Ini cerita minggu lalu. Saat itu saya dan adik saya dalam sebuah perjalanan dari arah Bedugul ke Bangli, melintasi daerah Goa Gajah. Tiba-tiba adik saya ngerem mendadak dekat pertigaan karena ia lupa arah, mesti belok ke kiri apa ke kanan. Saya yang duduk di sebelahnya jadi refleks ikut menekan ujung kaki kanan saya ke bawah seolah-olah saya sedang menekan pedal rem kaki. Padahal tentu saja tidak ada pedal rem di dekat kaki saya, karena saya tidak di posisi yang sedang nyetir. Adik saya tertawa melihat kelakuan saya.
Saya sendiri juga heran sih dengan kebiasaan saya itu. Setiap kali jika menumpang kendaraan yang melaju kencang atau ngerem mendadak, saya dengan refleks berusaha mencegah laju kendaraan dengan cara menekankan kaki saya kuat-kuat ke lantai kendaraan. Seolah-olah sedang ngerem. Padahal tentu saja tidak ada efek ngerem apapun yang bisa saya lakukan dengan cara seperti itu.
Demikian juga jika menumpang pesawat. Setiap kali pesawat mendarat, begitu rodanya mencapai daratan dan pilot berusaha mengurangi lajunya, maka sayapun ikut refleks mencengkeramkan ujung kaki saya ke lantai pesawat seolah-olah ikut membantu ngerem lajunya pesawat agar lajunya berkurang. Padahal jelas-jelas cengkeraman kaki saya itu walau sekencang apapun sebenarnya tidak ada gunanya dalam mencegah laju pesawat.
Usaha yang sebenarnya jelas sia-sia.
Misalnya nih rem pesawat itu blong (semoga tidak), pesawat itu tentu akan tetap meluncur saja tanpa kuasa gerakan kaki saya menyetopnya. Saya tahu itu. Tetapi mengapa ya kok saya sering melakukan itu?
Dan setelah saya menceritakan kebiasaan saya itu, ternyata ada banyak teman juga yang punya kebiasaan mirip dengan saya. Berusaha mengerem pesawat yang sedang melaju ๐.
Mengapa terkadang kita melakukan sebuah upaya yang sebenarnya kita tahu persis itu sia-sia?
Saya pikir, kecemasan adalah hal utama yang memicu hal itu. Kecemasan akan sesuatu yang buruk bisa saja terjadi. Oleh karenanya kita berusaha mekakukan sesuatu untuk sesuatu (ngerem) untuk mengurangi atau memperkecil resiko itu. Itu membuat kita merasa lebih tenang dan lega karena merasa sudah ikut berpartisipasi dalam upaya memperbaiki keadaan.
Tetapi sekali lagi itu hanya perasaan. Karena sesungguhnya kita tidak pernah bisa memperbaiki keadaan dengan hanya berhalusinasi sedang ngerem pesawat atau kendaraan yang sedang melaju. Kecuali kita sendiri yang mengambil alih kendalinya. Kita yang benar-benar bisa melakukannya. Mau ngerem atau ngegas.
Mungkin buat saya pilihannya adalah belajar memasrahkan diri dan mempercayakan hasilnya pada yang memegang kendali.ย Karena ini pun sebenarnya bukan pilihan yang buruk. Bahkan mungkin pilihan yang lebih baik. Mengingat, jika seseorang telah dipercaya untuk menjadi supir atau pilot ataupun bentuk leader pemegang kendali lainnya, tentu ia dipilih karena memang memiliki kualifikasi tinggi di bidangnya itu.
Seorang yang diijinkan menyetir, tentu karena ia memiliki Surat Ijin Mengemudi yang sah. Begitu juga pilot. Pasti dia memiliki kualifikasi untuk menerbangkan pesawat. Nahโฆapalah artinya diri ini ? Boro-boro memegangย setir pesawat, melihatnya dengan mata sendiri aja belum pernah ๐.
Bagaimana mungkin saya yang tak pernah melihat sendiri bentuk pedal rem pesawat merasa sok bisa ngerem pesawat ? ๐๐๐. Percayakan sama pilotnya sajalah. Dan saya dukung agar sang pilot bisa menerbangkan dan mendaratkan pesawatnya dengan baik, dengan cara menjadi penumpang yang baik dan tertib.
Demikian jugaย untuk kualifikasi pemegang kendali lainnya. Mau itu Ketua Kelas kita, Manager kita, Direktur kita, Pak Camat kita, hingga Pak Presiden kita. Semuanya ditunjuk dan atau dipilih berdasarkan kualifikasi dan dianggap mampu. Sebaiknya kita percayakan dan support agar pemimpin kita itu berhasil. Siapapun dia.