Monthly Archives: May 2014

Makasar: Bunga Mimosa Air.

Standard

Bunga Mimosa AirKetika berjalan-jalan di perkampungan di daerah Makasar, saya melihat ada sebuah bunga kuning yang menarik perhatian saya. Bunga itu tumbuh di lahan basah berawa-rawa. Warnanya kuning, sangat cerah. Mirip kemoceng mini. Imut sekali.  Bunga apa itu? Terus terang saya belum pernah melihat tanaman itu sebelumnya. Atau lebih tepatnya,belum pernah memperhatikannya.

Sekarang bunga itu menjadi sangat menarik perhatian saya. Karena setelah saya pikir-pikir, bunga dan daun tanaman itu sangat mirip dengan bunga kuning kecil yang kalau di Bali disebut dengan nama bunga Srikili (Mimosa Kuning). Bedanya, bunga Srikili hidup di darat, sedangkan bunga ini hidupnya di air. Selain itu, bunga Srikili juga berbatang tegak, sedangkan tanaman ini terlihat menyender dan rebah.  Jadi, sebenarnya agak berbeda.

Selain hidup di darat dan memiliki batang dan cabang yang kuat, bunga Srikili juga sangat wangi, sehingga sering digunakan untuk keperluan persembahyangan. Waktu saya kecil, saya sering melihat tanaman Srikili ini, walaupun belakangan ini saya tidak pernah melihatnya lagi.    Bunga ini juga mirip dengan tanaman Puteri Malu yang merambat, berduri dan berbunga ungu (Mimosa pudica).

Saya mencoba bertanya kepada orang-orang di sekitar tentang nama tanaman air itu, namun tak ada yang tahu namanya. Akhirnya saya menduga sendiri barangkali ini adalah Srikili Air atau Mimosa Air. Saya pikir, nanti ketika bisa terhubung ke internet akan saya coba cari tahu lebih jauh.

Akhirnya saya mendapatkan clue-nya dari Wikipedia.

Bunga Mimosa Air 1Rupanya tanaman ini memang bernama Mimosa Air (Neptunia oleraceae).  Tanaman umum penghuni rawa-rawa. Jadi dugaan saya tidak salah.

Tanaman yang saya sangka gulma ini rupanya bisa menjadi tanaman pengganggu dan bisa jadi sumber makanan, tergantung bagaimana kita memandang dan  memanfaatkannya. Ada yang mengatakan ini adalah gulma yang perlu diperhatikan ketat, karena perkembangannya yang pesat dan batangnya yang busuk bisa jadi berperanan dalam proses pendangkalan rawa-rawa.

Namun di sisi lain rupanya tanaman air ini malah banyak dibudidayakan untuk dijadikan bahan sayur mayur di negara-negara Asia, seperti Thailand, Vietnam, Kamboja dsb.  Pucuknya dimakan, demikian juga akar dan bijinya.  oooh..kelihatannya enak juga. Saya tidak tahu apakah di Makasar dan di bagian lain Indonesia tanaman ini juga disayur. Saya belum pernah mendengarnya.

Saya sangat senang, karena kali ini pengetahuan saya tentang tanaman liar jadi bertambah satu.

 

Aku, Anakku Dan Pentas Seni Sekolah.

Standard
Undangan untuk menghadiri Pentas Seni dari sekolah anak saya.

Undangan untuk menghadiri Pentas Seni dari sekolah anak saya.

Kalau ada hari tersedih yang pernah saya alami dalam hidup saya, salah satunya itu adalah hari kemarin.

Ceritanya dimulai sejak beberapa bulan yang lalu. Anak saya yang kecil memberi informasi bahwa sekolahnya akan menyelenggarakan sebuah Pentas Seni tahunan. Tapi kali ini akan sangat kolosal dan diadakan di Taman Mini Indonesia Indah. Bukan di sekolah. Mereka akan mementaskan Pinocchio!. Karena selama ini saya jarang bisa  menghadiri acara Pentas Seni sekolahnya dan jarang menontonnya beraksi di panggung, ia memohon kepada saya  agar kali ini saya mengambil cuti. Tentu maksudnya agar saya bisa menyaksikannya bermain di panggung. “Sekali ini saja, MaMama tidak boleh kerja di luar kota atau di luar negeri pas tanggal itu. Kalau disuruh kantornya, bilang nggak mau!“. Kata anak saya wanti-wanti.

Mendengar permintaannya itu saya merasa sangat trenyuh. Benar apa yang ia katakan. Selama ini saya terlalu sibuk. Sehingga jarang bisa menyaksikannya tampil di panggung. Aneh juga. Selalu ada saja kesibukan di kantor yang membuat saya tidak bisa hadir di sekolah setiap kali anak saya pentas. Sehingga kadang-kadang anak saya membanding-bandingkan saya dengan mama teman-temannya. “Mamanya orang-orang, selalu datang ke sekolah. Tapi mamaku sangat jarang”.  Katanya sedih. Memikirkan itu sayapun membulatkan tekad untuk mengambil cuti tanggal 28 Mei, kemarin. Boss saya sudah setuju dan sudah menandatangai ijin cuti saya. Itu beberapa bulan yang lalu.

*****

Ini cerita kemarin…

Minggu yang lalu boss saya mengatakan bahwa ia akan cuti dan pulang ke negaranya. Dan  tentunya meminta saya stand by di tempat selama beliau tidak ngantor. Dan seperti biasanya untuk urusan yang urgent dan butuh decision yang cepat saya harus konsultasi dengan bossnya boss saya yang berkedudukan di negara tetangga.  Oke. Tidak ada masalah.

Namun kemarin, saya diingatkan kembali akan janji menonton PenSi sekolah anak saya. Saya harus mengambil cuti hari ini. Toh juga ijin cuti saya sudah ditandatangani jauh hari sebelumnya. Jadi apa masalahnya? Saya berhak dong untuk tidak datang ke kantor?.

Tapi masalahnya ada banyak pekerjaan yang harus saya bereskan hari ini. Ada beberapa issue yang harus saya close case-nya hari ini.  Belum lagi ada beberapa brief dan proposal yang kena deadline hari ini.Waduuh! Sebenarnya urusannya jadi agak ribet ini.

Akhirnya setelah cross check kembali,  ternyata di undangan ada informasi bahwa PenSi akan berlangsung dari jam 5 sore hingga jam 8 malam. Ooh.. walaupun anak saya berangkat ke TMII pukul 9 pagi untuk gladi resik dulu, berarti  sebenarnya saya bisa berangkat sekitar jam 2-3 siang, agar bisa mencapai TMII sebelum jam 5 sore. Sebenarnya saya masih bisa ngantor dulu paginya, lalu nanti menyusul ke TMII langsung dari kantor. Rasanya tidak enak kalau saya memaksakan diri  mengambil cuti, sementara pekerjaan banyak  dan semuanya urgent. Dan boss lagi nggak ada pula.  Saya tidak mau juga memanfaatkan kesempatan tidak bekerja saat si boss tidak ada. Mungkin cutinya bisa saya switch ke hari lain.

Akhirnya aya memutuskan untuk ke kantor saja dulu paginya. Saya akan mengambil cuti setengah hari saja. Lalu saya akan pulang  selepas makan siang – kurang lebih jam 1 siang. Jadi masih keburu bagi saya untuk berangkat ke TMII dan menyaksikan anak saya manggung. Sayapun bekerja dengan anteng hingga pukul 12 siang, membereskan apa yang perlu saya bereskan.

Menjelang makan siang, saya teringat  bahwa hari ini anak-anak Management Trainee berada terakhir department saya dan saya terpikir mengajak mereka untuk makan siang terakhir bersama saya.  Kalau begitu, mungkin saya pulang agak  mundur sedikitlah. Pukul 2 siang masih terkejar.

Pukul 2 siang saya mau pergi, satu dua orang masuk ke ruangan saya “Bu, sebentar saja Bu. Ini saya perlu keputusan ibu..bla bla bla..” Mau tidak mau saya harus meladeninya. Okelah, saya mundur lagi pulangnya ke pukul 3 sore. Mungkin masih terkejar. Walaupun mepet.

Bersiap berangkat, lalu tiba-tiba bossnya boss saya yang berada di negara tetangga  meninggalkan pesan untuk mengajak skype call jam 4 sore. Penting dan urgent!.  Saya tidak bisa menolak. Karena memang itu urgent dan important dan merupakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab utama saya.   Lah ?! Akhirnya bubarlah semuanya!.

Suami saya mengatakan bahwa ia akan berangkat duluan saja kalau begitu. Ia tidak bisa menunggu saya lebih lama lagi.  Dan ia meninggalkan surat undangan dari sekolah untuk saya di atas meja piano.   Saya berusaha menghibur diri saya. Skype call barangkali hanya setengah – satu jam. Bilanglah saya berangkat dari kantor jam 5 sore. Perjalanan 1 jam ke sana, karena melawan arus. Mungkin saya bisa tiba di TMII pukul 6 sore. Telat se-jam mungkin nggak apa-apa.Anak saya memegang 2 peranan. Satu di depan dan satu di bagian akhir. Se-apes-apesnya tentu saya masih bisa melihat bagian belakangnya.

Perasaan saya menjadi galau. Karena ternyata, saya baru bisa keluar ruang meeting pukul setengah enam sore. Sedih!

Bergegas pergi, saya lalu mampir ke rumah dulu untuk mengambil undangan. Jika tidak tentu saya tidak akan diijinkan masuk ke Sasono Langen Budoyo. Jalanan ternyata sangat macet, tiba di rumah sudah pukul 7 malam.

Sopir bertanya apakah saya masih akan tetap mencoba ke Taman Mini?.  Ya!.  Saya kepalang janji kepada anak saya. Jadi saya harus pergi, walaupun kesempatan melihatnya di panggung sangatlah kecil. Saya masih berkeras  datang. Tol Bintaro kelihatan lancar, namun selepas tol Pondok Indah tiba-tiba semuanya mandek  dan merayap. Akhirnya ketika saya sampai di wilayah Pasar Minggu, suami saya mengirim pesan bahwa pementasan telah usai.

Saya tak mampu menahan kesedihan hati saya. Airmata saya mengalir. Sejenak rasa kesal, marah,sedih, nggak enak semuanya berkecamuk di kepala saya.  Apa yang harus saya katakan kepada anak saya? Ini benar-benar sebuah ketololan dan keteledoran fatal yang saya lakukan sehingga merusak janji penting pada anak saya.  Saya sangat menyesal. Mengapa saya tidak berusaha memaksakan diri tadi pagi untuk tetap mengambil cuti saja? Bukankah tidak setiap hari saya minta cuti?  Selain itu toh ijin cuti sebenarnya sudah saya kantongi? Dan toh juga kantor tidak pernah memaksa saya harus bekerja dan tidak mengambil cuti?  Mengapa saya sok merasa memiliki tanggungjawab tinggi terhadap pekerjaan jika pada akhirnya hanya menghancurkan harapan anak saya yang sudah ia kumpulkan sejak bertahun-tahun agar suatu kali bisa pentas di atas panggung ditonton oleh ibunya? Aduuh..saya sudah menghancurkan semuanya. Kebahagiaan saya dan kebahagiaan anak saya.

Saya tidak bisa berhenti meneteskan air mata saya. Dalam pikiran yang kusut masai, saya tidak bisa memfokuskan perhatian di jalan raya. Karena tidak fokus, salahlah saya memberikan arahan pada sopir dalam mengambil belokan dari tol menuju ke TMII. Harusnya masuk ke Taman Mini melalui belokan ke 3, persis setelah jembatan, sopir malah mengambil belokan ke dua yang mengarah ke Tol Jagorawi. Hadeh! Akhirnya terpaksa saya harus menyusuri jalan tol ke Bogor itu hingga ke Cibubur dan berusaha mencari pintu keluar agar bisa balik ke Jakarta. Hari sudah gelap. Saya tersesat di Cibubur!.

*****

Anak saya mengirim pesan. Mencoba menghibur saya.  Dia benar-benar seseorang yang memiliki big heart. Airmata saya mengambang membacanya. Membuat tulisan di BB menjadi kabur. Rasanya nyesel dan nyesek!.

Saya tahu bahwa saya harus mengulang kembali pelajaran saya tentang bagaimana menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan kehidupan keluarga dengan lebih baik.

Back to square one!.

 

 

Kuta: Kelelawar Yang Kesiangan.

Standard

kelelawar 6Kelelawar! Siapa yang tak kenal binatang malam yang menyerupai tikus dan bersayap mirip burung ini? Diperhatikan atau tidak, binatang ini banyak terbang berkeliaran di sekitar kita pada malam hari, terutama saat musim buah. Tentunya sebagian ada orang yang menyukai kelelawar dan ada pula yang tidak menyukainya. Bahkan ada juga yang mengait-kaitkannya dengan vampire, hanya karena diantara jenis kelelawar ini ada juga yang suka menghisap darah ternak.

Saya sendiri bukanlah orang yang tidak menyukai kelelawar. Walaupun memang, ketertarikan saya terhadap binatang ini tidak sebesar ketertarikan saya terhadap terhadap burung, kupu-kupu ataupun ikan. Saya cukup sering melihat kelelawar di sekitar halaman rumah saya. Hanya saja, sangat jarang saya melihatnya hinggap atau terbang sangat dekat. Terutama karena aktifnya pada malam, membuat saya juga menjadi kurang berminat memperhatikannya. Karena gelap. Susah melihatnya.

Nah, pada pagi hari menjelang matahari terbit ketika saya  sedang ada di Kuta, sangat beruntung saya melihat 2 ekor kelelawar yang sibuk berkejar-kejaran sangat dekat dengan tempat saya berdiri.  Pemandangan itu sangat memukau dan menggelitik keingintahuan saya akan binatang nokturnal ini.

Kelelawar yang pertama kelihatannya  ingin beristirahat. Ia menggantungkan kakinya di atap bangunan. Namun belum sempat ia memejamkan matanya, datanglah kelelawar kedua mengganggunya dan memaksanya terbang lagi mencari tempat yang lain. Ia terbang sambil bercericit dikejar temannya, lalu kembali lagi ke tempatnya bergantung semula di dekat saya. Kelelawar yang ke dua mengejar lagi.  Dua ekor kelelawar itu terus bergerak. Terbang dan bercericit,lalu bergelantung. Terbang lagi. Demikian seterusnya hingga hari mulai terang.

Terus terang, kelelawar adalah salah satu mamalia yang kurang saya kenal jenis dan tingkah lakunya.  Sehingga saya tidak langsung bisa menyebutkan jenisnya. Tidak banyak literatur ataupun buku yang bisa saya baca tentang kelelawar ini. namun demikian, saya tetap berusaha mencari tahu tentang jenis kelelawar yang saya lihat ini.

Yang jelas kelelawar yang saya lihat itu adalah dari jenis yang berukuran sedang. Barangkali sekitar 13-15 cm. Bukan dari jenis Kalong.  tapi dari jenis yang ukurannya lebih kecil. Di Bali disebut dengan Lelawah. Barangkali dalam bahasa daerah lainnya disebut dengan Codot. Warna sayapnya coklat gelap. Bulu di tubuhnya coklat muda keemasan. Matanya coklat dan beukuran besar dibandingkan dengan tubuhnya. Hidungnya biasa saja, bukan berbentuk tube, bukan yang pesek dan aneh aneh. Wajahnya mirip anjing. Telinganya tegak ,bagian dalamnya bergaris-garis rapi.

Yang saya herankan adalah bagaimana kelelawar ini bisa beristirahat di sini. Apakah karena kesiangan? Sehingga tidak sempat kembali pulang ke rumahnya di hutan, di pepohonan? Ataukah memang selalu bergelantung di bawah atap bangunan hotel ini? Apakah mereka tidak terganggu oleh langkah kaki karyawan hotel maupun para turis yang berlalu lalang di bawahnya?

Sayang waktu saya cuma sedikit, sehingga tidak punya kesempatan untuk mengamatinya lebih jauh lagi.

Saya hanya sempat mengamatinya sebentar. Melihat bagaimana mereka terbang, bercericit dan kemudian bergantung di langit-langit atap. Sesekali mereka bertengkar dan menyerang.  Saya sendiri tidak terlalu yakin, apakah mereka bertengkar? Ataukah justru sedang berpasangan?  Saya tidak terlalu jelas.

Saya yakin di Indonesia ini mestinya ada banyak jenis kelelawar. Sayang sekali, yang saya ketahui hanya 4 jenis, hanya berdasarkan ukurannya saja *dalam bahasa Bali pula*.

Kelelawar jenis yang pertama yang saya ketahui disebut dengan Bukal. Bukal adalah jenis kelelawar besar yang suka memakan buah. Mungkin dalam bahasa Indonesianya disebut dengan Kalong.  Bukal berwarna coklat gelap. Sangat sering datang saat musim jambu berbuah di halaman rumah saya. Kepakan sayapnya yang besar terdengar cukup keras hingga ke dalam rumah. Jenis kelelawar ini lebih jarang muncul dibanding dengan yang ukurannya lebih kecil.

Kelelawar jeniskedua disebut dengan Lelawah, kalau di Bali. Setahu saya yang disebut dengan Lelawah ini, adalah yang ukuranya sedang, warnanya coklat gelap, makanannya buah atau serangga. Paling banyak dan umum ditemukan di sekitar perumahan. Ukurannya lebih kecil dari Bukal. Saya pikirdalam bahasa Indonesia, Lelawah mungkin disebut dengan Kelelawar saja.Atau barangkali ada yang menyebutnya dengan nama Codot. Tapi jika yang memakan buah itu disebut dengan Codot, lalu jenis yang memakan serangga dan tinggal di gua-gua itu disebut dengan apa ya dalam bahasa Indonesianya? Terus terang saya sendiri bingung. Karena di Bali, baik yang makan buah maupun yang makan serangga setahu saya disebutnya sama saja,yakni : Lelawah. Atau barangkali pengetahuan saya tentang Kelelawar ini memang sangat minim.

Lalu berikutnya ada jenis yang bernama Jempiit – ini adalah jenis kelelawar kecil. Biasanya berwarna lebih gelap. Beberapa kali saya pernah melihatnya sedang beristirahat di gulungan daun pisang yang masih muda. Mungkin karena bentuk gulungan itu mirip seperti gua yang panjang, sehingga Jempiit suka bersembunyi di sana pada siang hari. Saya pikir Jempiit dalam bahasa Indonesianya disebut dengan Kampret. Di sebuah sumber di internet,  juga ada yang menyebut kelawar yang suka di pohon pisang ini dengan nama Lasiwen.

Nah, ada satu jenis lagi yang disebut dengan Tenge-Tenge.  Pemahaman saya, Tenge-tenge  adalah jenis kelelawar yang super kecil dan lebih kecil lagi dari Jempiit. Sebenarnya saya tak terlalu jelas mana kelelawar yang disebut dengan Tenge-tenge ini. Karena beberapa kali saya pernah melihat kelelawar yang sangat kecil yang jatuh di halaman rumah saat saya menyapu, saya sendiri ragu apakah itu benar-benar Tenge-Tenge atau anak kelelawar?.

Di Bali sendiri ada sebuah rima/rhyme (satu frase lagu dolanan kanak-kanak)  yang menyebut jenis-jenis kelelawar, dari ukuran yang terbesar hingga yang terkecil:

Bukal, Lelawah

Jempiit, Tenge-Tenge.

Uling pidan Kakne pawah?

Uling cenik suba kene.”

terjemahannya

Kalong, Kelelawar

Kampret, Tenge-tenge.

Sejak kapan Kakek ompong?

Sejak kecil memang sudah ompong begini“.

Mendengar frase lagu itu, saya berasumsi, bahwa Bukal lebih besar dari Lelawah, lalu Lelawah lebih besar dari Jempiit, dan Jempiit lebih besar dari Tenge-Tenge. Thanks to the song!.

 

By the way, lepas dari urusan perkelelawaran, frase sederhana dari lagu jenaka itu sebenarnya bermakna sangat dalam. Membuat kita tersenyum dan sekaligus juga menyadari, bahwa tidak perlu terlalu khawatir menjadi ompong  saat kita tua, karena toh sebenarnya kita sudah pernah mengalaminya saat kita masih kecil/baru lahir.  Inti ceritanya adalah, jangan takut menjadi tua. Hadapilah dengan jenaka. Menjadi tua hanyalah sebuah cyclus kehidupan.

Saya mendongak melihat ke arah Kelelawar kesiangan yang bergelantungan di atap itu sekali lagi. Masih bertengkar dengan temannya. Entah bagaimana ia membawa pikiran saya  ke urusan menghadapi “masa tua” kelak. Seolah membantu saya untuk  mere-set pemahaman dan mengevaluasi kembali image saya tentang apa yang dimaksudkan dengan “tua”.  Saya tersenyum di dalam hati, atas pemahaman baru saya tentang arti kata “tua’ itu.

Grow old gracefully…

 

Kuta, pagi hari yang indah.

 

 

 

Kuta: Pagi Hari Yang Damai.

Standard

Pantai KutaSaya menghadiri sebuah acara  yang diselenggarakan di Hotel Mercure di Kuta, Bali. Tiba dari Jakarta sudah agak malam, dan hotel sangat penuh. Namun beruntung saya masih mendapatkan sebuah kamar suite yang lumayan nyaman. Karena sudah gelap, saya tidak terlalu memperhatikan lingkungan sekitarnya. Masuk ke kamar, mandi dan langsung tidur.

Besok paginya saya baru nyadar,  rupanya kamar saya letaknya di lantai paling atas gedung. Saya bergegas keluar kamar. Wow! Pemandangan di luar indah sekali!

Dari ketinggian, saya bisa melihat lepas ke laut pantai Kuta yang berwarna biru dan terlihat masih tenang dan sepi di pagi hari. garis putih ombak terlihat di kejauhan. Angin pantai berembus sangat sejuk. Rasanya seperti berada entah di mana.  Saya melihat ke sekeliling. Di samping kamar saya terdapat sebuah spa  dan kolam renang serta kursi untuk duduk dan bermalas-malasan. Benar-benar sebuah tempat yang menyenangkan untuk berlibur dan bermalas-malasan.

Burung Jalak Kerbau (Achridoteres javanicus).

Burung JalakDi dekat kolam renang, ada beberapa bangunan yang beratap genteng dengan benoh dan hiasan atap tradisional Bali yang meninggalkan silhouette yang menarik. Saya mendongak  ke arah matahari terbit.  Walaupun sebenarnya matahari belum tampak karena terhalang oleh atap bangunan-bangunanan itu.

Rupanya sekawanan burung Jalak  Kerbau juga terlihat menyongsong matahari di atas atap. Burung-burung berbulu hitam dengan ukuran sedang ini tampak pada berdiri berbaris dan termangu menghadap ke arah matahari terbit. Jumlahnya sangat banyak. Apa yang mereka lakukan?  Berjemurkah?

Untuk beberapa saat mereka nyaris hanya diam dengan muka diarahkan kepada matahari. Seolah sedang melakukan doa pagi. Namun beberapa saat kemudian, satu dua mulai terlihat menoleh ke arah lain, dan saya mulai bisa mengenali paruhnya yang berwarna kuning. Lalu mereka berkicau dengan ramai. Suaranya sangat merdu dan nyaring, terasa seperti memperdengarkan orkestra pagi kepada saya, sebelum akhirnya satu per satu mereka terbang entah kemana.

Pemandangan pagi yang sangat memukau. Seperti menonton wayang.

Burung Cerukcuk (Pycnonotus goiavier).

CerukcukBurung ini termasuk salah satu yang sangat banyak bertengger di ujung-ujung genteng hias atap bangunan di hotel itu.

Sangat mudah mengenalinya dari jauh, karena burung ini selalu datang berpasang-pasangan. Nyaris tidak pernah terlihat terbang sendiri. Menclok di genteng berdua, pindah ke dahan pohon juga berdua, lalu terbang juga berdua dan seterusnya. Pokoknya selalu kompak. Jika yang seekor terbang mendekat, tentu sebentar lagi pasangannyapun menyusul.

Selain itu , burung berukuran sedang ini (sedikit lebih kecil, lebih panjang dan langsing dibandingkan dengan burung jalak kerbau) juga mudah dikenali dari tampilannya. Kepalanya berwarna putih dengan jambul coklat yang unique serupa dengan jambul milik saudaranya burung kutilang yang berwarna hitam. Dadanya berwarna putih kotor dengan bagian bawah perut berwarna kuning. Paruh dan matanya berwarna hitam.

Burung Cerukcuk memiliki suara yang sangat bagus dan merdu. Terutama di pagi hari, kicauannya seperti menjadi icon pagi buat saya.

Burung Tekukur (Streptopelia chinensis)

tekukurBarangkali adalah burung  yang nyaris sama banyak populasinya dengan Cerukcuk.  Burung Tekukur ini bisa kita temukan terbang melintas sangat dekat dengan tempat saya berdiri dan hinggap di atap atap bangunan.

Sangat mudah mengenalinya dari jauh. Pertama tentu karena ukuran tubuhnya jauh lebih besar dibandingkan dengan burung-burung lain yang ada di situ, sehingga bentang sayapnya saat terbangpun terlihat jauh lebih lebar. Cara terbang dan cara mengepakkan sayapnya juga berbeda. Karena ukuran sayapnya lebih besar, kepakan sayapnyapun lebih lambat dan lebih mudah diikuti dengan pandangan mata kita.

Burung Tekukur memiliki dada kelabu coklat kemerahan dengan kalung pada leher yang berbintik-bintik hitam puih. Sayapnya berwarna coklat bergaris-garis kelabu  gelap. Paruhnya kelabu dan kakinya berwarna pink.

Burung Gereja (Passer montanus).

Burung GerejaNah, semua orang tentu tahu dan sering melihat burung yang banyak berkeliaran di halaman rumah ini. Saking banyaknya, menyebabkan burung ini kehilangan daya tariknya di mata manusia. Saking dekatnya dalam kehidupan sehari-hari, nyaris-nyaris tidak ada yang mau memperhatikan tingkah lakunya lagi.

Namun demikian, burung ini tetap banyak di sekitar kita dan selalu bisa kita temukan di mana-mana. Termasuk di lantai atas Hotel Mercure ini.

Burung gereja seperti kita tahu memiliki warna coklat gelap yang dominant dengan sdikit bercak bercak berwarna coklat muda atau putih. Pipinya memiliki tompel berwarna hitam yang mudah dikenali.

Bunyinya sangat kencang, bercerecet semakin riuh karena biasanya mereka berkumpul dalam kawanan yang jumlahnya cukup besar.Walaupun makanannya biji-bijian, burung Gereja paling hobi membangun sarang di atap rumah.

Alangkah banyaknya burung yang lepas di alam pantai Kuta ini. Semuanya hidup harmonis dan seolah berdamai dengan pembangunan industri pariwisata di kawasan itu. Saya terkagum-kagum akan keindahan yang dikaruniakan pada diri saya pagi ini.

Tak terasa jarum jam begeser ke pukul 6 pagi. Artinya di Denpasar saat ini sudah jam 7 pagi. Sayang saya harus segera bergegas mandi, agar sempat sarapan sebelum mengisi acara di Hotel itu pada pukul 8 pagi. Melupakan  keindahan yang disajikan oleh kehidupan kepada diri saya, untuk kembali kepada dunia kerja yang menenggelamkan.

Sambil melangkah ke kamar mandi saya berpikir, barangkali beginilah cara alam untuk membantu saya mendapatkan keseimbangan hidup yang baik.

 

 

 

 

Mengunjungi Little Tokyo Ennichisai 2014, di Blok M Square Jakarta.

Standard

???????????????????????????????Hari ini anak saya mengajak pergi untuk melihat Little Tokyo Ennichisai di Blok M Square. Ia sangat tertarik pada kebudayaan Jepang dan saat ini sedang tekun mempelajari bahasa Jepang. Sebenarnya saya agak lelah, karena baru saja  tiba kembali di tanah air dari perjalanan urusan pekerjaan. Sebenarnya belum sempat beristirahat dengan cukup. Tapi melihat anak saya sedemikian semangat, maka sayapun menunda istirahat saya dan memilih untuk menemaninya ke sana.

Sedikit informasi,  Little Tokyo Ennichisai adalah sebuah acara kebudayaan,  seni dan kulinari Jepang yang diselenggarakan setiap tahun di kawasan Blok M Square di Jakarta. Dan untuk tahun ini, diselenggarakan hari ini dan besok, 24-25 May 2014. Saat kami tiba di sana, acara sudah lumayan ramai. Makin siang makin ramai dan berjejal-jejal.

Yang namanya festival kebudayaan, tentu ada panggung dimana kita bisa melihat berbagai seni dan budaya jepang ditampilkan. Walaupun anak saya yang kecil lebih suka melihat-lihat stand pameran dan jualan, keduanya masih setuju untuk melihat sejenak ke panggung . Di sana sedang ada pertunjukan tari kolaborasi Indonesia – Jepang yang diselingi dengan permainan drum dan bendera. Menarik sekali.

 

Kuliner dan Stand Lain.

Banyak yang menarik untuk dilihat. Yang jelas di sana ada  panggung acara untuk kesenian. Lalu berderet-deret tenda untuk stand berbagai makanan khas Jepang, mulai dari Ramen, Sushi, Udon, Takoyaki, Soba, Dorayaki,dan sebagainya. Juga berbagai merk produk-produk buatan Jepang, mulai dari kosmetik, fashion hingga mobil.

Sebenarnya banyak makanan Jepang yang ingin saya coba. Tapi karena si kecil suka sekali pada Takoyaki, jadilah akhirnya kami makan camilan bulat berisi potongan daging gurita itu.

Menembak di Osaka Stand.

??????????????????????????????? ???????????????????????????????Salah satu stand yang menarik perhatian anak saya adalah stand Osaka. Karena di sana ada permainan menembak untuk mendapatkan hadiah berupa barang-barang kecil dari jepang.  Banyak pengunjung datang mencoba menembak. Kebanyakan para  remaja pria dan lelaki dewasa. Ada juga beberapa orang anak-anak seusia SD yang ikut. Melihat itu, anak saya yang kecil juga minta ikut mencoba menembak.  Saya setuju. Biarlah dia mencoba ketajaman  fokusnya.

Ia mencoba dengan 4 peluru. Sayang gagal semua. Wajahnya kelihatan kecewa bercampur penasaran. padahal ia ingin sekali mendapatkan salah satu hadiah bola kecil yang digantung di sana.  Melihat itu kakaknya pun ikut mencoba. Ingin membantu mendapatkan bola kecil buat adiknya. Banggg!! . Sayang meleset. Gagal lagi.

Saya penasaran, mengapa anak saya tidak sukses menembak. padahal dulunya sering bermain tembak-tembakan mainan. Apakah selongsong senapannya bengkok? Akhirnya saya bilang, “Coba mama yang menembak“. Anak saya heran. Tapi juga penasaran. Tentu ia tidak terpikir kalau saya juga ingin mencoba menembak.  Penjaga stand itu pun heran. Ibu-ibu kok nembak?.

Saya meminjam senapan kayu itu. Memfokuskan moncong senapan pada titik bidik yang mau saya tuju yakni kartu dengan 1 point. Dan …bang!. Kena!  Horee!! Saya dapat 1 point.

Anak saya terkejut.  Kok bisa kena? Mungkin kebetulan? Coba lagi. Saya ambil sebutir peluru lagi dan kembali memfokuskan arah moncong senapan saya. Kali ini saya ingin menembak kartu yang bertuliskan 5 point. Dan…bang! Kena lagi. Bahkan kartu yang berisi 5 point itu meloncat dan mengenai kartu disebelahnya lagi yang bertuliskan 1 point. Jadi tembakan ke dua  saya dapat 6 point sekaligus. Akhirnya bola yang diinginkan anak saya itupun berhasil kami dapatkan dan bawa pulang.

Kedua anak-anak saya benar-benar terheran-heran. Bagaimana saya bisa menembak setepat itu.  “Apakah mama pernah latihan militer?” tanyanya dengan bingung.  Saya tersenyum dan segera mengajarkan kepada anak saya bagaimana cara memfokuskan moncong senapan dengan benar agar tembakannya tepat sasaran. Dan ..bang! Sukses! Anak saya berhasil menembak dengan baik. Sangat jelas, bahwa keberhasilan menembak adalah hanya soal fokus!.

Cosplay.

???????????????????????????????Salah satu pemandangan yang menarik di sana hari ini adalah banyaknya  para “Cosplayers” yang berlalu lalang. Mereka menggunakan berbagai kostum, rias wajah dan rambut serta accesories meniru tokoh-tokoh anime, manga dan film-film kartun Jepang yang digandrungi anak-anak, seperti   Doraemon, Naruto, dan sebagainya. Dengan mudah kita bisa bertemu dengan Kakashi Hatake, jonin yang wajahnya setengah tertutup. Atau melihat Sasuke Uchiha berjalan dengan baju biru-putih khasnya itu. Lalu beberapa anggota Akatsuki dengan jubah hitam dan gambar awan merahnya.

Selain tokoh-tokoh Naruto itu, juga terlihat ada Sora dan Roxas dari Kingdom Hearts. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh kartun yang saya tak kenal namanya.

Menarik juga melihat para remaja bergantian minta berfoto dengan para tokoh ini.

Parade.

Parade selalu menjadi bagian yang paling menarik dari sebuah festival. Demikian juga pada Ennichisai ini. Penonton bergerombol dan bersedia berdiri berjejal-jejal demi berhasil melihat parade in.

Akhirnya yang bisa saya katakan adalah, bahwa acara seperti ini sungguh sangat bagus untuk memperkenalkan seni budaya dan kuliner  negara lain sehingga memicu kedekatan dan meningkatkan rasa persahabatan antar bangsa.

Lombok: Penghalau Burung.

Standard

Burung-burunganGerimis turun di Mataram dan sekitarnya. Sore hari menjelang malam. Saya memandang ke areal persawahan di sekitar rumah makan yang berupa pondok-pondok bambu di areal yang cukup luas.  Mata saya tertarik pada sebuah benda hitam yang tampak terbang di tengah sawah di kejauhan.  Benda itu tampak bergerak-gerak di tengah hujan.Namun tidak berubah lokasinya.Selalu tetap di situ. Tak jauh dari sebuah tiang bambu dengan sobekan kain yang dipakai untuk menghalau burung. Burung apa itu? Apa yang sedang dilakukannya?

Karena tidak jelas, maka saya mendekat. Tentu saja tidak bisa dekat sekali, karena burung besar berwarna hitam itu berada ditengah sawah. Barulah saya sadar. Ternyata itu burung buatan!  Oalaaa…. rupanya saya sudah harus memperbaharui kaca mata minus saya.

Terbuat dari bambu, dibentuk mirip burung dan dihiasi dengan bulu-bulu unggas berwarna hitam. Sepintas lalu memang tampak seperti burung. Elang atau Gagak. Digantung pada seutas tali yang diikatkan pada tiang bambu di tengah sawah.  Iapun bergerak-gerak di tiup angin dan diterpa air hujan. Tentu awalnya dimaksudkan untuk menakut-nakuti burung kecil macam Emprit, Peking, Cici ataupun Bondol agar jangan datang beramai-ramai menyerbu padi yang sedang menguning. Biasanya burung-burung kecil takut pada burung-burung pemangsa yang ukurannya lebih besar.

Burung-burung pemakan biji-bijian sejak jaman dulu dianggap sebagai hama bagi para petani. Berbagai upaya dilakukan untuk menghalaunya. Mulai dari membuat boneka orang yang didandani dengan baju, topi atau sarung tangan alias orang-orangan sawah (Scarecrow), sehingga jika burung melihat orang-orangan itu, diharapkan akan merasa terancam dan terbang. Apakah burung-burung itu akan merasa takut? Mungkin ya. Namun pernah juga saya  melihat ada burung yang malah bertengger di atas topi orang buatan itu.  Kelihatannya burung satu itu sudah tahu bahwa ia dibohongi.

Ada juga petani yang membuat klonongan, yakni tali-tali yang dibentangkan di atas sawah dan digantungi dengan bunyi-bunyian, sehingga jika ditarik dan digerakkan suaranya riuh ‘ klonong…klonong..klonongggg….dan burung-burungpun terbang ketakutan. Ini mungkin lebih efektif untuk mengusir burung.Namun masalahnya, petani tentu tak selalu punya waktu untuk menarik klonongan ini setiap saat.

Sangat menarik mengingat-ingat tentang cara petani menghadapi kawanan burung, karena semuanya tiba-tiba membuat saya sadar bahwa kebanyakan  cara yang dilakukan petani hanyalah untuk tujuan ‘menghalau’ bukan untuk menyakiti atau menangkap burung-burung itu. Cara yang sangat damai dan tanpa kekerasan.

Mata saya kembali tertuju pada burung-burungan itu yang bergerak-gerak tertimpa gerimis. Saat itu sudah pasti burung-burungan itu tidak bekerja, mengingat tanaman padi di bawahnya masih sangat muda dan hijau royo-royo. Belum ada tanda-tanda berbunga. Apalagi berbuah. Tidak ada burung pemakan padi yang tertarik datang.

Ia tidak berfungsi seperti yang seharusnya. Namun setidaknya telah berhasil menarik kenangan indah masa kecil saya saat hampir setiap hari  bermain-main di tengah sawah…

Hidup yang damai!

 

 

 

Kisah Pagi Di Bandara Ngurah Rai.

Standard

Sarapan pagiPagi-pagi buta saya bangun. Berdua dengan seorang teman, saya bermaksud berangkat ke pulau Lombok  mengambil jadwal penerbangan pagi. Perjalanan yang pendek sebenarnya. Paling banter hanya 15 menit dari Denpasar.

Setelah lepas counter check-in  kami lalu melenggang menuju  ruang tunggu.  Bandara Ngurah Rai sudah sangat ramai sepagi ini. Kursi di ruang tunggu terasa agak penuh. Rupanya tempat itu juga menjadi gate untuk beberapa penerbangan lokal ke Ende, Labuan Bajo,  Kupang, selain ke Praya.

Ada sebuah sebuah kafe  kecil  didekat situ. Lumayan nyaman untuk duduk dan menikmati sarapan pagi.  Kebetulan ada kursi yang kosong dan kami memang belum sempat sarapan pagi. Saya mengajak teman saya untuk menunggu boarding di sana saja. Dua orang yang tampaknya suami istri  tampak duduk di meja di sebelah kami. Melihat dua buah ransel di dekatnya, saya menduga mereka adalah tourist yang akan back pack-an melanglang Nusa Tenggara dari Bali. Mereka asyik berbincang sambil menyeruput kopi panas. Dari logatnya saya menduga mereka berkebangsaan Inggris. Yang perempuan kebetulan duduk berseberangan arah dengan saya. Ia tersenyum ramah saat saya mengambil tempat duduk. Sayapun membalas senyumnya sepintas, lalu melihat ke daftar menu yang ada. Tak banyak pilihan, tapi lumayanlah untuk sarapan saja.

Saya lalu  memesan secangkir teh panas dan pisang goreng untuk sarapan. Sementara teman saya memesan makanan lain. Sambil menunggu saya ngobrol ke kiri dan ke kanan dengan teman saya itu. Teh hangat muncul dalam waktu kurang lebih sepuluh menit. Tiba-tiba  wanita di sebelah kami mengasongkan sebuah salak ke teman saya untuk diambil.

Buah apa ini? saya baru melihatnya..” tanya wanita itu  kepada kami. “Salak” jawab saya. Pria  pasangannya tampak berkerenyit.  Kelihatan ia memang tidak pernah tahu buah salak sebelumnya. Saya lalu menjelaskan bahwa buah Salak adalah buah dari salah satu tanaman sejenis palma yang berduri.  Sangat umum dijumpai di Indonesia, termasuk di Bali. Terkadang disebut Snake Fruit juga karena kulitnya bersisik mirip kulit ular. Ia menggigitnya sebentar dan tampak ekspresinya biasa saja. Saya pikir barangkali ia mendapatkan salak yang agak sepet dan asem, bukan yang manis. Saya lalu menambahkan penjelasan saya, bahwa buah salak saat muda terasa agak sepat dan asam, tapi jika dipetik tepat saat matang, selalu terasa manis dan renyah.  Jika beruntung, kadang kita juga bisa menemukan jenis salak yang memang terasa sangat manis dan lebih manis dari yang lainnya. Namanya Salak Gula Pasir. “Barangkali saya kurang beruntung” kata pria itu sambil tertawa kecut.  Kamipun ikut tertawa.

Mereka  lalu memberikan lagi  Orange Juice dalam kemasan tetra pack kepada kami. Ia bilang tidak sanggup lagi meminumnya karena kebanyakan. Rupanya mereka membawa dua kotak makanan yang isinya snack, minuman dan buah-buahan. Barangkali dari Hotel tempatnya menginap semalam dan mereka tak bisa menghabiskannya. Itulah sebabnya mereka membaginya kepada kami daripada tidak termakan atau terminum. Wah..tahu gitu tentu kami tak perlu memesan minuman tadi.

Pengumuman penerbangan di ruangan itu  terdengar bergema. Petugas memanggil penumpang yang akan berangkat ke Labuan Bajo dan Ende untuk memasuki pesawat. Dua orang tourist itupun mempersiapkan ranselnya dan pamit kepada kami.

Saya memandang langkah kakinya dan tiba-tiba teringat. Baru kali ini saya mengalami kejadian seperti ini. Menerima pemberian makanan/buah-buahan dan minuman dari orang asing yang sama sekali tidak kami kenal.  Saya pikir apa yang mereka lakukan itu adalah ide yang sangat bagus. Mereka tahu bahwa mereka tak sanggup menghabiskannya. Dan karena tidak mau membuang-buang makanan, maka iapun memberikannya kepada kami. Sangat simple. Sangat praktis.  Sangat santai dan tidak ada beban. Seolah-olah kami telah kenal akrab bertahun-tahun lamanya.

Rasanya  saya tidak pernah melihat orang lain melakukan itu. Termasuk saya.Saya tidak  pernah punya ide sebelumnya untuk membagikan kelebihan makanan kepada orang yang  tidak saya kenal.  Kecuali itu teman dekat atau keluarga. Selama ini jika saya memiliki kelebihan makanan yang tidak sanggup saya makan (walaupun sangat jarang sih),  ada dua hal yang mungkin akan saya lakukan: 1/ jika makanannya bisa dikemas, mungkin akan saya  masukkan ke dalam tas, untuk saya makan lagi nantinya.  Atau jika saya tidak mau repot dan agak malas, mungkin saja  saya tinggal begitu saja di meja kafe/atau restaurant/ruang tunggu  tempat saya duduk.

Padahal kalau dipikir-pikir, membuang makanan tentu saja bukan perbuatan yang terpuji ya?. Sementara banyak orang sangat susah untuk makan.

Saya mencoba mencari-cari alasan mengapa saya tidak pernah membagi makanan di perjalanan kepada orang asing.  Barangkali saya takut jika orang merasa tersinggung jika tiba-tiba ditawarin makanan. Atau lebih parahnya bisa-bisa saya diduga tukang tipu yang sedang melakukan aksi lewat pemberian makanan. Entahlah…saya agak takut disangka begini dan disangka begitu. Jadi untuk amannya ya…makanan itu akhirnya tidak saya tawarkan. Padahal , barangkali itu hanya perasaan saya saja ya?.

Perbuatan dua orang tourist itu memberi saya inspirasi baru. Barangkali  akan coba saya contek  di kemudian hari, jika kebetulan saya mengalami hal yang sama…

 

 

 

i

Bali: Mampir Di Pusat Pendidikan Dan Konservasi Penyu di Pulau Serangan.

Standard
Turtle Conservation & Education Center, Pulau Serangan,  Bali

Turtle Conservation & Education Center, Pulau Serangan, Bali

Mengisi siang yang panas, adik saya mengajak bermain ke Pulau Serangan. Makan siang di bawah pohon rindang di pulau itu, sambil mengamati tingkah laku seekor burung Kipasan di tepi hutan bakau di sebelah kami. Sehabis makan siang,  kami memutuskan untuk berkeliling pulau.   Di tengah perjalanan, tiba-tiba adik saya bertanya apakah saya mau melihat penyu?  Saya tertarik. Adik saya membelokkan kendaraannya dan mencari tempat parkir di bawah pohon rindang.

Seorang pria yang memperkenalkan namanya sebagai Made Kanten menyapa kami dengan sangat ramah. Ia mengajak kami masuk.

Entah kenapa tiba-tiba saya teringat seorang kolega, drh Ida Bagus Windia Adnyana (panggilannya Gus Win) yang bekerja banyak dalam upaya penyelamatan penyu. Jangan-jangan ia aktif di sini. Benar saja dugaan saya. Pak Made Kanten mengatakan  bahwa Gus Win memang merupakan  ahli penyu yang aktif di Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu itu, namun sayangnya hari itu beliau sedang tidak ada di sana. “Besok beliau pasti ke sini, Bu” jelas Pak Made Kanten. Sayapun mencoba menghubungi Gus Win untuk  sekedar menyapa  halo dan mengabarkan bahwa saya sedang pulang ke Bali dan mampir di Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu itu. Gus Win mengatakan bahwa saat itu sedang ada acara di  tempat seorang kolega yang lain di Denpasar dan mempersilakan saya melihat-lihat di sana.

Pak Made Kanten dari Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu, Serangan Bali

Pak Made Kanten dari Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu, Serangan Bali

Kami  berbincang-bincang tentang tempat itu.  Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu yang saat ini dipimpin oleh  Bapak Wayan Griya ini dibuka tahun 2005, diprakarsai oleh Desa Adat Serangan dan pada awalnya dibantu oleh WWF  dalam upaya untuk menyelamatkan penyu-penyu dari kepunahan.

Pada tahun-tahun itu dan sebelumnya, banyak penyu ditangkap oleh penduduk  dan telornya diambil untuk dimasak. Hal ini membuat penyu menjadi semakin berkurang. Selain itu rusaknya habitat penyu akibat pembangunan hotel-hotel dan tempat pariwisata juga ikut semakin mempercepat penurunan populasi penyu.

Pak Made Kanten juga menjelaskan, terutama pada saat daerah pantai di sekitar sana direklamasi, populasi penyu benar-benar berkurang. “Sekarang sudah agak membaik. Selain karena berhasilnya upaya penangkaran penyu dan pelepasan tukik-tukik kembali ke laut, juga  karena sekarang pasirnya sudah mulai lebih alami. Sehingga penyu sudah mulai bisa bertelor kembali” jelasnya.

Saat ini Penyu adalah hewan yang dilindungi undang-undang baik di negara kita maupun di negara lain.

Kegiatan apa saja yang dilakukan di Pusat Pendidikan & Konservasi Penyu di Pulau Serangan?

Bak pasir tempat penetasan telor penyu

Bak pasir tempat penetasan telor penyu

Sesuai dengan namanya, kegiatan utama di tempat ini adalah melakukan konservasi alias upaya penyelamatan dan penjagaan penyu agar terhindar dari kepunahan. Kegiatan itu antara lain dengan relokasi dan penyelamatan sarang penyu, yakni upaya mengambil telor-telor penyu di pantai umum agar tehindar dari pencurian, lalu ditetaskan di tempat konservasi dan dilepaskan kembali ke laut.

Di alam, dari ratusan butir telor yang dihasilkan oleh seekor penyu, hanya sekitar belasan anak penyu (tukik) yang bisa menetas dan  selamat hingga ke laut. Tentu saja karena faktor alam, gangguan manusia, ataupun pemangsa alami seperti burung, kepiting, ataupun ular  memangsa anak penyu ini sebelum mampu hidup dengan baik di laut.

Di tempat  konservasi, angka penetasan meningkat jauh, dan tentunya dengan pengawalan petugas konservasi, tukik-tukik ini akan lebih banyak yang bisa selamat pada saat dilepaskan kembali ke laut. “Sekali bertelor jumlahnya bisa sekitar 130-15o butir. Biasanya kami split menjadi 2 lokasi penetasan untuk meningkatkan rate penetasannya. Telor penyu menetas dalam waktu 45-50 hari” Jelas pak Made Kanten. Hatch Rates penyu di penangkaran itu sekitar 40-60%. Hampir semuanya dilepaskan kembali ke laut paling lambat pada saat berumur 6 bulan. Hanya 1-2 ekor yang dipelihara di sana untuk keperluan pendidikan dan penelitian.

Selain kegiatan penetasan dan penangkaran, pusat konservasi ini juga menampung para mahasiswa atau peneliti yang ingin melakukan penelitian tentang penyu dan juga memberikan training dan latihan serta penyuluhan tentang penyelamatan penyu.

Jenis-jenis Penyu Di Indonesia

Anak penyu hijau yang mentas tanggal 28  December 2013

Anak penyu hijau yang mentas tanggal 28 December 2013

Ada 7 jenis penyu di dunia ini. Dan sangat beruntungnya kita, 6 diantaranya hidup di negara kita Indonesia.

Ke enam jenis penyu itu adalah Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea),  Penyu  Hijau (Chelonia mydas), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Pipih (Natator depressus) dan Penyu Tempayan (Caretta caretta). Hanya jenis penyu Kemp;’s Ridley (Lepidochelys kempi) yang tidak ada di perairan kita.

Penyu Belimbing, atau Leatherback Turtle (Demochelys coriacea) adalah penyu yang dianggap paling terancam kepunahan pada saat ini.  Tempurungnya  tanpa memiliki sisik, memiliki 5 bukit   mirip belimbing. Itulah sebabnya mengapa disebut Penyu Belimbing.

Penyu Hijau alias Green Turtle (Chelonia mydas), juga digolongkan ke dalam kategori terancam punah.  Walaupun namanya Penyu Hijau, jangan berharap melihat penyu ini berwarna hijau dalam keadan hidup-hidup. Tempurungnya tetap saja berwarna coklat. Karena nama  hijau itu diambil dari warna lemaknya yang berwarna hijau. Penyu ini memiliki sisik besar yang jumlahnya 4 pasang tidak saling bertumpuk. Tidak punya sisik di depan matanya.

Seekor Penyu Sisik (Hawksbill Turtle) yang cacat kehilangan satu siripnya dan rusak kerapasnya akibat kena baling-baling perahu motor.

Seekor Penyu Sisik (Hawksbill Turtle) yang cacat kehilangan satu siripnya dan rusak kerapasnya akibat kena baling-baling perahu motor.

Saya melihat ada beberapa ekor Penyu Hijau di kolam penangkaran. Terlihat sehat dan lincah. Mungkin sebagian teman-temannya sudah dilepaskan ke laut.

Penyu Sisik alias Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata), diberi nama demikian karena paruhnya mirip paruh burung elang. Penyu ini statusnya nyaris sama dengan si Penyu Belimbing. Sangat terancam punah.

Penyu Sisik juga memiliki 4 pasang sisik costal namun terlihat lebih tebal dan saling bertumpuk.  Saya melihat ke arah penyu-penyu itu.

Ada seekor penyu yang kelihatannya cacat. Sirip depannya tidak ada. Dan karapasnya kelihatan sobek-sobek. “Itu didapat dari nelayan yang menyerahkan penyu itu ke sini untuk diselamatkan. Kemungkinan besar dia cacat karena kena baling-baling kapal” kata Pak Made Kanten.

Saya melihat dengan trenyuh Penyu Sisik yang tampak tenang dan berusaha berenang perlahan di kolam itu.  Di satu sisi sangat senang juga mendengar cerita Pak Made Kanten, bahwa kesadaran masyarakat saat ini sudah sangat jauh meningkat dalam upaya penyelamatan penyu, sehingga jika ada penyu yang terluka dan tak berdaya ditemukan oleh nelayan, kerap diserahkan ke pusat penangkaran juga.

Penyu Lekang

Penyu Lekang

Penyu  Lekang alias Olive Ridley Turtle (Lepidochelys olivacea), statusnya juga terancam punah saat ini. Namun menurut Pak Made Kanten, jenis penyu ini yang paling sering ditemukan bertelor di pantai-pantai pulau Bali.  Jadi populasinya yang paling lumayan banyak dibandingkan jenis penyu-penyu yang lain.

Penyu Lekang, mempunyai 6 pasang sisik costal/mungkin lebih. Warnanya kelabu dan bentuknya lebih bulat dibanding penyu lain.

Saat saya di sana, saya hanye melihat 3 jenis penyu di sana yakni Penyu Hijau, Penyu Sisik dan Penyu Lekang.

Selain itu sebenarnya masih ada jenis penyu lain di perairan Indonesia yakni Penyu Pipih alias Flatback Turtle (Natator depressor). Dinamakan demikian tentu karena punggungnya yang pipih. Jenis penyu ini memiliki 4 pasang sisik costal dan warnanya kelabu. Dan yang satunya lagi adalah Penyu Tempayan alias Loggerhead Turtle (Caretta caretta) yang memiliki 5 pasang sisik costal, warna tempurungnya coklat kemerahan.

 

Ada pepatah yang mengatakan bahwa “Penyu betina, dimanapun ia lahir, maka ke sanalah ia akan pulang untuk bertelor” kisah Pak Made Kanten.  Menurutnya, usaha penangkaran dan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melestarikan penyu sudah cukup berhasil. Terbukti dengan meningkatnya kembali  jumlah penyu yang mendarat dan bertelor di beberapa pantai di Bali belakangan ini. “Dulu sempat susah sekali.Sekarang kita sudah bisa menemukan penyu bertelor kembali walaupun jumlahnya masih sedikit”.  Jenis penyu hijau hanya 1 sarang di Candi dasa. Penyu Lekang meningkat menjadi 300 sarang ditemukan tahun ini, antara lain di Perancak, Kedonganan, Sanur, Pantai Saba  dan sebagainya selain di Serangan sendiri. Musim bertelor adalah April- Oktober.

Penyakit yang paling banyak diderita oleh penyu saat ini umumnya adalah gangguan pernafasan. Namun diluar banyak juga ditemukan penyu yang tersedak oleh sampah plastik. Perbaikan kebersihan lingkungan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kelestarian penyu.

Saat ini Pusat Konservasi ini menggantungkan dana dari  donasi serta sumbangan sukarela pengunjung yang datang ke tempat itu.

Saya sangat salut dengan upaya yang dilakukan oleh pihak desa Adat Serangan dan WWF serta masyarakat dan akademisi untuk membantu penyelamatan penyu dari kepunahan.

 

 

 

.

Pilih Pilih Bekul, Yang Didapat Buah Bidara.

Standard

Buah Bekul (Bidara) 1Jika kita mendengarkan percakapan orang tua di Bali, terkadang kita mendengar ada pepatah “Pilih pilih bekul, patuh dogen ane bakat” terselip. (terjemahannya: Pilih-pilih buah bekul, sama saja yang didapat).  Atau kadang-kadang  pepatahnya  menjadi agak lebih lengkap ” Pilih-pilih bekul, bakat buah bangiang“. (terjemahannya: pilih-pilih buah bekul, yang didapat malah buah bangiang).Kedua pepatah itu mengandung kiasan yang sama yakni ” Terlalu pemilih, toh akhirnya yang didapat sama saja buruknya, atau malah lebih buruk lagi”.

Itu adalah nasihat orang tua, agar kadang-kadang kita jangan terlalu banyak membuang waktu untuk memilih jika yang dipilih kurang lebih sama kwalitasnya.  Toh bedanya tidak terlalu jauh. Konon bekul (buah bekul) itu kurang lebih sama saja satu sama lain, jadi yang manapun yang kita pilih…ya..kurang lebih samalah rasanya. Itulah sebabnya, percuma saja membuang waktu terlalu lama untuk memilih, toh ujung-ujungnya yang didapat sama saja.  Don’t be too picky!

Buah Bekul (Bidara) 2Kadang-kadang bahkan jika kita terlalu ‘picky’ malah bisa saja yang didapat justru buah bangiang, yang lebih buruk lagi dari yang diharapkan.

Saya sudah sangat paham akan maksud pepatah itu sejak kecil. Sehingga jika ada tetua atau kakak yang mengucapkan pepatah itu, saya tidak akan berani lagi membuang-buang waktu untuk memilih. Harus cepat mengambil keputusan. Tanpa ba bi bu lagi, dengan cepat segera ambil satu dan tak berani menoleh atau berpikir lagi.  Namun masalahnya adalah, saya tidak tahu yang manakah yang dimaksud dengan buah bekul atau buah bangiang itu.  Dua duanya saya tidak tahu.Saya belum pernah melihatnya, hingga siang itu di Lagoon BTDC Nusa Dua.

Saat sedang melihat-lihat burung di hutan mangrove di tepi Lagoon, pandangan saya tertumbuk pada sebuah semak mirip pohon apel, namun berduri. Daun dan batangnya mirip apel, demikian juga buahnya. Mirip apel kecil-kecil. Rasanya saya pernah melihat buah sejenis itu dijajakan di pinggir jalan di Hanoi. Ah! Tapi apa mungkin ya, buah yang sama? Saya mencoba menepis rasa sok tahu saya. Lalu sayapun bergumam “ Pohon apa ini ya?“. Saya tidak berhasil mengidentifikasinya.

Buah Bekul (Bidara) 3“Pohon bekul!” kata adik saya. Hah?! Jawaban adik saya membuat saya terperanjat. Bagaimana ia bisa lebih tahu tentang tanaman liar dibanding saya? Agak aneh. Biasanya saya yang lebih tahu. Saya merasa saya lebih penjelajah alam liar dibanding adik saya. “Ya! Tapi itu waktu kita kecil di Bangli. Saya kurang menjelajah waktu kecil. Tapi setelah di Denpasar, saya menjelajah lebih banyak. Dan karena pohon ini lebih banyak hidup di Badung, Kuta, dan sepanjang Jimbaran, jadi saya lebih tahu” kata adik saya. Saya pikir ia ada benarnya juga.  Buktinya ia yakin sekali akan pohon itu. “Kalau gitu bisa dimakan dong buahnya?”tanya saya.   “Bisa. Coba aja!” katanya. “Nggak mau ah! Takut mati” kata saya.

Rasanya agak kurang manis. Sepet dan agak asem. Makanya ada pepatah ‘pilih-pilih bekul’. Yang manapun yang dipilih ya..rasanya tetap begini. Mau yang muda tau yang tua , rasanya mirip-miriplah” katanya. Adik sayapun memetik  sebuah lalu menggigitnya. Saya menunggu,melihat dan memastikan tidak terjadi apa-apa pada adik saya. Melihat ia tenang-tenang saja, akhirnya sayapun ikut memetik sebuah dan memakannya.

Memang benar, rasanya agak asem dan sepet. Lumayan juga sih dimakan di siang hari yang terik. Enaknya mungkin dirujak ya.

Buah Bekul (Bidara) 4Sepulang dari lagoon maka sayapun mulai melakukan searching di internet dan ketemu bahwa buah bekul ini memang umum dimakan. Nama lainnya adalah Chinee Apple, Indian Plum, Jujube  (Ziziphus mauritania). Dan saya baru nyadar,banyak juga buah bekul yang dikeringkan dijual di negara negara lain dan kadang-kadang saya memang memakan dan membelinya. Tapi asli, saya sungguh tidak tahu namanya sebelumnya. Paling banter ada pedagang  yang pernah bilang itu  small plum. Dan rupanya bahasa Indonesianya adalah Bidara. Ya ampuuun! Saya sering mendengar nama Bidara, tapi malah tidak tahu kalau pohon Bekul itu sama dengan pohon Bidara.

Nah, sekarang  setelah melihat sendiri pohonnya dan juga mendapatkan informasi dari adik saya dan  Wiki, bertambahlah pengetahuan saya hari ini.

Pilih pilih buah Bekul, eeh..ketemunya buah Bidara!.  Sama saja!.

 

Bali: Masih Di Lagoon BTDC Nusa Dua.

Standard

Burung Bangau PutihMasih berada di Lagoon BTDC, pusat pengolahan daur ulang  limbah cair dari hotel-hotel dan resort  di Nusa Dua yang indah dan penuh burung itu, saya mulai berjalan ke arah kolam yang lebih jauh. Ingin tahu ada apa di sana. Sangat penasaran, karena dari arah hutan bakau di pinggirnya saya mendengar nyanyian burung-burung beraneka ragam. Bukan saja burung-burung air, namun juga jenis burung-burung penghuni pohon dan semak.Suaranya bercampur aduk. Setidaknya saya mengenali kicauan burung Kipasan, burung Tekukur, burung Prenjak, burung Madu dan burung Cerukcuk dari kejauhan. Sayapun berjalan. Bau limbah terasa lebih kuat, namun masih dalam batas yang bisa diterima oleh hidung saya.

Sementara bau limbah tercium lebih menyengat,anehnya di sini burung-burung air mulai berkurang. Semakin jauh semakin tidak ada. Hanya ada beberapa ekor yang bertengger di pucuk-pucuk pohon di pulau-pulau di tengah lagoon. Barangkali beristirahat atau mungkin bersarang di sana. Tidak ada seekorpun yang terbang melayang-layang atau menyambar nyambar ikan di permukaan air. Mengapa ya? Saya menduga, karena kolam ini mengandung air yang masih kotor, sehingga ikan-ikan belum bisa hidup di sini. Karena ikan tidak hidup, maka burungpun tidak tertarik datang. Walaupun demikian, saya tertarik untuk menjelajah hutan bakau di sekelilingnya. Sayapun memberi kode kepada adik saya agar ia menyusul saya ke sana.

Burung Punai Kecil (Treron sp).

Burung PunaiSangat menyenangkan bisa melihat jenis burung mirip merpati yang berwarna hijau ini masih berkeliaran bebas di alam.  Walaupun jumlahnya lumayan banyak, sayang sekali, karena warnanya yang hijau sangat mirip dengan warna daun,agak susah bagi kita untuk melihatnya dengan mudah. Untungnya,adik bungsu saya memiliki mata yang terlatih dan awas, sehingga saya bisa terbantu untuk menemukannya.

Sebelumnya saya sempat berpikir, bahwa jenis burung yang banyak saya jumpai di sekitar hutan-hutan pegunungan di Kintamani itu sekarang sudah mulai punah. Ternyata tidak juga. Rupanya masih banyak  juga yang berkeliaran di beberapa tempat. Melihatnya sungguh membuat saya merasa terharu.

Salah satunya adalah apa yang berhasil tertangkap oleh kamera saya sedang nongkrong di puncah pohon bakau. Sepertinya itu adalah burung Punai betina yang berukuran kecil. Warnanya lebih hijau dari jantannya. Seluruh tubuhnya berwarna hijau pupus. Ada sedikit warna kelabu di mahkota dan bagian belakang lehernya. Tepi sayapnya memiliki warna hijau muda dan garis hitam. Matanya berwarna hitam.Demikian juga paruhnya. Kakinya berwarna merah.Bagian bawah ekornya agak sedikit gelap.

Burung Pelatuk Kecil/Caladi Tilik ( Dendrocopos moluccensis)

Burung Caladi TilikKarena di tengah mangrove tampak ada sebatang pohon mati, maka mata sayapun mengarah ke sana dan tertumbuk pada pemandangan seekor burung pelatuk/woodpecker sedang sibuk mengais-ngais serangga di batang pohon mati itu.

Ini adalah jenis burung pelatuk kecil yang sama yang umum saya temukan sedang mengais-ngais serangga di pohon mati di pinggir kali belakang rumah saya di Bintaro. Biasanya ia mencari makan berpasang-pasangan atau kadang bersama rombongannya yang terdiri dari 3-4 ekor.

Ukurannya sangat kecil. Warnanya belang coklat gelap dan putih. yang menarik adalah bagian kepalanya yang berwarna putih dengan belang coklat pada bagian mahkotanya, membuat burung pelatuk ini menjadi terlihat seperti sedang memakai topi.

Burung Srigunting Hitam /Black Drongo (Dicrurus macrocercus).

Burung Srigunting HitamBurung ini saya lihat di kejauhan, sehingga lensa kamera saya tidak mampu mencapainya dengan baik. Ia bertengger di sebuah cabang pohon yang tumbuh di atas pulau kecil di tengah lagoon nun jauh di sana. Namun karena saya sangat jarang berhasil melihat burung ini, walaupun jauh tetap saja saya coba ambil fotonya.

Warna burung ini hitam secara kesuluran.Mulai dari mahkota,kepala, leher, dada, punggung, sayap,ekor semuanya berwrna hitam. Demikian juga dengan paruh, mata dan kakinya. Semuanya hitam.

Yang menarik adalah bentuk ekornya yang panjang dan menyilang sangat mirip dengan bentuk gunting. Bahkan dari jarak jauhpun ekor guningnya terlihat sangat jelas. Itulah sebabnya mengapa burung ini disebut dengan nama Sri Gunting. Walaupun ukurannya relatif kecil, namun burung ini termasuk aggresive. Makanannya adalah serangga, seperti capung, belalang, dan sebagainya. senang melihatnya masih exist di Lagoon.

Burung Madu Kelapa (Anthreptes malacensis).

Burung MaduBurung Madu atau Sun Birds juga terlihat sangat umum di hutan mangrove di tepi Lagoon.  Saya sangat sering melihatnya langsung maupun hanya sekedar mendengar suaranya yang bercerecet di pohon-pohon di sekitar lagoon itu. Kelihatannya ada jenis burung Madu Sriganti dan ada juga jenis burung madu kelapa yang berseliweran di situ.

Burung Madu Sriganti yang jantan memiliki warna kuning yang lebih cerah dari betinanya. Selain itu juga memiliki leher yang berwana biru metalik.

Burung Madu Kelapa hampir serupa dengan burung Madu Sriganti. Hanya saja warna metalik lehernya lebih bervariasi, mulai dari hijau hingga ungu metalik. yang terlihat di gambar ini adalah Burung Madu kelapa.Walaupun gambarnya terlihat kecil dan warna lehernya hanya metalik gelap, namun jika kita perbesar terlihat bahwa lehernya sebenanrnya berwrna ungu metalik.

Burung Cabe ( Dicaeum trochileum)

Burung CabeDimana ada burung Madu,sangat kerap kita juga menemukan Burung Cabe di sekitarnya. Setidaknya itu yang saya perhatikan. Demikian juga ketika berdiri di tepi hutang mangrove dekat lagoon ini. Karena saya melihat sedemikian banyaknya burung Madu terbang berseliweran, maka sayapun merasa pasti sebentar lagi tentu akan ada burung cabe yang akan lewat.  Dan benar saja,ketika saya berteduh sebentar di bawah pohon beringin, tiba-tiba seekor Burung Cabe hingga di sebuah cabang pohon mati di dekat saya.  barangkali karena ke dua burung ini memang menyukai jenis makanan yang sama, sehingga memilih habitat yang sama.

Warna kepala dan lehernya merah terang di bawah sinar matahari. Sangat kontras dengan warna langit yang biru sebagai backgroudnya. Saya melihatnya dan mengambil beberapa  fotonya, hingga burung itu terbang karena diganggu oleh seekor burung lain yang tidak berhasil saya identifikasi.

Burung Tekukur ( Streptopelia chinensis).

Burung Tekukur di Lagoon BTDCLagoon juga merupakan surga bagi burung tekukur. Populasi burung Tekukur di area ini cukup banyak. Walaupun sangat jelas bahwa burung Tekukur bukanlah pemakan ikan yang melimpah di Lagoon ini, namun seperti halnya dengan Burung Punai yang masih saudara dekatnya, Burung Tekukur memakan buah-buahan serta biji-biji tanaman yang banyak tumbuh di sekitar lagoon ataupun di pulau-pulau kecil di tengah Lagoon.

Tek kuk kuurrrr, tek kukkk kuuurrrr, dan seterusnya berulang-ulang, suaranya terdengar sangat damai di pagi hari itu. karena jumlahnya cukupbanayak dan sudah sering juga melihatnya di tempat lain,maka saya tidak terlalu antusias untuk mengambail gambarnya lagi.

Sebenarnya masih ada jenis burung Columbideae yang berhabitat di hutan mangrove itu. Sayang memang tidak semuanya sempat saya potret. Setidaknya saya sempat melihat burung Punai yang berukuran lebih besar, lalu juga burung Dederuk Merah.

Burung Cerukcuk (Pycnonotus goiavier)

Burung CerukcukTerucukan juga merupakan salah satu burung yang sangat mudah  di pulau Bali.Populasinya cukup tinggi. Sama banyaknya dengan Burung Tekukur.

Burung omnivora pemakan serangga dan buah-buahan ini juga mudah kita temukan di Lagoon BTDC.  Suara kicauannya yang merdu, terdengar nyaring dan mengalahkan kicauan burung-burung lain.  Tidak sulit menemukannya di antara cabang-cabang pohon ataupun  pucuk pohon .

warnanya coklat kusam dengan dada putih serta perut belakang berwarna kuning. Yang khas dari burung ini adalah kepalanya yang bergaris coklat dan kadang-kadang ditegakkan ke ats, sehingga terlihat berjambul.

Sebenarnya masih banyak jenis burung lain lagi yang saya lihat berhabitat di Lagoon BTDC ini, seperti misalnya Burung Kipasan, Burung Prenjak, Burung Pipit dan sebagainya. Sayapun melihat ada banyak sarang burung pipit juga di sela-sela tanaman palm,

Intinya, Lagoob BTDC di Nusa Dua Bali ini memang benar-benar tempat yang menyenangkan bagi para burung untuk tinggal. Saya sebagai salah seorang yang punya hobby mengamati burung merasa sangat salut dengan apa yang dilakukan oleh pihak BTDC dalam mengelola limbahnya.  Lingkungan menjadi bersih, hijau, air pun didaur ulang dan dimanfaatkan kembali  seefisien mungkin dan sebagai dampak postive-nya burung-burung pun berdatangan dan dilindungi di sini. Sehingga mereka merasa tetap aman dan senang tinggal di Sanctuary ini.

Sungguh upaya pengelolaan lingkungan yang patut diacungi jempol.

Yuk, kita cintai lingkungan kita dengan lebih baik lagi!