hanya segelintir orang yang berusaha, sementara yang lain cuek dan tidak peduli. Yuk kita bersama-sama menerangi Virus Corona.

Salam bersatu kita teguh!!!.