Monthly Archives: October 2020

GARDEN UPDATE: GARDENIA.

Standard
Gardenia alias Bunga Jempiring, alias Kacapiring.

Tidak pergi kemana-mana dan hanya diam di rumah saja, saya memandang bunga bunga Gardenia yang bermekaran menebar wangi di halaman.

Gardenia alias Bunga Jempiring atau Bunga Kacapiring adalah perdu dekoratif dengan daun hijau gelap dan bunga berwarna putih bersih yang sangat harum.

Ada banyak parfum kelas dunia yang menggunakan Gardenia Oil sebagai salah satu ingredient-nya yang memberikan wangi yang soft, creamy dan elegan.
Bunganya yang kuncup begitu mulai mekar, tercium semerbak sedikit greeny dan sangat menarik. Ketika mekar penuh, wanginya semakin elegan, creamy dan agak laktonik. Menariknya, meskipun mulai layu, bunganya tetap meninggalkan jejak wangi.

Dari sisi Olfactive, wangi bunga ini masuk ke dalam golongan “White Flower”. Dalam wangi bunga Gardenia ini terkadang kita bisa mencium samar-samar wangi bunga Lily, Kily of The Valley, wangi bunga Mawar dan wangi bunga Kenanga.

Walaupun ada sedikit tercium samar samar wangi bunga lain dalam wangi Gardenia, tetapi mengapa wangi Gardenia sangat unique dan elegan?. Itu karena kandungan alpha methyl benzyl acetate yang sangat unik dan hanya bisa ditemukan di alam pada bunga Gardenia segar yang sedang mekar. Itulah sebabnya mengapa kwalitas parfum dari bunga Gardenia ini selalu istimewa.


Di halaman rumah saya ada cukup banyak bunga Gardenia. Ada yg kuncup, mulai setengah mekar, sedang mekar, kelewat mekar hingga yang sudah mulai layu. Tapi wanginya tetap semerbak.

Bunga ini adalah bunga kesayangan ibu saya. Bapak saya menanamnya di tepi kolam di halaman rumah kami. Saya ingat Ibu suka menyelipkan bunga ini disanggulnya jika sedang berkebaya, atau menyelipkannya di bawah bantalnya. Itu sebabnya mengapa bantal tidur ibu saya selalu wangi.

Untuk mengenangnya, saya menanam 3 batang di halaman dan kadang juga ikut menyelipkan bunga wangi ini di bawah bantal saya.
Wanginya sangat lembut dan elegan.

Jiir Jra….. Jiir Jraa….

Standard

Bagi yang tahu istilah ini tentu tertawa. Tapi bagi yang tidak tahu arti “Jiir Jra” baiklah saya jelaskan sedikit, biar bisa ikut tertawa bersama.

“Jiir Jra” adalah kata kata ejekan atau sebuah bentuk bullying yang dilontarkan oleh teman teman di kota Bangli kepada anak-anak dari desa Songan, atau yang orangtuanya berasal dari desa Songan – Kintamani , macam saya ini.

Kata “Jiir Jra ” sebenarnya tidak ada. Tidak exist. Karena kata “Jiir Jra” adalah lafal salah yang diucapkan teman teman saat meniru para pedagang Ikan Mujair di Pasar Bangli yang berasal dari desa Songan dan sekitar tepi Danau Batur, saat menawarkan ikan dagangannya kepada khalayak ramai, yang sebenarnya berbunyi “Jair Jero, Jsir Jero….” yang artinya “Ikan Mujairnya Pak /Bu”. 🐟🐟.

Tapi karena mereka mungkin sulit meniru pengucapan “Jair Jero” itu (Orang Songan melogatkan huruf i dalam kata “Jair” dengan kemurnian i yang tinggi, benar benar i, tanpa campuran huruf e spt huruf i dalam kata mImpI. Sedangkan dalam logat Bali kebanyakan, huruf i dalam kata Jair diucapkan antara huruf i dan e huruf O seperti pengucapan huruf i dalam kata aIr. Demikian juga kata Jero. Disini dalam logat Songan diucapkan spt O dalam kata tOmat, sedangkan dalam logat bahasa Bali biasa huruf O di sini diucapkan seperti huruf O dalam kata dOremi). Perbedaan logat itulah yang dijadikan bahan tertawaan dan ditiru salah, maka jadilah yang keluar Jiir Jra … Jiir Jraaa..πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€. Salah. Padahal orang Songan sendiri tidak ada yang mengatakan Jiir Jra.

(Sebagai catatan, orang Songan adalah orang-orang Bali asli pegunungan yang memiliki bahasa yg berbeda dengan Bahasa Bali pada umumnya. Saya pikir sekitar 40 – 45% kosa katanya berbeda dengan Bahasa Bali biasa yg berasal dari Jawa. Jadi jika 2 orang Songan bercakap cakap dalam Bahasa kampungnya, tanpa penterjemah, besar kemungkinan orang Bali lain tidak menangkap maksudnya).

Dan kata Jiir Jra selalu dipakai untuk membully saya, saudara dan sepupu sepupu saya, karena kami orang orang dari desa Songan, dan memang dari Songan banyak pedagang Ikan Mujair. Jadi sepertinya Orang Songan identik dengan Ikan Mujair.Belakangan saya tahu bahwa ternyata yang sering dibully dengan kata kata Jiir Jra bukan hanya anak anak dari desa Songan saja. Tetapi juga dari semua desa desa yang letaknya di tepian Danau Batur.

Sebagai anak kecil, saat itu saya merasa sangat sedih setiap kali dibully dengan kata “JiirJra”. Karena yang melontarkan itu bukan hanya anak anak kecil saja, tetapi juga termasuk orang dewasa.
Saya mengadu kepada ibu saya. Tapi Ibu saya hanya tertawa. Demikian juga Bapak saya, sepertinya tidak mengindahkan ejekan Jiir Jra itu. Lama lama akhirnya saya sangat kesal, marah dan malu juga dihubung-hubungkan dengan Ikan Mujair dan dikata-katain Jiir Jra….Jiir Jra…. πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€

Tapi kemudian ada juga yang membuat saya bangga dengan ikan Mujair ini. Karena saya perhatikan, ada banyak saudara, sepupu sepupu dan keluarga saya dan orang orang Songan yang memegang ranking 1, 2. 3 di sekolah sekolah, mulai dari SD, SMP, SMA, bahkan kuliah. Mereka disebut sebut memiliki Otak Mujair.

Ada banyak yang merupakan lulusan terbaik fakultasnya. Mereka juga disebut Otak Mujair.

Dan saya lihat ada banyak juga orang orang dari desa Songan yg meraih gelar Professor ataupun menduduki kursi kursi penting di kantor pemerintahan ataupun di perusahaan perusahaan swasta. Mereka disebut memiliki Otak Mujair.

Saya jadi mulai menyukai kata “Otak Mujair”. Dan senang sekali jika ulangan dapat skor 100, guru saya bilang “Bagus sekali. Benar benar Otak Mujair”. Saya senang walaupun teman teman saya ada yang teriak dari belakang, Jiir Jra. ..Jiir Jra. πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€

Nah….kan berarti sebenarnya Jair itu sesuatu yang bagus ya. Dan saya sekarang tidak keberatan lagi diteriakin Jiir Jra …Jiir Jra.

Nah itulah cerita saya tentang Ikan Mujair.
Ikan Mujair alias Mozambique tilapia (oreochromis mossambicus), adalah ikan air tawar yang banyak terdapat di danau Batur, Kintamani. Ikan ini bagus untuk dikonsumsi karena setiap 100 gramnya mengandung 26 gram protein, selain Vit B3, Niasin, Selenium dan Kalium. Sangat bagus untuk pertumbuhan otak bagi kanak- kanak dan untuk memaintain kesehatan otak bagi orang dewasa dan lanjut usia.
Jiir Jra…. Jiir Jraβ€¦πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€

(Cerita ini saya tulis, karena hari ini saya ingin memasak Ikan Mujair Nyatnyat, tapi stock Ikan Mujairnya di Tukang Sayur kosong, yang ada hanya Ikan Gurami. Saya jadi teringat akan masa kecil saya dan ikan Mujair).🐟🐟🐟

Mengapa Saya Gendut?

Standard

Kapan hari ketika saya memposting kartu karyawan saya yang lama versus yang baru, beberapa saudara dan teman malah berkomentar kalau sekarang saya lebih kurus.

Astaga!. Saya baru ngeh ternyata di ke dua kartu karyawan itu, foto saya memang sangat berbeda dari tingkat ketebalan badan πŸ˜€. Yang baru, terlihat lebih tipis ketimbang di foto yang lama.

Karena seorang adik saya bertanya, mengapa sekarang saya lebih kurus, maka sayapun bercerita karena saya diet karbohidrat dan step stepnya, mengganti nasi dengan jagung, singkong, talas, dan sebagainya, juga aktif melakukan olahraga, mulai nge-gym, thai boxing, jalan pagi, hingga menggunakan sepeda statik.

O ya… saya lupa cerita jika saya juga sering minum air lemon panas atau air rebusan seledri setiap pagi. Ini yang membuat mengapa ketebalan badan saya jadi berkurang. Dan tak lupa saya bercerita bahwa penurunan ini saya raih setelah melalui usaha sekitar 16 bulan alias setahun 4 bulan.

Tapi tak seorangpun yang bertanya, mengapa saya GENDUT sebelumnya.

Mirip dengan mengapa seseorang bisa kurus, kegendutanpun tidak ada yang bisa diraih dalam semalam πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€.

Ketika belum menikah, berat badan saya sangat sulit mencapai di atas 42 kg. Itu sedikit dibawah berat badan ideal yang harusnya 47kg, mengingat tinggi saya hanya 157 cm. Jadi saya kelihatan kurus.

Setelah menikah berat badan saya berangsur naik. Apa pasal?.

Karena sebelum menikah, saya mengikuti pola makan keluarga yang ditetapkan oleh ibu saya. “Makan nasi 2 x sehari, siang dan malam, dan banyak banyak”. Paginya saya sangat jarang makan nasi. Paling cuma minum teh. Atau paling ditambah pisang goreng.

Anehnya walaupun saya makan banyak banyak, saya nggak pernah gendut, hingga ibu saya pernah bercanda bilang ke saya “Kamu makan banyak banyak, tapi kok nggak gendut gendut???. Apa jangan jangan di kehidupan sebelumnya kamu pernah memirat milik orang (memirat = meminjam uang/barang dan tidak mengembalikan), sehingga yg punya nyumpahin kamu “Semoga apapun yg kamu makan, tidak memberikan sari bagi tubuhmu” ????πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€”.

Tentu saja ibu saya hanya bercanda. Kami orang Bali mempercayai hukum Karma Phala dan Reinkarnasi (kelahiran kembali). Orang akan lahir kembali berulang ulang sampai timbangan dosanya nol dan bisa jadi dalam kehidupannya sekarang ia menerima Pahala dari Karma yang dia buat sendiri di kehidupan- kehidupan sebelumnya.

Setelah menikah, saya terpapar oleh pola makan keluarga suami saya. “Makan nasi 3x sehari. Sedikit sedikit”.

Nah… sayapun beradaptasi dengan keluarga suami saya dong. Jadi pola makan saya yang baru menjadi “3x sehari dan banyak banyak” πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€.

Saya mengadopsi 3 x sehari dari keluarga suami, dan mempertahankan “banyak-banyak”nya dari keluarga saya sendiri πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚.

Demikianlah, mengapa saya gendut.

Denpasar versus Badung.

Standard

Semasa kanak-kanak, saya tinggal di Bangli, sebuah kota kecil di tengah pulau Bali. Jaman saya itu, kebanyakan dari kami berbahasa Bali sebagai bahasa utama, dan jika bisa berbahasa Indonesia, rasanya sudah keren banget πŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘Œ. Karena banyak banget orang (bahkan orang dewasa) di jaman itu belum bisa berbahasa Indonesia.

Jadi saya sering menggunakan dua bahasa itu dalam percakapan sehari- hari. Berbahasa Bali, lalu pindah berbahasa Indonesia, tergantung situasi dan lawan bicara. Setiap kata dalam Bahasa Bali pasti ada terjemahan Bahasa Indonesianya. Tiang =Saya, Sampun = Sudah, Durung =Belum , Nggih = Ya, dan seterusnya.

Nah yang konyol adalah, waktu kecil itu saya menyangka jika Denpasar adalah Bahasa Indonesia daripada Badung.
“Tiang luwas ke Badung”, maka terjemahannya adalah “Saya pergi ke Denpasar”.

Saya tidak pernah mengatakan “Tiang luwas ke Denpasar” ataupun “Saya pergi ke Badung”. Karena padanan bahasanya tidak klop menurut saya πŸ˜€.

Walaupun pergi ke tempat yang sama, pokoknya kalau pake Bahasa Bali sebut kata Badung, tapi jika pake Bhs Indonesia, ganti jadi Denpasar πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€.

Sungguh saya tidak tahu jika waktu itu Denpasar adalah Ibukota Kabupaten Badung. Bukan Bahasa Indonesia dari Badung. Saya baru tahu setelah belajar Geography di SD. Jadi saya salah besar selama itu.

Dan bahkan sekarang Denpasar adalah sebuah Kotamadya tersendiri. Sedangkan Badung adalah sebuah Kabupaten tersendiri juga, yang sejak tahun 2009, ibu kotanya menjadi Mangupura.

Adakah teman teman yang punya pengalaman serupa dengan saya? Pemahaman masa kecil yang ternyata salah πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€