Seorang sahabat saya sedang gandrung pada lagu “Aku Ingin Pulang” yang dilantunkan Ebiet G Ade di tahun 80-an. Ia meminta beberapa teman (termasuk saya) untuk ikut mendengarkan dan menyimak lagu itu baik-baik. Ia menyebut tentang suara Saxophone di lagu itu yang sangat mengesankan. Sebenarnya saya sudah agak-agak lupa akan lagu itu. Karenanya saya coba ceklak ceklik di Youtube. Akhirnya ketemu juga. mana ya suara saxophone yang dimaksud?Ternyata memang lagunya enak. Namun alih-alih mendengarkan suara saxophonenya saya malah menyimak baik-baik lyricsnya.
Kemanapun aku pergi/Bayang bayangmu mengejar/Bersembunyi dimanapun/S’lalu engkau temukan/Aku merasa letih dan ingin sendiri/
Ku tanya pada siapa/Tak ada yang menjawab/Sebab semua peristiwa/Hanya di rongga dada/Pergulatan yang panjang dalam kesunyian/
Aku mencari jawaban di laut/Ku sadari langkah menyusuri pantai/Aku merasa mendengar suara/Menutupi jalan/Menghentikan petualangan/Du du du
Kemanapun aku pergi/Selalu ku bawa-bawa/Perasaan yang bersalah datang menghantuiku/Masih mungkinkah pintumu ku buka/Dengan kunci yang pernah kupatahkan/Lihatlah aku terkapar dan luka/Dengarkanlah jeritan dari dalam jiwa
Aku ingin pulang uhuu/Aku harus pulang uhuu/Aku ingin pulang uhuu/Aku harus pulang uhuu/aku harus pulang
Seperti judulnya, sang penyanyi yang sekaligus penyair berkisah tentang keinginannya untuk pulang kembali , setelah petualangannya yang panjang. Sebuah niatan yang sangat baik. Masalahnya adalah, ia telah mematahkan kunci rumah itu, lalu apakah mungkin ia akan bisa membuka pintu rumah itu kembali dengan kunci yang patah itu? Nah!. Saya terbengong-bengong mendengarnya. Terutama pada bagian yang menceritakan tentang kunci yang patah itu.
Apa yang dimaksudkan oleh Ebiet dengan kata “Rumah”? Dan Kunci yang patah? Lagu itu sungguh mungkin ditafsirkan dari berbagai sudut pandang. Tergantung konteks pendengarnya.
Pertama yang sangat mungkin terlintas dalam pikiran saya adalah bahwa rumah mengibaratkan seorang kekasih kemana seseorang merasa ingin kembali setelah petualangannya yang panjang. Mungkin di suatu saat di masa lampau ia pernah mematahkan hati sang kekasih dan kini ia ingin pulang kembali ke pangkuan kekasihnya namun tak yakin, apakah sang kekasih masih bersedia membukakan pintu hatinya kembali.
Kemungkinan yang lain adalah bahwa rumah mengibaratkan Tuhan yang Maha Kuasa, dimana seseorang ingin pulang kembali setelah merasa berjalan jauh dan berpaling dariNYA. Ia ingin pulang kembalike jalanNYA,namun ragu apakah ia akan mampu membuka pintuNYA dengan kunci yang sempat ia patahkan.
Dan kemungkinan yang terakhir..ya barangkali bahwa penyanyi itu memang mengatakan apa adanya..bahwa ia memang ingin pulang ke rumah yang sebenarnya.
Terlepas “rumah” yang mana yang dimaksudkan oleh Ebiet G Ade sebagai tujuan untuk pulang, saya merasa bahwa kata “pulang” selalu terdengar dan terasa indah, baik di telinga maupun di hati saya. Karena rumah adalah tempat dimana hati kita terpaut. Setiap orang yang merasakan arti sebuah rumah memahami bahwa rumah adalah sebuah tempat yang sangat hangat dan penuh dengan kasih sayang dan cinta, dimana seseorang merasa aman, nyaman dan selalu ingin kembali sejauh manapun kakinya melangkah pergi. Jika rumah yang dimaksud adalah seorang kekasih, tentu kekasih yang ia maksudkan adalah seseorang yang selalu ada untuknya, memberinya cinta dan kehangatan yang melimpah serta kehangatan dan kenyamanan hati dan jiwa yang tidak ia dapatkan dari yang lain. Itulah sebabnya mengapa ia ingin pulang. Jika rumah yang dimaksudkan adalah Tuhan Yang Maha Esa, sudah pasti ia merasa bahwa hanya Dialah satu-satunya tempat berlindung, tempat ia merasa mendapatkan rasa aman, nyaman dalam kasih sayangNYA. Demikian juga halnya dengan rumah dan keluarga yang sebenarnya.
Lalu bagaimana dengan kunci yang sempat ia patahkan? Apakah ia akan mampu membuka pintunya walaupun hanya berbekal kunci yang patah? Terus terang saya tidak bisa menebak jawaban pada bagian ini. Sangat relatif tentunya. Namun dalam pikiran saya, jika rumah itu memang benar-benar sebuah rumah yang penuh kehangatan dan cinta, maka cinta tidak akan pernah menutup pintunya. Cinta tak mengenal kunci yang patah. Cinta akan selalu ada dan membuka pintunya lebar-lebar bagi sang petualang untuk pulang kembali. Ketulusan cinta tak mengenal hitungan untung dan rugi, ataupun hitungan disakiti ataupun menyakiti. Yang ada hanyalah kasih sayang yang tak berbatas. Demikianlah Ia Yang Maha Pemaaf, selalu menerima setiap hambaNYA yang ingin kembali kejalanNYA, sehingga setiap orang tidak ada yang merasa khawatir untuk bertobat. Jika Ia telah memberi contoh dalam memaafkan, mengapa pula manusia tidak mau belajar dariNYA?
Memikirkan itu, saya teringat kembali kepada sahabat saya. Mengapa ia meminta teman-temannya, termasuk saya ikut mendengarkan lagu itu? Apakah memang benar karena ia terkesan dengan suara Saxophonenya ? Ya.. memang benar bagus juga sih. Atau apakah saat ini ia sedang berada diluar, tersadar dari sebuah ‘petualangan’ dan sedang ingin pulang ke rumahnya? Tiba-tiba saya ingin mengobrol dengannya. Saya melihat jam. Sudah terlalu malam. Tidak memungkinkan bagi saya untuk menelponnya selarut ini. Lagipula belum tentu ia begitu. Barangkali hanya perasaan saya saja. Ha ha..kadang-kadang saya memang rada sok tahu. Akhirnya saya memutuskan hanya berdoa saja, jika memang begitu – semoga sahabat saya itu bisa pulang ke rumah, jika memang saat ini ia benar-benar ingin pulang.
Pulanglah jika engkau memang ingin pulang! Jangan pernah hiraukan kunci yang pernah kau patahkan. Karena orang rumah pasti akan membukakan pintunya untukmu dengan suka cita.
Sahabat yang baik, selalu mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya. Apapun itu.