REBUNG

Standard

Semalam Sity Nafsiyah tiba-tiba nge-chat saya apakah masih suka jalan pagi apa tidak. Yah.. sebenarnya tergantung mood sih. Lha kenapa memangnya?

Rupanya dia mengingatkan akan musim hujan begini adalah musim jamur dan musim rebung. Oh ya, saya jadi teringat. Entah kenapa musim penghujan kali ini saya tidak nemu jamur barat seperti tahun-tahun sebelumnya ya. Biasanya banyak bertumbuh di bawah pohon mangga di halaman, atau di taman.

Kalau rebung? Saya kurang memperhatikan. Tapi tadi sambil jalan pagi saya & Dewi coba mampir ke ujung belakang perumahan dimana banyak ditanam pohon bambu hias di sana sebagai penutup pagar perumahan. Pohon-pohon bambu itu tumbuh di sepanjang tembok perumahan yang cukup panjang.

Waah… betul. Ada banyak rebung yang saya lihat muncul di situ.

Kata tukang sayur, banyak ibu-ibu warga perumahan, ibu- ibu tukang taman, atau ibu-ibu yang kerja rumah tangga di perumahan, sudah pada ngambilin rebung-rebung itu sebelumnya, buat diolah jadi masakan. Rebungnya enak dan tidak pahit, katanya.

Kami pun mengambil secukupnya. Masih cukup banyak yang tersisa. Saya pikir kami harus menyisakan untuk orang lain yang mungkin ingin mengambil juga setelah kami. Selain itu, tetap menyisakan cukup banyak rebung demi keberlangsungan generasi pohon bambu ini tetap terjaga. Kalau diambilin rebungnya semua, ntar nggak ada lagi dong pohon bambunya 😀

Yang kami ambil inipun sudah banyak. Lebih dari cukup. Rencananya mau dibagi dua.

Sebagian dibuat Sayur Lodeh Rebung untuk lauk makan siang, dan sebagian lagi mau coba bikin Lumpia Rebung Ayam buat cemilan nanti sore.

Selama ini saya tidak terlalu tertarik pada rebung, karena rebung yang saya temukan di pasar jarang yang segar. Biasanya sudah direndam beberapa hari dan menurut saya itu bau. Sehingga hasil masakan yang menggunakan rebungpun sering bau.

Nah ini baru pertama kalinya di dapur saya, rebung segar yang baru dipetik langsung dimasak. Ternyata emang enaak bangeeet 😋😋😋. Tidak pahit, tidak bau. Tapi enak dan lezaat

Leave a comment