Monthly Archives: November 2013

Kisah Pagi: Burung Bondol Haji dan Rumput Benggala.

Standard

Bondol Haji, White Headed MuniaPagi hari. Ketika sinar matahari mulai  mucul dari balik  pepohonan, berbagai mahluk hidup menggeliat, bergerak aktif mencari makanan. Sesuatu bergerak di sela-sela batang  rumput gembala. Dua ekor burung kecil seukuran burung pipit sedang sibuk bercericit. Tak terlalu jelas dari tempat saya berdiri. Tubuhnya tidak tampak karena terhalang rumput yang tinggi. Akhirnya burung kecil itu mendongakkan kepalanya yang putih bersih. Wow! Burung apa itu?  Saya menahan nafas dan menunggu hingga burung itu memperlihatkan dirinya.

Itulah burung Bondol Haji, alias  BondolKepalaPutih /White Headed Munia (Lonchura maja), salah satu jenis burung keluarga pipit  pemakan biji-bijian seperti halnya juga burung gereja, gelatik, pipit, peking, bondol dan sebagainya. Dibandingkan dengan burung peking dan burung pipit yang hampir setiap hari saya lihat beterbangan mencari makan atau memotong rumput untuk bahan membuat sarang, burung Bondol Haji ini agak jarang saya lihat kedatangannya.

Ukurannya kecil , kurang lebih sama dengan burung pipit atau burung peking, sekitar 10-11 cm. Kepalanya hingga lehernya berwarna putih bersih. Dadanya berwarna merah anggur kecoklatan. Demikian juga sayap dan punggungnya.Ekornya berwarna merah tua. Paruhnya tebal  berwarna abu-abu, digunakan dengan sangat baik untuk mengelupas kulit biji rumput  dan memotong daun-daun rerumputan. Kakinya juga berwarna abu-abu kebiruan. Suaranya nyaring serupa dengan suara burung pipit. Piiit …piiit..

Makanannya biji-bijian seperti biji padi dan biji rerumputan. Hidupnya di sawah atau mendatangi padang-padang rerumputan yang sedang berbiji.  Ada cukup banyak rumput benggala di dekat rumah saya.Itulah sebabnya  mengapa burung bondol kepala putih ini datang berkunjung.

Menghilangkan Rasa Cemburu.

Standard

Tulisan ini masih dalam rangka memberi jawaban dan pendapat atas pertanyaan seorang keponakan tentang bagaimana caranya menghilangkan rasa cemburu.

Andani- Dahlia Merah Padam2Cinta dan cemburu sangat umum dianggap sebagai dua hal yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Dimana ada cinta, di sana cemburu datang menemani. Jika kita jatuh cinta pada seseorang, kemungkinan besar kita akan cemburu kepada orang lain yang juga pernah, sedang atau berpotensi jatuh cinta pada orang yang kita cintai itu.

Namun jika kita perhatikan dengan lebih cermat, cinta dan cemburu itu adalah dua hal yang sebenarnya sangat berbeda. Dan bahkan pada suatu titik bisa saling bertentangan satu sama lain. Contohnya:

–  Bagaimana rasanya jika kita mencintai ? Hati rasanya senang, bahagia, bawaannya riang, penuh tawa dan senyuman, semua beban terasa ringan, masa depan seolah terbuka lebar, langit terasa cerah dan sebagainya.

– Namun bagaimana rasanya cemburu? Sedih, sakit, marah, benci, iri, kesel, manyun, kemrungsung, mendung kelabu, dunia terasa sesak dan sempit dan sebagainya.

Nah lho?! Beda dan terbalik 180°.  Ya.. jelaslah bahwa cinta itu tidak sama dengan cemburu. Ia hanya menempel saja di situ. Ini adalah kesadaran pertama yang harus kita ingat baik-baik. Bahwa cinta dan cemburu itu adalah tidak sama!. Lalu mengapa mereka selalu bersama-sama? Dan darimana datangnya si cemburu itu?

Menurut pendapat saya,cemburu itu datangnya dari rasa ke”aku”an alias ego yang ada di dalam diri kita dan berkembang mengikuti perasaan cinta yang  ada di dalam hati kita. Ego yang tinggi mengakibatkan kita ingin memiliki dan menguasai hal-hal yang kita sukai. Termasuk orang yang kita cintai. Untuk memahaminya lebih lanjut, kita juga perlu mengingat-ingat kembali dan berusaha memahami mengapa kita jatuh cinta dan merasa terikat kepada seseorang? Mungkin karena salah satu atau gabungan dari beberapa hal yang ada di bawah ini?

– Fisik & Sexual? – misalnya kita menyukai wajahnya yang rupawan, bodynya yang sexy, kulitnya yang  exotis, dsb.

– Materi? – misalnya kita menyukainya karena ia anak orang kaya, duitnya banyak, pakaiannya keren, papanya jendral, ke kampus bawa mobil trend yang terkini?

– Emotional? -kita merasa ia sangat memahami perasaan kita,memberikan perhatian saat kita kesedihan, memberikan bantuan saat kita kesulitan, membuat kita tertawa, memuja kita dan membuat kita merasa tersanjung dsb.

-Skill & Intellegencia? -kita memujanya karena ia pintar, ia berbakat dan berprestasi. Kita menyukai gagasan-gagasannya, cara berpikirnya yang menurut kita yahud banget, pemikiran-pemikirannya yang brilliant, atau karya-karya seninya, dsb.

-Atau karena ikatan Spiritual? ia memberikan pencerahan, motivasi dan inspirasi bagi hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut Ketuhanan, ibadah, agama dan kasih sayang serta pelayanan terhadap sesama mahluk.

Mengapa kita perlu memahami ini? Karena akar cinta ini sangat erat kaitannya dengan keinginan  dan ego kita untuk menguasai si dia. Ketertarikan pada seseorang karena faktor fisik, materi dan emotional memicu rasa ego yang sangat jauh lebih tinggi dibandingkan  dengan jika kita jatuh cinta karena faktor skill & intelegencia ataupun karena faktor spiritual. Mengapa? Karena fisik, materi dan emotional  adalah tiga hal yang mungkin akan di’share’ oleh seseorang kepada orang lain. Memungkinkan si pencinta untuk berharap akan mendapatkan sebagian (atau banyak?) hal fisik, materi, perhatian yang dimiliki oleh orang yang dicintainya untuk bisa ia nikmati juga atau menjadi miliknya juga. Rasa ingin memiliki yang akhirnya berkembang serakah menjadi rasa “ingin memiliki sendiri”. Exclusively. Nggak mau orang lain ikut berbagi.Kita takut body sexynya dikuasai orang lain. Kita takut hartanya diberikan kepada orang lain. Kita takut perhatiannya diberikan kepada orang lain. Kita nggak mau orang lain juga diperhatikan. Kita  mau yang diperhatikan hanya diri kita  sendiri saja. Itulah ego. Ego yang memicu rasa cemburu.

Sedangkan dua hal yang belakangan – ketertarikan karena faktor Skill & Intellegencia dan faktor Spiritual, umumnya tidak terlalu banyak memancing ego untuk menguasai. Karena dua faktor itu jika memang benar kwalitasnya baik, akan tetap ada di situ dan tidak akan pernah berkurang, sekalipun dishare juga kepada orang lain. Jadi si pencinta tidak akan pernah merasakan cemburu sehebat apa yang dirasakan oleh orang yang mencinta karena 3 faktor yang sebelumnya (fisik, materi dan emotional).

Pada kenyataannya kita mungkin jatuh cinta pada seseorang karena gabungan dari beberapa faktor di atas. Misalnya,  ia bukan saja ganteng dan sexy, namun juga  seorang ketua senat yang sangat kharismatik dan romantis. Leadershipskill-nyatak perlu dipertanyakan lagi. Atau ia bukan saja cantik dan penuh perhatian serta keibuan, namun juga seorang yang sangat cerdas dan berprestasi. Gila! IP-nya empat!. Nah akhirnya sulit bagi kita untuk menggali darimana rasa cemburu itu datang. Namun kita tetap bisa menganalisanya dengan cukup baik, jika kita mau.

Lalu langkah apa yang harus kita lakukan, setelah kita tahu bagaimana asal muasal rasa cemburu, ego dan ingin menguasai itu datang?

1/. Berhenti menganggap bahwa orang yang kita cintai adalah milik kita. Dan mulai berpikir bahwa setiap orang adalah milik dirinya sendiri. Dan tak seorangpun berhak menguasai orang lain kecuali Sang Pencipta. Tidak kita. Tidak juga orang yang kita cemburui itu.

2/. Menyadari bahwa tidak ada yang perlu dipaksa dalam cinta. Biarkan saja seperti apa adanya. Kenapa? Karena jika memang cinta itu ada, maka ia tetap akan ada di situ. Seberapa jauhpun ia melangkah keliling dunia, cinta untuk kita akan tetap ada di hatinya. Atau seberapa lamapun waktu telah dilewatinya, cinta untuk kita juga akan tetap di situ. Dan selalu akan ada di situ hingga akhir jaman. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Mau ia katakan atau tidak, mau diakui atau tidak, ya tetap ada di situ.  Jadi tidak perlu mencemburui orang lain. Karena cintanya untuk kita tidak akan pernah berubah. Kalaupun ia share sedikit kepada orang lain dalam bentuk pertemanan, perhatian kecil dan sebagainya  – itu tidak akan menghilangkan rasa cintanya kepada kita juga. Jadi jangan dipikirkan.

Sebalikya jika cinta itu telah hilang, telah lewat atau tidak ada sama sekali, maka tak ada orang yang bisa memaksanya datang. Jika orang yang kita cintai ternyata  memilih orang lain dan bukan diri kita, ya  memang sudah jodohnya begitu. Memang ia berhak dicintai. Mengapa? Karena ia memberikan senyum, kebahagiaan, rasa senang, kata-kata yang sopan, memotivasi dan menyenangkan, dunia yang cerah dan sebagainya?

Sedangkan kita si pencemburu, apa yang kita berikan padanya? Kekesalan hati, wajah yang manyun, tidak bersahabat, kata-kata yang tidak menyenangkan dan atau mungkin menyakitkan ? Sangat wajar jika ia memilih orang lain yang memberikan hal yang lebih baik.  Jadi  segera bebaskanlah diri kita dari wajah yang manyun, senyum yang asam dan kata-kata buruk yang tidak menyenangkan itu.

Tak ada gunanya berkeras kepala memaksa orang untuk mencintai kita. Karena jikapun ia mau, maka ia hanya akan melakukannya karena merasa nggak enak hati, takut dibilang tidak bertanggung jawab, khawatir dibilang tidak setia,atau karena kasihan kepada kita. Namun sebenarnya ia memang tidak mencintai kita? Lalu apakah kita lebih menyukai cinta yang pura-pura? Cinta yang dipaksakan ada padahal sebenarnya tidak ada? Tentu kita tidak mau bukan?

Jadi sudahlah! Tidak usah marah-marah atau memaksa lagi. Terima kenyataan.Tidak perlu pula memaki atau melontarkan kegalauan hati kepadanya.Karena sesungguhnya iapun tidak mau berada di situasi itu.  Walaupun ia ingin mencintai, tapi ia memang tidak memiliki cinta untuk kita. Mau diapakan? Mau disuruh jungkir balikpun memang ia tidak punya cinta.  Ia tentu tidak bisa memaksa dirinya juga bukan?  Jadi kasihanilah dia. Bebaskan dia dari perasaan yang tidak nyaman terhadap kita. Biarkan ia bahagia dengan apa adanya.  Lalu bagaimana dengan kita?

Alihkan perhatian kepada hal-hal lain yang menyenangkan dan membuat kita tertawa bahagia.  Santai saja. Lanjutkan hidup kita dan temukan orang yang memang benar-benar mencintai kita.

Cintai seseorang dengan seluruh ketulusan hati dan jiwamu dan biarkan ia melakukan hal yang sama untukmu – jika ada.  Jika tidak ada? Menjomblo juga bukan pilihan buruk. Kadang-kadang juga malah lebih menyenangkan.  Dunia belum kiamat, bukan?.

Nikmati hidup yang ringan dan bahagia  tanpa dibebani rasa cemburu.

Itu pendapat saya. Ada yang ingin memberika tambahan ide?

Mengubah Rasa Benci Menjadi Lebih Positive.

Standard

Bunga Pukul Delapan 1Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, atau memposisikan diri saya sebagai seorang guru moral. Namun  lebih sebagai sebuah pendapat saya atas pertanyaan yang diajukan oleh seorang keponakan tentang bagaimana caranya menghapuskan rasa benci dan mengubahnya menjadi positive? Dan bagaimana caranya menghapuskan rasa cemburu? Saya share di sini, untuk dua alasan. Pertama, karena barangkali  usulan ini juga ada gunanya bagi mereka yang membutuhkan – jika tidak berguna, ya dilupakan saja. Kedua karena tulisan ini cukup panjang  jika ditulis  di status media sosial.

Terus terang pertanyaan ini sangat menggelitik pikiran saya, karena sama sekali bukan pertanyaan yang mudah dijawab. Karena secara teori sangatlah mudah dan banyak petuah yang kita tahu agar jangan membenci orang lain karena tak ada gunanya, namun tidaklah mudah menyediakan saran langkah demi langkah yang harus diambil jika seandainya kita kepalang berada di posisi itu. Tapi saya pikir apapun yang katanya tidak mudah atau sulit, tetap memberikan peluang untuk berhasil kita selesaikan. Jadi saya merenung dan merekonstruksi pikiran saya,  sendainya hal itu terjadi pada diri saya. Di tulisan ini saya  hanya fokus pada pertanyaan tentang bagaimana caranya menghapuskan rasa benci dan mengubahnya  menjadi positive:

Menurut pendapat saya ada beberapa cara  yang bisa kita lakukan jika kita memang benar-benar serius menghilangkan rasa benci kita pada seseorang:

a. Melarutkan Tinta Dalam Air.

Setetes tinta yang hitam jika dituangkan dalam sedikit air putih, tentu akan membuat air itu mejadi hitam. Namun jika kita menambahkan air putih yang banyak, tentunya tingkat kepekatan tinta itu akan berkurang dan akhirnya hilang sama sekali.

1/.Tetaplah berhubungan dengannya. Jangan  berhenti atau menghindar. Ini akan membuat perasaan kita terhenti di puncak kebencian dan sulit untuk merubahnya.

2/. Carilah minimal 5 hal postitive tentang dia. Sangat ajaib, kebanyakan dari kita akan menemukan bahwa ternyata orang yang tidak kita sukai ternyata memiliki kebaikan yang jumlahnya jauh lebih banyak dari keburukannya.

3/. Menyadari itu, biasanya dengan sendirinya rasa tidak suka kita akan larut. Dan tak ada lagi bekasnya. Ini sangat serupa dengan larutan tinta hitam yang berubah mejadi bening jika kita terus menambahkan air putih.

b. Meditasi/Berdoa.

1/. Setiap orang tentu melakukan upaya pendekatan diri pada Tuhan setiap hari (doa, sembahyang ataupun  meditasi)  sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing. Sangat mungkin kita menggunakan saat-saat ini untuk membersihkan hati dan pikiran kita dari hal-hal negative seperti kebencian dan cemburu.

2/. Renungkan diri kita sendiri; segala pikiran, perkataan ataupun perbuatan yang dipicu oleh rasa benci atau cemburu yang ada pada diri kita. Beri perintah kepada diri kita untuk mengeluarkan dan membuangnya jauh-jauh.

3/Mohon perlindunganNYA agar hati, jiwa dan pikiran kita dibersihkan selalu dari hal-hal yang negative, termasuk rasa benci dan cemburu.

Meurut saya ini adalah cara yang paling ampuh untuk menghilangkan segala hal negative dalam diri kita.

c. Balanced Scoring.

1/. Buatlah “Daftar Jujur” di dalam pikiran kita tentang bagian-bagian dari diri kita  yang berinteraksi dengan orang lain.

  1. Secara Fisik (tubuh , diri sendiri  dan  hal-hal yang menyangkut kepemilikan kita)
  2. Secara Non Fisik (gaya berbicara, nada suara, keramahtamahan, isi kalimat, sopan santun, pengertian terhadap orang lain, cara menghargai orang lain, ketulusan hati dan sebagainya).

Bayangkan bagaimana orang-orang di sekeliling kira-kira akan memberikan ‘score’  kepada kita. Score dengan skala 1-10 (1 untuk sangat tidak suka , hingga 10 untuk sangat suka) untuk setiap element di atas. Lakukan sejujur-jujurnya.

2/.  Lakukan hal yang sama untuk orang yang kita benci/cemburui.

3/. Bandingkan score diri kita dengan dirinya. Ulangi excersise dengan lebih hati-hati dan lebih jujur lagi. Mungkin hasilnya berubah?

4/.Jika telah mengulang 2-3 kali dan mendapatkan hasil final yang lebih konstan, bandingkan setiap element. Di element mana kita mendapatkan score yang lebih baik/kurang.

Membandingkan Score di setiap element:

Fisik (Diri/Kepemilikan) :

  1. Jika score fisik  kita lebih tinggi, tidak usah dibanggakan. Mungkin kita terlalu narsis.  Orang lain belum tentu akan berpikir begitu.   Juga jika kita memiliki “kempilikan” yang lebih banyak atau lebih baik dari orang lain. Mungkin berpotensi membuat kita mejadi sok, sombong dan takabur.
  2. Jika score fisiknya lebih tinggi, mungkin berpotensi membuat kita iri terhadap kelebihannya. Mungkinkah rasa benci atau tidak suka itu datang dari rasa iri kepadanya?  Kita mungkin tidak mau mengakuinya,namun itu hal yang sangat umum terjadi. Untuk memastikan bahwa kita memang tidak iri, katakanlah pada diri sendiri bahwa itu adalah anugrah Tuhan yang tak bisa kita ganggu gugat. Kita tidak bisa meniru/mengambil hidung orang lain yang lebih mancung dan lebih indah dari hidung kita, bukan?Kecuali jika kita melakukan bedah plastik.Tapi itu bukan hidung asli kita. Itu hidung palsu. Apakah kita mau mejadi palsu ?

Jadi, lupakanlah!.  Jangan pernah membandingkan fisik kita dengan orang lain lagi. Cukup sekali ini saja. Karena kita sudah tahu jawabannya. Kalah atau menang tetap tidak ada gunanya. Terimalah diri apa adanya dan bersyukur bahwa kita masih dianugerahi anggota tubuh. Maksimum-maksimum yang bisa kita lakukan adalah merawatnya dengan baik, sedikit berdandan dan mematutkan cara berpakaian dengan bentuk fisik kita.

Non Fisik:

Nah ini adalah bagian  dari hal yang harus kita lihat baik-baik dan ambil action:

1.Jika ada score kita yang  lebih buruk darinya – kita harus segera merubah diri memperbaikinya hingga ke level minimum sama dengannya atau kalau bisa lebih baiklagi.

2.Jika ada score kita yang lebih baik darinya – tidak sepatutnya membuat kita merasa menang, karena pada akhirnya score ini bukan untuk  mencari kemenangan terhadap orang lain, namun untuk menaklukkan diri sediri.

Disinilah kita akan menyadari pada akhirnya bahwa rasa benci  itu akan lenyap sama sekali dengan sendirinya.

Sekali Lancung Ke Ujian, Seumur Hidup Tak Dipercaya.

Standard

???????????????????????????????Pulang dari kantor, ke dua anak saya sudah menunggu dengan wajah tidak sabar.  Jarang saya melihat mereka sedang menganggur tidak melakukan apa-apa  ketika saya sampai di rumah. Biasanya saya menemukan mereka sedang menonton TV, sedang bermain game, sedang menyiapkan buku untuk dibawa ke sekolah esok harinya, atau sedang belajar, sedang menyelesaikan prakaryanya atau sedang makan.  Wah! Ada apa ini?

“Maaf Ma! Boleh periksa tas Mama ya? Mama mungkin membawa dua charger komputer ke kantor” kata anak saya yang besar sambil menjelaskan bahwa batere laptopnya habis. Saya mengangguk, membolehkan anak saya memeriksa tas saya. Anak saya yang kecilpun menyusul mengatakan hal yang sama. Bahwa ia tidak bisa meyalakan laptopnya karena beterenya juga habis. Ouh! Begitu ya? Saya nggak ngeh kalau tanpa sengaja telah membawa lebih dari satu charger ke kantor. Waduuh, saya jadi kasihan sama anak-anak saya. Jadi dari tadi tentunya tidak bisa bermain game atau mengerjakan tugas sekolah yang membutuhkan komputer karena chargernya terbawa tanpa sengaja oleh saya.

Kedua anak sayapun dengan bergegas membuka tas laptop saya dan  wajahnya seketika kecewa ketika tidak menemukan charger lebih di sana. Hanya sebuah. “Wah?! Kok nggak ada  ya?. Jangan-jangan di kantong yang ini?!” anak saya lalu membuka kantong tas yang lainnya, namun tidak menemukan charger laptop mereka di sana. Masih belum berputus asa, mereka lalu memeriksa tas tangan saya. Masih tetap tidak bisa menemukan  apa yang dicarinya.”Hmmm..kemana ya?”  Keduanya tampak berpikir keras mencari tahu kemana gerangan chargernya.

Mengetahui itu sayapun ikut mengingat-ingat, apakah saya memang ada membawa charger lebih ke kantor. Rasaya sih tidak ya.Lalu kemana charger itu pergi?  Untuk urusan personal, saya dan suami sama-sama menggunakan komputer merk A di rumah. Sedangkan kedua anak saya menggunakan komputer merk B.  Jadi biasanya yang sering saling bertukar charger adalah saya dengan suami karena chargerya sama. Atau anak saya yang besar dengan yang kecil. Namun berhubung laptop dinas saya dari kantor adalah merk B juga, maka kadang-kadang charger kantor sayapun bisa tertukar dengan anak-anak.  Kalau habis dipinjam, charger kadang -kadang ketinggalan di rumah alias lupa tidak terbawa ke kantor. Ruwet deh!.

Masalah tambah ruwet, karena salah satu dari charger anak saya juga ketinggalan saat kami pulang kampung sebelumnya. Tidak terbawa ke Jakarta. Akibatnya sekarang ada tiga laptop dengan merk yang sama hanya menggunakan 2 charger. Kurang satu deh. Semakin seringlah charger saya dipinjam anak-anak. Atau kadang kalau charger saya dipakai oleh salah satu anak, maka saya yang meminjam charger anak yang satunya lagi. Itulah sebabnya ketika anak-anak menyangka bahwa sayalah yag  membawa charger mereka, saya tidak buru-buru menyangkal. Siapa tahu memang terbawa oleh saya? Walaupun dalam hati saya merasa tidak ada melihat 2 charger di dalam tas.

Nah lho?! Jadi kemana charger itu sekarang ya?

Karena baru pulang dari kantor dan merasa agak malas membongkar-bongkar, saya menyarankan agar anak-anak bertanya kepada si Mbak yang di rumah saja. Siapa tahu ia yang merapikan dan menyimpankan chargernya. Anak-anak pun menurut. Dan benar saja,  ternyata Si Mbak yang merapikan dan menyimpan charger itu di dalam laci meja belajar anak-anak. Waw..pantes aja. Karena tidak pernah menyimpan charger di sana, jadi anak saya tidak terpikir sama sekali bahwa chargernya sebenarnya ada di rumah. Mereka cuma puya satu dugaan kuat bahwa sayalah yang tanpa sengaja membawa charger itu ke kantor.

Ketika saya bertanya,mengapa anak-anak menyangka saya yang membawa dan bukannya mengubrek-ubrek laci meja belajarnya terlebih dahulu? Anak saya menjawab, bahwa mereka menduga begitu karena sebelumnya saya pernah tanpa sengaja membawa charger lebih dari satu ke kantor.  Oh ala..!Rupanya begitu ya?  Sekali berbuat salah, rupanya jadi dicurigai akan mengulangi hal yang sama lagi ya? Apalagi kalau berbuat curang, lain kali tentu tidak akan dipercayai lagi. Jadi lain kali berhati-hatilah.

Ini bisa terjadi pada segmen kehidupan kita yang lain juga. Di sekolah misalnya. Janganlah sekali-sekali mencoba mencontek. Karena jika sekali saja ketahuan mencontek, maka semua nilai bagus yang pernah kita dapatkan dari usaha murni dan jujur kita sebelumnya, jadi hilang semua. Karena sekarang semua teman-teman menyangka  bahwa kita mendapatkan nilai tinggi yang sebelumnya itu adalah hasil mencontek juga. Tidak menyenangkan, tentunya.

Itulah sebabnya mengapa ada pepatah “Sekali lancung ke ujian, seumur hidup tak dipercaya” . Tentunya tidak asing dengan pepatah lama ini bukan?

Mengamati Burung Tekukur Di Alam.

Standard

Burung Tekukur 1Burung Tekukur. Siapa yang tidak kenal burung Tekukur? Rasaya nyaris tidak ada ya?Karena bersama dengan burung Perkutut, burung Tekukur ini adalah salah satu jenis burung yang paling banyak dipelihara orang sejak jaman dulu kala. Ditangkap, dipelihara, diternakkan dan dikembang-biakan di rumah. Saya paling sering melihatnya tergantung di sangkar-sangkar yang setiap pagi digantung di bawah atap rumah-rumah orang. Tak ada yang pernah memikirkan apalagi mempertanyakan kebebasannya.Seolah-olah tempatnya memang harus bergantung di situ. Ya di dalam sangkar itu.  Nah bagaimana kalau kita sejenak menyaksikan burung ini beterbangan bebas di alam?

Burung Tekukur (Stretopelia chinensis / Spilopelia chinensis), sering juga disebut dengan nama Burung Balam  atau Spotted Dove, adalah burung dari keluarga merpati yang  masih cukup sering saya temukan berjalan di bantaran kali di belakang rumah. Terkadang suaranya  yang merdu terbawa angin dari pucuk-pucuk pohon besar di pinggiran kali. Tekuk kuuuuurrrr… tekuk…kuuuuurrrr…tekuk kuuuuurrrrr.. berulang-ulang dan nyaring. Mengingatkan akan suasana pedesaan yang damai dan tentram. Mengingatkan saya akan masa kanak kanak,kakek dan kampung saya nun jauh di sana. Suara seperti ini selalu saya dengarkan setiap pagi datang dari bukit-bukit hijau yang mengelilingi kaldera gunung dan danau Batur. Saya sangat menyukai suaranya itu. Di Bali, burung ini disebut dengan Kedis Kukur.  Hanya saja menurut saya warnanya sedikit berbeda. Burung tekukur di Bali walaupun warnanya juga abu-abu kemerahan,akan tetapi memiliki warna abu-abu dan hitam yang lebih banyak. Sedangkan yang sering saya temukan di bantaran sungai di Bintaro menurut saya warnanya sedikit lebih coklat kemerahan. Apakah variantnya memang berbeda? Atau memang karena masih muda? Entahlah saya juga tidak terlalu pasti.

Beberapa kali saya memergoki burung ini sedang berjingkat-jingkat mencari makan di tanah di pinggiran sungai, atau di lumpur yang sedikit mengering mungkin berharap menemukan biji-bijian yang terbawa hanyut oleh sungai dan nyangkut dilumpur. Atau kadang-kadang sedang berdiri di pagar sungai atau di pohon kayu yang kering.  Jika saya datang dengan gegabah, biasanya burung ini terkejut lalu brrrrr….terbang pelan namun pasti menjauh ke balik tembok di seberang sungai sehingga saya tidak bisa melihatnya lagi.  Oleh karenanya, jika melihat burung ini sedang berjingkat di tanah maupun di tembok, saya biasanya menahan diri untuk tidak bergerak,sehingga ia tetap makan dengan tenang. Makanannya di alam biasanya biji-biji rerumputan yang banyak tumbuh di pinggir kali.

Burung ini berukuran agak besar, sekitar 30 cm – sehingga dibandingkan dengan jenis burung-burung lain yang menghuni pinggiran kali,saya menganggapnya sebagai cukup besar. Sehingga cukup mudah melihatnya. Tadi pagi satpam perumahan bercerita kepada saya, bahwa ia menduga ada anak burung  tekukur di sarang yang dibangun di pohon palma dekat pintu gerbang. “Tahu dari mana?“tanya saya penasaran mengingat pohon palma itu sangat tinggi. “Kelihatan Bu,  dari gerakan terbangnya yang naik  mendatar lalu turun. Itu gerakan yang khas kalau tekukur lagi ngelolohin anaknya” jelasnya. Saya mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan itu. Semoga proses pendewasaan anakan tekukur itu berjalan lancar untuk memastikan keberlangsungan spesies burung ini di alam.

Menyimak “Senggeger”, Menjenguk Dunia Imaginasi DG Kumarsana.

Standard

???????????????????????????????Ketika sibuk mencari buku kecil tentang Management di rak buku, saya  melihat sebuah buku tipis dengan cover merah hitam terhempas melintang di salah satu kotak rak itu. Judulnya “Senggeger” – sebuah kumpulan cerpen karya DG Kumarsana. O ya, sudah lama juga saya tidak melihat buku itu lagi.  Maka sayapun meraihnya dan berpikir, jika kesibukan pekerjaan saya ini agak berkurang saya akan membacanya kembali.

Buku yang diterbitkan oleh Pustaka Ekspresi pada bulan Desember 2010  ini  tediri atas 15 buah cerpen yang tentunya tidak ada hubungannya satu sama lain. Namun jika kita membaca semuanya, kita bisa menangkap beberapa benang merah yang cukup jelas tentang apa yang menjadi perhatian penulisnya. Yakni seputar kehidupan sehari-hari masyarakat, tentang mitos, tentang wanita (kekasih, ibu) dan sedikit kritik akan kehidupan lembaga pemerintah  yang  disampaikannya dengan cara yang jenaka.

Sangat menarik untuk dibaca, dan  saya menyukainya. Setiap cerpen yang ada memiliki alasannya masing-masing untuk saya sukai.  Contohnya adalah cerpen ke-empat belas yang berjudul “Kambing”.  Sebuah flashback masa silam tentang seseorang yang demi usahanya memajukan pendidikan di desanya memutar otak menyikapi sikap korup yang dilakukan oleh pejabat-pejabat terkait. Alih-alih menghentikan upaya pejabat itu dalam memerasnya dengan meminta disediakan 2 ekor kambing tiap kali proposalnya disetujui, ia mengikuti saja apa permintaan sang pejabat. Lalu mendokumentasikan setiap kambing itu dalam album-albumnya. Pada akhir masa tugasnya, tak terbayang jumlah kambing yang menghiasi album itu. Albumnya ternyata penuh dengan foto kambing!. Ha ha . Kocak juga. Saya tersenyum geli membaca tulisan jenaka ini.

DG Kumarsana juga banyak berkisah tentang wanita. Wanita yang menduduki posisi sebagai kekasih, pacar, istri, teman dengan beragam tingkah lakunya yang sangat perempuan. Bagaimana tingkah laku wanita mempengaruhi pikiran pria, tergambar jelas dalam  cerpen “Istriku dan Senggeger”, “Wah”, “Suatu Ketika, Ayu”, “Ibu”, “Ibu Kapan Pulang?” ataupun pada cerpen “Rumah”.

Pada cepen “Rumah” misalnya , DG Kumarsana menulis bagaimana lamunan seorang pria bisa berjalan sedemikian jauh, tentang wanita pasanganya yang menuntut dibelikan rumah, sementara ia merasa galau dengan penghasilannya yang hanya pas-pasan untuk mengisi perut saja. Di sini saya merasakan sebuah kesenjangan yang tercipta akibat dua hal yang kurang menguntungkan: lelaki dengan penghasilan pas-pasan  versus wanita yang menuntut kesejahteraan.  Tapi apakah kebanyakan wanita memang seperti itu?Hmm..mungkin saja. Setidaknya itu adalah citra yang umum melekat pada kaum perempuan.

Dalam cerpen “Istriku Dan Senggeger”, DG Kumarsana menceritakan kekuatan magis yang disebut dengan Senggeger yang telah merenggut cinta istrinya tanpa belas kasihan dan membuatnya ketakutan tak berdaya. Saya membaca apa yang ada dalam pikiran pria ketika mendapati kenyataan bahwa istrinya berselingkuh dengan pria lain. Kegalauan, kekhawatiran dan rasa memiliki yang tinggi sebagai seorang lelaki dan akhirya lemah tak berdaya  oleh kekuatan lain yang tak mampu dikuasainya. Secara kreatif penulis memanfaatkan mitos tentang ilmu guna-guna  yang dilatar belakangi kepercayaan setempat dalam karya sastranya. Hal yang serupa juga kita lihat pada cerpen “Ayah” dan “Boneka Berdarah”. Terasa agak magis dan mistis. Walaupun sebagian tentu mengeryitkan dahi  membaca tulisan ini, namun  mitos-mitos seperti ini mungkin saja memang masih banyak beredar di masyarakat.

Cerita yang menarik lagi adalah tentang kematian. Saya melihat bagaimana DG Kumarsana  mengemasnya dengan sangat imajinatif. Kita jadi ikut membayangkan perjalanan sang mati  dalam menemukan kenyataan dirinya dalam kematian. Dan terus terang pada akhir cerita saya merasa agak berdegup juga membaca cerita tentang  Mati ini.  semua yang saya ceritakan di atas tentunya belum semua. Masih banyak lagi tulisan-tulisan DG Kumarsana lain yang tak kalah menariknya untuk dibaca.

Secara umum pendapat saya tentang tulisan-tulisan di buku ini adalah :Kreatif dan Imaginatif! Disinilah letak kekuatan DG Kumarsana sebagai seorang sastrawan. Ia memiliki kemampuan mengangkat hal-hal yang absurd dan kurang jelas dimasyarakat menjadi sesuatu yang lebih nampak.

Membaca karya tulis seseorang, membuat saya membayangkan diri memasuki dunia imajinasi penulisnya.  Dunia pikir yang yang teratur, tertata rapi, berantakan atau tunggang langgang. Dunia damai yang teduh, atau dunia yang dinamis dan berapi-api. Juga membuat kita membayangkan imajinasi liar penulisnya.  Sejauh mana imajinasi telah ter’stretch’ ke ujung semesta.Sejauh mana impian membawanya melambung ke angkasa . Juga sejauh mana sang penulis memberika segala kebermungkinan untuk tumbuh equal dalam pemikirannya dan atau sejenis campuran antara cara berpikir seseorang plus nilai-nilai yang dianut dalam hidupya. Demikian juga ketika saya membaca buku Senggeger ini. Saya merasa seakan-akan  saya ikut memasuki alam pikir DG Kumarsana yang sangat imajinatif. Sangat mungkin terjadi karena kepiawaian Kumarsana dalam pemilihan dan pengolahan kata-kata menjadi sebuah fiksi yang kaya fenomena termasuk realitas kehidupan sosial – seperti yang dikomentari oleh I Gusti Putu Bawa Samar Gantang, seorang Penyair yang tinggal di Tabanan, Bali.

Lalu siapakah DG Kumarsana? Pada bagian ulasan tentang sang pengarang, saya melihat tertulis di sana bahwa Dewa Gede Kumarsana adalah seorang  penulis yang lahir di Denpasar  pada 13 April 1965 dan kini berdomisili di Labuanapi, Lombok Barat. Tidak mengherankan karya-karya sastranya banyak mengambil latar belakang budaya masayarakat Lombok dengan sedikit sentuhan akar budaya Bali sebagai tanah kelahiran sang sastrawan.  Setahu saya DG Kumarsana memang  seorang penulis yang cukup produktif.  Cerpen-cerpennya banyak dimuat di harian BaliPost, Nusa Tenggara, Karya Bakti, Majalah Ceria Remaja dan majalah bulanan Gema Karya.  Selain cerpen, DG Kumarsana juga menulis sajak, esai,prosa dan seputar catatan budaya. Pernah bergabung di Sanggar Persada Bali,Sanggar Minum Kopi bersama dr  Sthiraprana Duarsa. Juga pernah ikut meramaikan lalulitas sastra bersama Dige Amerta, Boping Suryadi, Reina Caesilia, K Landras, dll – juga mengisi lintas Gradag Grudug Bali Post Mingguan yang digerakkan oleh penyair Umbu Landu Paranggi (Motivator Presiden Malioboro). Ah… saya kenal baik dengan beberapa kawan yang namanya disebutkan di buku ini.

Saya sendiri mengenal Dewa Kumarsana dan keluarganya sebagai tetangga pada tahun  delapan puluhan saat saya nge-kos di daerah Gang Keris tak jauh dari kampus Kedokteran Hewan Udayana di Sudirman, Denpasar. Seingat saya pada tahun-tahun itu Dewa Kumarsana  bekerja di apotik Kimia Farma. Di mata saya ia adalah seorang pekerja keras yang tak segan-segan berangkat pagi dan pulang malam untuk menyelesaikan pekerjaannya,  saat saya dan orang-orang lain  seumurnya  masih bermaja-manja, hanya tahunya kuliah dan  meminta uang pada orang tua saja. Semetara ia sendiri sudah bisa mandiri di umur itu.

Emang Gue Kaya Gini.

Standard

LilyDalam pergaulan, tidak jarang kita mendengar seseorang berkata dengan tegas “Emang GUE kaya gini” atau kadang-kadang malah ditambah “ Ya udah. Lo mau apa?”.  Baik itu ucapan langsung kepada semua pendengar yang ada di situ, ataupun sebenarnya ucapan untuk orang lain yang diucapkan di depan kita saat seseorang curhat atau menuangkan uneg-unegnya kepada kita.

Beberapa kali saya pernah mendengarkan kalimat sejenis itu diucapkan oleh beberapa orang yang berbeda-beda.  Dan saya perhatikan biasanya yang mendengarkan hanya tersenyum, tertawa – entah memaklumi, menyetujui atau bahkan ada yang sebenarnya kurang menyetujui namun enggan berbicara. Atau mungkin juga tidak terlalu mau tahu atau ikut mencampuri urusan orang lain.

“Emang gue kaya gini” adalah sebuah pernyataan agar orang lain memaklumi bahwa si pembicara adalah memang seperti itu adanya. Dan sekaligus juga peryataan yang tersirat bahwa ia tidak akan merubah keadaan itu. Ia ingin menjadi dirinya sendiri seperti apa adanya itu.  Jadi tolong maklum.

Menjadi diri sendiri seperti apa adanya buat saya adalah sesuatu hal yang penting. Menjadi diri sendiri tapa harus meniru orang lain membuat kita menjadi lebih percaya diri. Menjadi diri sendiri apa adanya juga membantu kita untuk bersyukur dan tidak terganggu akan godaan arus pergaulan yang belum tentu selalu baik. Itulah sebabnya mengapa saya selalu merasa penting untuk menjadi diri sendiri.

Namun seperti kita tahu, bahwa yang namanya diri manusia tentu tidak terlepas dari sisi baik dan buruk. Ada sifat-sifat di dalam diri kita yang sangat baik – sudah pasti. Dan kita pun tentunya sedang berjuang untuk mengubah sifat-sifat kita yang kurang baik untuk mejadi baik, agar secara umum kita menjadi orang yang baik dengan sifat buruk yang sangat terminimalisir.

Jika hal ini kita kaitkan konteks-nya dengan pernyataan “Emang gue kaya gini” , tentu semuanya akhirnya menjadi relatif. Kalau kebetulan yang diacu oleh ‘kaya gininya’ si gue  ini adalah hal-hal yang baik tentu saja kalimat “emang gue kaya gini” ini memang sangat penting untuk dikatakan. Karena mempertahankan “status quo” karakter kita yang baik tentu wajib hukumya.

Nah, bagaimana jika yang diacu oleh ‘kaya gininya’ si gue ini adalah justru sifat-sifat atau perangai yang buruk? Bukankah itu akhirnya hanya menjadi sebuah ego yang berlebihan? Sebuah upaya yang berlebihan untuk menjadi diri sendiri yang…. berperangai buruk?  Benarkah sifat buruk di dalam diri kita itu harus dipertahankan erat-erat? Dan kita berharap orang lain maklum, mengerti dan menerima hal itu dengan mudah?   

Walaupun menjadi diri sendiri itu penting, menurut pendapat saya, ada baiknya bagi kita  untuk berpikir sejenak, bagaimana kira-kira dampak dan peranan dari sifat “kaya gini” yang kita maksudkan dalam mensukseskan masa depan kita baik dalam kehidupan karir maupun kehidupan sosial? Jika kira-kira akan merugikan, mungkin ada baiknya dipertimbangkan untuk dirubah. Dan sebalikya jika kira-kira justru akan membantu kita tentu saja harus kita pertahankan. 

Atau misalnya jika kita tahu bahwa sifat itu kurang baik dan susah dirubah -isalnya kita sudah pernah mencoba untuk merubahnya dan kurang sukses –  tetap saja saya berpikir bahwa kita  harus terus mencoba. Jangan merasa lelah berusaha dan akhirnya memaafkan perangai buruk itu terjadi dalam diri kita. Jangan pula jadikan hambatan untuk maju. Namun justru sebagai area yang perlu diperbaiki. Jika kita berusaha, kemungkinan untuk memperbaikiya sudah tentu terbuka lebar-lebar. 

Melatih Tangan Kiri.

Standard

tangan kanan dan kiriPernah satu kali saya sedang berjalan-jalan pagi di sekitar perumahan. Dan seperti biasanya, karena saya suka melihat-lihat kali, maka sayapun tidak melewatkan jalan setapak di pinggiran kali yang  bisa tembus ke jalan besar di Pos Satpam di gerbang depan.  Diujung jalan setapak itu ada semacam pintu keluar berkerangka besi yang tembus ke jalan besar. Masalahnya adalah posisi jalan besar berada sekitar 1 meter di atas jalan setapak itu. Jadi, jika saya mau keluar ke jalan besar  dari arah jalan setapak, maka saya harus meloncat naik . Sebaliknya jika saya berada di jalan besar dan ingin ke jalan setapak itu, maka saya harus meloncat turun.

Saya tidak terlalu berkeberatan untuk melakukan itu karena saya bisa berpegangan pada tiang besi pintu pagar. Masalahnya hanya satu, yaitu tiang besi pagar yang bisa saya jadikan pegangan saat meloncat ada di sebelah kiri saya. Idealnya, agar bisa meloncat dengan mudah ke arah depan, saya harus menggunakan tangan kiri saya untuk memegang tiang besi itu. Tapi kemudian saya menyadari betapa lemahnya tangan kiri saya. Saya tidak yakin bisa mengandalkannya untuk menopang berat badan saya yang bergerak meloncat naik. Oleh karenanya sayapun memiringkan badan saya sedikit dan menggunakan tangan kanan saya untuk membantu memegang  tiang lalu meloncat hap!. Horeee!! Berhasil. Berhasil.

Setelah sedemikian sering meloncat di sana, entah kenapa saya jadi kepikiran akan tangan kiri saya. Mengapa ia lebih lemah dibandingkan dengan tangan kanan saya? Saya pikir jawabannya adalah karena saya jarang menggunakannya. Saya jarang melatihnya, sehingga ia tidak terbiasa dengan tugas yang berat-berat. Mengambil barang dengan tangan kanan, bersalaman dengan tangan kanan, makan dengan tangan kanan, menulis dengan tangan kanan, menunjuk dengan tangan kanan dan seterusnya. Lalu apa tugasnya si Tangan Kiri?

Tangan kiri adalah tangan cadangan utuk membantu si tangan kanan. Saya belum pernah menggunakannya setara dengan tangan kanan. Bahkan jika untuk mengetik di komputer, bilanglah jika tangan saya telah bergerak 7 x, mungkin tangan kiri saya hanya bergerak sebanyak 3 x. Demikian juga jika mau mengambil makanan. Tangan kiri saya bertugas untuk memegang piring, tapi kegiatan menyendok nasi, sayur dan lauk pauk lainya dilakukan oleh tangan kanan saya.  Jadi jauh lebih pasif dibandingkan dengan tangan kanan saya yag sangat aktif. Tidak heranlah ia menjadi lebih lemah dibandingkan yang kanan. Latihan akan membantu tangan kita mejadi lebih kuat. Jika tidak dilatih, maka ia akan melemah.

Jika saat ini kita memiliki tangan kanan yang sangat terlatih, tetu akan sangat mudah bagi kita untuk menggunakannya. Namun memperkuat tangan kiri yag lemah akibat kurang terlatih tentu akan memberikan kita kemudahan hidup yang banyak. Dan saya pikir itu tentu berlaku untuk apa saja.

Jika umpanya kita terlahir dari sononya memang sudah hebat pada suatu bidang tertentu – misalnya memiliki suara emas, atau memiliki bakat membujuk orang lain dan sebagainya, tentu mudah bagi kita untuk menggunakan bakat itu dan menggantungkan hidup kita pada bakat kita itu.  Karena dasarnya memang sudah berbakat, hanya dengan sedikit saja berlatih, tentu sudah jadi. Beda halnya dengan bidang dimana kita tidak memiliki bakat lahir. Kita perlu berusaha lebih keras  agar bisa menguasainya dengan baik.

Banyak orang yang memiliki bakat yang kuat di bidang A namun lemah di bidang B.  Itu umum. Kita cenderung melakukan hal yang lebih mudah buat kita saja terlebih  dulu. Dan itu wajar. Namun seringkali kita juga terlalu malas untuk berikutnya berlatih melakukan hal yang lebih sulit kita lakukan. Mandek sampai di situ saja.

Namun jika saja kita mau melatih bagian-bagian lain di dalam diri kita dimana kita memiliki kelemahan, tentu akan sangat membantu kita menjadi lebih efektif lagi. Misalnya jika kita memiliki bakat kuat di bidang A, lemah di bidang B, namun kita terus berusaha melatih kemampuan kita dibidang B juga, tentu sekarang setidaknya kita tetap memiliki kemampuan yang baik di bidang A dan lumayan baik di bidang B. Kemampuan yang cukup berimbang di beberapa bidang membuat hidup kita mejadi lebih mudah. Tak selamanya tangan kiri harus selalu jauh lebih lemah dibanding tangan kanan.

Sekarang saya merasa semakin perlu meningkatkan pemahaman saya di beberapa bidang yang saya merasa masih lemah…

 

Menonton Pementasan Teater Koma: Ibu.

Standard

Teater Koma - IbuSetelah berhari-hari hanya berkutat dengan  urusan pekerjaan , akhirnya  semalam saya mendapat kesempatan untuk menonton  “Ibu”   yang dipentaskan oleh Teater Koma di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki di Cikini.  Ini adalah pementasan hari ke 9, karena naskah ini dimainkan sejak tanggal 1 November. Macet di daerah Pakubuwono dan Semanggi, banyaknya jalan yang ditutup dan membludaknya penonton yang datang ke TIM malam itu, membuat saya beberapa menit  terlambat datang. Read the rest of this entry

Kisah Pagi Dan Dua Ekor Bayi Bajing Kelapa.

Standard

Bayi Bajing Kelapa 1Hari libur! Pagi-pagi enaknya berjalan-jalan di sekitar perumahan. Menggerakkan kaki yang berhari hari terpaku di bawah kursi tanpa gerakan yang berarti. Ketika  melintas di gerbang depan, Satpam pintu gerbang menyapa saya dengan semangat. “Bu! Ibu!. Lihat nih Bu . Kami mendapat anak tupai” katanya. Sayapun mendekat untuk melihat. Dua ekor bayi bajing kelapa yang masih kecil tampak meringkuk di dalam sarang burung yang terbuat dari serat-serat tanaman.  Aiiiiih…. lucunya  Rasanya pengen menjawil.  Ukurannya segede bola pingpong. Warnanya coklat hijau zaitun Matanya merem tertutup, seolah-olah tak mau melihat manusia.Ia membenamkan wajahya ke dalams arang burung. Aduuh kasihanya.Tentulah  ia sangat ketakutan. Kemana ibunya ya…

Dapat darimana?” tanya saya kepada Pak Satpam.  “Jatoh, Bu. Dari pohon palem” Jelas satpam. “Itu noh, tempat ibu tadi berdiri” katanya dengan logat Betawi yang sangat kental sambil menunjuk pohon palem tinggi tak jauh dari posisi saya berdiri sekarang. Sayapun menengok. Tinggi juga jatuhnya. Untungnya kedua bayi kecil itu jatuh berikut sarangnya yang empuk, sehingga tidak cedera. “Kenapa tidak dikembalikan saja ke tempatnya?” tanya saya. Satpam menggeleng karena pohon palem itu memang terlalu tinggi untuk dipanjat. Sayapun berpikir. Lagipula jikapun berhasil diletakkan kembali  di sana setelah jatuh dan agak lama di bawah, belum tentu induknya tahu juga kalau anaknya sudah kembali ke atas.  Jika induknya tidak datang, tentu kedua bayi bajing itu bisa bertahan juga jika tidak ada yang memberi makan. Saya tidak bisa mematahkan teori itu. Bisa jadi benar.  Mereka menemukan bayi bajing itu saat pergantian jaga dengan Satpam sebelumnya. Jadi mungkin sebenarnya sudah jatuh sejak kemarin atau semalam, namun tak ada yang melihat.  Hm.. tak mungkin juga saya meminta Satpam untuk memajat pohon itu berkali-kali untuk memeriksa apakah  induknya datang atau tidak, atau untuk memberinya makanan. “Jadi?” Tanya saya.

Daripada mati, seorang dari Satpam itu akan memeliharanya. Memberinya susu dan merawat kesehatannya. Ia bercerita bahwa sebelumnya ia juga pernah memelihara Bajing sejak bayi hingga besar. Demikian juga dengan anak burung Belekok. Dan binatang-binatang itu sangat jinak . “Kalaupun dilepas, akhirnya ia pulang lagi ke rumah” katanya.  Saya mengangguk-angguk dan  tak berkomentar lagi. Memang ada orang-orang yang puya kesabaran dalam memelihara binatang yang tertimpa kemalangan.

Akhirnya pagi itu diakhiri dengan ngobrol ke kiri dan ke kanan tentang Burung-Burung yang banyak berkeliaran di sekitar perumahan. Satpam mendemonstrasikan kepada saya, bagaimana cara memanggil burung agar berdatangan dengan rekaman suara burung tertentu. Benar saja. Tiba-tiba entah datang darimana belasan burung berdatangan dengan cepat dan bertengger di pohon di dekat tempat kami berdiri. Ada burung Kutilang, Cerukcuk, burung Cabe, burung Prenjak dan burung Madu. Sayapun memotret burung-burung itu.  Sangat menakjubkan! Bagaimana ya sebenarnya cara kerja suara burung itu? Apakah sebenarnya yang dikatakan oleh burung di rekaman itu yang membuat burung-burung lain tiba-tiba berlomba-lomba datang mendekat? Seandainya saya mengerti bahasa burung.

Matahari merangkak naik. Sambil berjalan pulang saya  memikirkan betapa banyak hal yang tidak kita kuasai sebagai manusia. Yang masih tetap menjadi rahasia alam..