Saya mengantarkan anak saya yang kecil untuk bermain di mall di Bintaro. Sementara menunggu, saya mengobrol dengan si kakak. Suara gamelan Bali terdengar menyentak telinga. . Tergerak oleh rasa kangen akan kampung halaman, maka sayapun mendekat. Ada sebuah panggung kecil dengan dekorasi traditional Bali berdiri di tengah ruangan. Oooh…tempat kursus menari rupanya. Sanggar Dewata.
Seorang pria yang rupanya adalah Guru Tari di sana menyapa saya dengan senyum. Saya bertanya hal-hal ringan seputaran kegiatan kursus tari itu. Lalu menawarkan si kakak untuk belajar menari Bali. Anak saya melihat ke arah anak-anak perempuan yang belajar menari di sana lalu menggeleng. “Aku kan cowo, ma. Masak disuruh menari” elaknya. Saya lalu menjelaskan. “Di Bali, kesenian adalah milik semua orang. Semua orang menari. Mau laki atau perempuan, sama saja. Dan profesi penari traditional merupakan profesi yang sangat dihargai” bujuk saya. Lalu saya menjelaskan bahwa ia bisa belajar tari laki seperti Tari Baris, Tari Jauk atau Tari Topeng dan sebagainya. Jadi tidak harus belajar tarian wanita. Kecuali jika memang nantinya mau jadi Guru Tari. Anak saya tetap tidak tertarik. Baiklah. Sayapun tidak mau memaksa.
Sambil ngobrol, tiba-tiba saya merasa Guru Tari ini mirip wajahnya dengan seorang teman saya. Namanya Made *saya lupa persisnya Made siapa*. Seorang Guru Tari Bali juga, saya kenal sekitar tahun 1995 di daerah Rawa Belong, Jakarta Barat. Saat itu saya pindah dari Bali ke Jakarta. Sambil bekerja, saya mengisi waktu luang saya dengan berlatih menari di sanggarnya itu.
Saya lalu menanyakan namanya ” Nama saya Made” katanya. Hmmm… “Made siapa?” tanya saya kembali. Masalahnya, Made adalah nama sejuta umat kalau di Bali. Tidak memberi makna apa-apa selain hanya nomor urut dalam keluarga.Nama saya juga Made. Sama dong. “Made Sutedja” katanya. Oooh. Wah, masalah berikutnya…saya tidak ingat siapa nama lengkap Bli Made yang saya kenal dulu itu.
Lalu saya menanyakan di mana rumahnya di Bali. Ia menyebut sebuah tempat. Nah, persis!!!. Sama! Besar kemungkinan ia adalah Bli Made teman lama saya dulu. Lalu saya mengingatkan tentang diri saya dan Sanggar Tarinya di daerah Anggrek Cakra di Rawa Belong. Barulah ia ingat akan saya. Tentu saja ia tidak bisa mengenali saya dengan mudah, mengingat perubahan fisik saya yang sudah terlalu jauh dalam rentang waktu nyaris 20 tahun. Wah.. senang sekali. Lalu ia menyarankan saya untuk menari lagi. Melatih badan kembali agar berkeringat dan lebih sehat. Anggap saja olah raga!. O ya ..benar juga ya.
Kebetulan! Kebetulan banget ! Belakangan saya juga merasa kesehatan saya agak terganggu. Kelebihan berat badan dan mulai mengalami keluhan yang tidak menyenangkan. Saya berniat untuk merawat tubuh saya kembali . Mengatur pola makan dan berniat mau ikut fitness. Saya mau sehat.
Nah, sekarang muncul ide untuk menari lagi sebagai pengganti fitnes. Mungkin yang ini lebih menyenangkan buat saya.
Pertama, Fitnes ataupun menari sama-sama membuat saya berkeringat. Bagus untuk membuang sedikit demi sedikit lemak di tubuh saya.
Kedua, menarikan tarian traditional – artinya saya ikut melestarikan kesenian daerah Indonesia. Penting kan?.
Lalu yang ketiga, menari memang salah satu hobby saya – nah karena jika dasarnya memang hobby, jadi kita akan melakukannya dengan senang hati. Hidup saya akan lebih bahagia, ketimbang jika saya melakukan fitnes karena terpaksa. Benar tidak?
“Dulu mama-mu ini penari,lho!. Sering nari di panggung” cerita Bli Made kepada anak saya. Anak saya heran. Tentu sulit baginya untuk membayangkan mamanya yang segendut ini dulunya pernah menari di panggung. Ia ingin tahu lebih detail.
Ya. Dulu! Sebenarnya bukan penari profesional yang dibayar sih. Hanya penari amatiran. Tapi seperti halnya kebanyakan wanita di Bali, saya memang belajar menari dan mulai nenari di Pura-Pura/ panggung sejak umur 5 tahun. Karena wajib. Tentu saja tanpa bayaran. Tapi lebih bersifat “Ngayah” (mengabdi, menyumbangkan tarian untuk upacara atau untuk kepentingan masyarakat).
Guru Tari pertama saya adalah almarhumah Ni Ketut Sudiari, adik ibu saya yang memang terkenal sebagai penari yang bagus di jamannya. Lalu Bapak saya mulai mendatangkan Guru Tari serius untuk mengajar kami anak-anaknya. Guru Tari saya itu berasal dari Tampaksiring, Gianyar – bernama I Wayan Gatri . Pak Wayan Gatri tinggal di rumah kami beberapa bulan untuk mengajar kami menari. Bapak Wayan Gatri ini juga merupakan menantu dari penari kawakan bapak I Made Pasek Tempo, yang sangat terkenal di jamannya, bukan hanya di Bali namun hingga ke Jerman. Sangat kebetulan karena Pak Made Pasek Tempo ini masih satu klan dengan Bapak saya (keluarga Pasek Kayu Selem), maka Pak Made Pasek Tempo juga sering datang berkunjung ke rumah. Ssesekali ikut mengawasi kami berlatih menari. Mengenang itu semua, saya jadi ingin menyampaikan hormat saya yang sebesar-besarnya kepada guru-guru saya itu – dimanapun kini beliau berada.
Mendengar itu, anak saya mulai percaya bahwa dulu saya memang pernah bisa menari. Sekarang? Apakah mama masih bisa menari? Yaah… sudah lupa lah. Wong namanya sudah nyaris 20 tahun tak pernah menari lagi.
Barangkali tahun 1995 itulah terakhir kali saya manggung. Kalau tidak salah ingat di Hotel Sahid. Entah acara apa.Saya lupa. Anak saya terkikik geli membayangkan bagaimana saya yang segendut ini nantinya akan menari di panggung. Lah…menari kan tidak harus untuk manggung! Menari untuk menjaga kesehatan kan bisa juga. Usia jangan dijadikan halangan. Yang penting tetap semangat!.
Saya lalu ikut nimbrung ke panggung kecil itu dan kembali belajar menari lagi. Dengan ditonton anak-anak saya. Lumayan melelahkan. Karena sekarang semua otot tubuh terpaksa bergerak. Jari kaki, jari tangan, otot betis, otot paha, dengkul, pantat, pinggang, dada, lengan, tangan, kepala, dagu dan bahkan hingga ke otot mata. Keringat sayapun mengucur seperti habis mandi. Semoga lebih sehat!
Waaaah,semoga konsisten dan terus bisa menari ya Mba Made.
Seru deh bisa nari lagi. Saya sih juga akan lebih memilih menari dibandingkan fitness. Hihihi.. 😀
LikeLiked by 1 person
badan saya terlalu kaku untuk bisa menari 😀
LikeLike
wah iya bagus tuh.. selain sekalian olahraga juga karena emang hobby ya.. pasti ngejalaninnya lebih seneng 🙂
LikeLike
kalau hobby, jeda cukup lama tak masalah ya Bu, apa lagi niatnya untuk menyehatkan badan.
kalau saya memilih tetap bersepeda aja, nari kayak robot kayaknya 🙂
LikeLike
eh iya lho, dari yang pernah saya tahu, menari itu menguras energi. padahal kayaknya gerakan lemah gemulai (tarian jawa) gitu.
saya juga berencana untuk memasukkan si bungsu ke sanggar tari, saat usianya nanti 5 tahunan . (ini edisi “balas dendam” karena saya dulu waktu kecil dilarang belajar menari oleh orang tua saya)
LikeLike
Sudah Sah sebagai orang Bali nih Bu … hahaha
Saya selalu kagum pada masyarakat Bali …
Jiwa berkesenian mereka sangat luar biasa … Seni apa saja … entah Suara, Tari, Rupa dan sebagainya …
Dan saya setuju … rasanya menari itu bisa melenturkan badan … juga menyehatkan … apa lagi tari Bali … yang membutuhkan gerak badan dan pose badan yang rumit …
Salam saya Bu Sri
(10/3 : 1)
(ya … kunjungan blog walking yang pertama untuk hari ini …)
LikeLike
Kalo liat pose menarinya, dikau jelas bukan kelasnya penari bali amatiran Made, guru tarinya keren keren, anak anak pasti berbakat seperti emak’e 🙂
LikeLike
Ngigel napi to mbok… hihihi saya mah udah lama juga ngak pernah nari mbok..sejak SMU kelas 2 ngak nari lagi…hahaha paling kalau odalan ngigelang keris dogen hihii
LikeLike
Seru Mbak… ttp semangat menari, biar sehat dan budaya tetap lestari
LikeLike
wah .. seneng ya mbak bisa belajar menari lagi jadi pengen juga 🙂
LikeLike
Mbak, tanya nih, apakah setiap gadis Bali bisa menari seperti Mbak ini?
Rupanya Mbak pernah pentas di panggung juga. Salut saya Mbak.
Saya nih orang Sunda yang tercerabut dari akar budayanya. Terus terang bicara Sunda saya saja sudah gak benar semua kalau ditinjau dari sudut tata bahasa Sunda.
Boleh tanya murid2 SD atau SMP di Jawa Barat. Tanya yg murid orang Sunda asli saja. Pelajaran apa yang paling sulit. Pasti pelajaran bahasa Sunda menempati urutan kedua pelajaran tersulit setelaj matematika…
Ah maaf keanjangan komentarnya Mbak.
Selamat menari kembali…
LikeLike
aku seneng kalau lihat orang lagi menari mbak. tubuh bergerak semua, kalori pun terbakar 😀
LikeLike
sip mbok! smg Andre jadi tergoda untuk ikut menari…. 😀
LikeLike
Tangannya masih keliatan luwes kok Mbak.
Jadi ingat seorang teman yang pintar menari Bali, setelah jarang menari di panggung, dia suka menari sendiri di rumah sampai berkeringat. Katanya sekalian berolah raga.
LikeLike
Bener2 sehat kalau bisa menari bali. Tariannya rancak dan menguras tenaga
LikeLike
hebat mbak bisa menari, gak kay asaya yang kaya robot hehehe
LikeLike
Yeaayyy! Akhirnya ada foto mbak Dani…! Lagi nari pulaaaa! 🙂
Aku nggak pernah nari, mbak. Badanku ini kakuuuu! 🙂
LikeLike
Pilihan tepat, Mbak. Menari sebagai pengganti fitness 🙂
LikeLike
Keluwesan penari tetap melekat di bahasa tubuh Jeng Dani yang dikaruniai dan mengasah kecerdasan kinestetik. Salam hangat
LikeLike
AIh Mbak, rupanya pandai menari juga…
Saya jadi teringat waktu dulu sekolah di SMPN 1, Sukabumi. Kalau ada acara di sekolah, suka ada anak gadis yang selalu manggung membawakan tari Bali. Dia keturunan Bali juga yang tinggal di Sukabumi.
Sampai sekarang saya belum bertemu lagi dengan dia. Entah dimana…
Salam,
LikeLike
Slm knl dgn mba….aqu jg dl prnah ikut les tari bali dr tk smpe smp, sanggar tari bali qu ida ayu….slpas sma dan smpe skrg….keinginan kmbli menari trs memacu, tp trs terang apa ada tmpt buat kursus lg, sdngkn usia qu sdh kepala 4 tp keinginan menari tdk bs aqu hlngkan….smpe ktika aqu tnggl d biak ppua….wkt itu ada ksenian khas ppua dan ada selinganx ksenian bali…aqu berkhayal andai aqu bs mnari kmbli….senengx aqu….buat mba trs smngat ya…..
LikeLike
Salam kenal mba..apa boleh minta rekomendasi untuk les tari bali-nya? domisili saya di jakarta pusat. Waktu kecil saya juga pernah belajar tari bali dan sekarang tertarik untuk belajar kembali. Mungkin bisa bareng dengan putri saya…terima kasih sebelumnya ya mba.
LikeLike
Semoga tari bali semakin terkenal dan selalu mejadi kebanggaan
LikeLike
Anak sya kiper boLa ..tpi skrang minat menari anak cowo ..kiper body dapet ..sudah bisa menari cokek d sanggar tari paduraksa ciputat ..gurunya bernama pak azis ..dia minat menari jawa dan bali ..apa salah anak bola k nari ..dia jatuh hati sma dunia seni dan cita2inggin melestarikan budaya ..yg pelan2mulai hilanh
LikeLike
Alamat sanggar tari bali dmana y..beli
LikeLike