Jangan Berhenti Belajar..

Standard

Bulan Desember tahun ini  saya memiliki liburan yang panjang. Memberikan kesempatan yang sangat baik bagi saya untuk melakukan hal-hal yang ingin saya lakukan sejak lama. Pertama, pasti menikmati peran sebagai ibu dari 2 anak laki-laki yang sedang tumbuh besar,  lalu pergi ke salon buat merawat diri, merawat tanaman, memasak makanan kesukaan,  pergi ke pasar, pergi ke toko buku , dsb hingga membuat personal blog.  Dan tidak lupa saya memasukkan kegiatan  menambah ilmu apa saja yang berkaitan dengan bisnis, belajar nyetir lagi dan belajar desain grafis ke dalam daftar rencana saya.

Begitu hari pertama libur datang, saya segera melaksanakan rencana saya  sesuai list tersebut. Tiap kali usai melakukan satu kegiatan, saya segera centrang agar saya bisa memfokuskan diri pada rencana kegiatan berikutnya dengan disiplin.  Habis mengikuti business conference saya centrang. Habis mengikuti training business coach saya centrang lagi. Demikian seterusnya. Hingga tibalah pada daftar dimana sekarang  saatnya saya harus mulai belajar menyetir lagi.

Menyetir kendaraan merupakan kelemahan saya selama ini.  Belasan tahun nyaris tak pernah menyetir lagi, membuat saya tak memiliki kepercayaan diri lagi membawa kendaraan.  Terlebih  jika melihat kondisi lalu lintas di Jakarta yang penuh kendaraan motor bersliweran sekarang ini, menambah kegamangan hati saya. Tapi bulan ini saya sudah bertekad harus berani menyetir lagi. Saya tak mau selalu menggantungkan diri saya pada supir. Saya harus mengalahkan perasaan takut saya. Harus  mengembalikan kepercayaan diri saya di jalan raya!.Bagaimanapun caranya. Harus! Harus! Dan harus!. Memikirkan itu, maka saya memutuskan untuk datang ke salah satu sekolah menyetir mobil di bilangan Bintaro, agar dekat dari rumah.

Saat saya datang ke kantor sekolah itu, dua orang penjaga counternya segera berdiri dari duduknya menyambut saya dengan ramah dan mempersilakan saya duduk. Dengan muka berseri seri, salah seorang darinya menyodorkan saya list program, hari, guru, paket peserta – apakah ingin private sendiri atau oke dengan paket bersama peserta lain dan termasuk harganya masing-masing. Setelah melihat list, jenis mobilnya serta harga dan timingnya, saya lalu menyetujui untuk mengambil salah satu paketnya. Sang penjaga counter terlihat senang karena pagi-pagi sudah berhasil mendapatkan klien baru. Segera ia mengeluarkan form dan mengisinya .

Siapa Bu, nama putranya yang akan belajar nyetir? “ tanyanya. Semula saya agak terperangah mendengar pertanyaannya, sehingga ia menegaskannya kembali dengan kalimat lain.

Ini putranya kan ya Bu, yang mau belajar nyetir?” tanyanya dengan polos dan tetap ramah. Lho? Wah, ini salah menebak pasti, bathin saya.

Bukan, Mbaaak… saya yang mau belajar menyetir” Jawab saya kemudian sambil tersenyum.

Ooh.. maaf, Bu. Kirain…” Katanya tersipu-sipu. Lalu segera menanyakan data pribadi saya dan mengisi formulir dengan cepat serta meminta saya membubuhkan tanda tangan di sana.  Saya melakukan pembayaran dan mulai hari itu saya langsung belajar menyetir dan setelah 6 jam pelajaran dalam 4x pertemuan dengan guru saya, saya lalu dinyatakan lulus. Lumayanlah. Sekarang saya mulai pede menyetir lagi. Paling tidak untuk pergi ke pasar atau ke salon yang dekat. Tidak lupa saya centrang lagi rencana kegiatan dalam daftar saya itu.

Usai  menamatkan sekolah menyetir, saya lalu mencari informasi untuk belajar desain grafis. Kenapa desain grafis? Karena sejak kecil saya sangat suka menggambar & melukis. Bertahun-tahun bekerja dengan rekan Graphic Designer di kantor membuat saya gatal pengen juga memiliki kemampuan seperti itu. Tentu saja bukan untuk bersaing dengannya atau mengkudeta  posisinya, namun untuk menyalurkan hobby saya menggambar. Sejak dulu pengen belajar, namun karena kesibukan baik di kantor maupun di rumah, keinginan itu belum pernah kesampaian. Nah sekaranglah saatnya.

Karena tidak tahu tempatnya, pertama saya search di internet terbih dahulu. Tidak saya temukan kursus Graphic Design di daerah Bintaro. Adanya di Kramat Jati. Weh..jauh!.  Lalu saya memutuskan untuk menelusuri jalanan di Bintaro untuk  melihat lihat papan reklame di pinggir jalan, barangkali ada yang memasang pengumuman menerima murid untuk belajar desain grafis. Usaha saya juga tidak membuahkan hasil. Terakhir saya coba masuk ke tempat-tempat kursus biasa. Ternyata banyak diantaranya yang menyediakan jasa kursus computer & Graphic Design walaupun di papan reklamenya tidak ada. Hampir sama dengan di tempat kursus mengemudi, saya langsung dberi penjelasan mengenai paketnya ( programnya apa saja, berapa kali pertemuan, berapa jam dan berapa biayanya) dan lalu saya setuju. Mengingat sebentar lagi libur Natal dan Tahun Baru, petugas administrasi lalu  mengatur  schedule  kursusnya .

Memang putranya  libur sampai kapan ,Bu?”  tanyanya sambil membuka buka kalender. Seketika saya menyadari arah pertanyaannya. Pasti disangkanya saya sedang mendaftarkan kursus buat anak saya. Bukan buat saya sendiri.

Kenapa menanyakan sampai kapan anak saya libur?” Tanya saya sambil tertawa geli.

Loh? Yang mau kursus?” tanyanya sambil heran, sambil memandang saya dengan tatapan tidak yakin.  Saya lalu menjelaskan bahwa yang mau belajar grafis adalah saya, bukan anak saya.  Si Mbak petugas lalu meminta maaf sambil membela diri” Soalnya, yang biasanya ngambil kursus kan anak-anak sekolah atau mahasiswa, Bu..” katanya. Saya jadi ikut tertawa geli  mendengarnya. Namun sempat membuat saya merenung juga. Apakah saya terlalu tua untuk  belajar? Mengapa wanita, atau ibu-ibu , atau orang  seumur saya tidak banyak yang mau belajar menyetir  maupun  menggambar grafis, sehingga membuat saya menjadi aneh kalau mulai belajar di usia ini? Apanya yang salah?

Dua kejadian itu menunjukkan dengan jelas bahwa saya memang dianggap terlalu tua untuk belajar (mengambil kursus). Padahal dalam hati, saya merasa belum tua. Wah.. bagaimana ini?

Kepala saya jadi penuh pertanyaan, mengapa banyak orang cenderung  mengira  bahwa belajar adalah hak & kewajiban orang yang muda  saja, sedangkan orang yang lebih tua dianggap tidak umum memiliki hak & kewajiban itu?. Bukankah  belajar adalah hak & kewajiban sepanjang hayat dikandung badan? Jadi hak & kewajiban setiap orang di usia berapapun. Proses belajar seharusnya tak pernah berhenti hingga kita mati.

Bila mengingat kembali pesatnya perkembangan bayi hingga deawasa saya jadi takjub. Mulai sejak lahir dan tak berdaya, lalu dalam usia hanya beberapa bulan, bayi  mulai bisa tengkurap & menegakkan lehernya,  usia 6 bulan mulai berceloteh,  usia 9 bulan sudah bisa berbicara dan merangkak, lalu umur setahun mulai bisa berjalan, kemudian berlari, bercakap-cakap, bermain, bernyanyi, membaca dan berhitung…dan seterusnya. Lalu tanpa kita sadari tiba-tiba ia sudah menjadi besar dan pintar mendebat kita!. Hanya dalam hitungan beberapa tahun! Alangkah banyaknya ilmu yang bisa dipelajari manusia jika terus  belajar seperti bayi dan kanak-kanak.  Alangkah pesatnya pertumbuhan pengetahuan manusia. Dan pesatnya pertumbuhan itu terus berlangsung selama orang bersekolah.

Dan kemudian apabila kita amati berikutnya, setelah berhenti sekolah,  maka peningkatan pengetahuan orang cenderung lebih lambat,  makin lama makin lambat lagi,  atau bahkan berkurang karena pikun. Jika kita bayangkan perkembangan pengetahuan sejak bayi hingga tua itu, saya rasa sangat mirip dengan kurva dengan garis yang meningkat cepat  diawal hingga usia 22-23 tahun lalu mendatar setelahnya. Mengapa itu terjadi?

Menurut pikiran saya, hal itu terjadi karena setelah usai masa kuliah, orang cenderung berhenti belajar. Orang hanya menyerap informasi secara pasif dan tidak terbuka untuk mengksplorasi hal-hal  diluar pengetahuannya secara  aktif. Penyebabnya tentu sangat beragam, mulai dari tingkat kesibukan yang mulai meningkat untuk mencari nafkah, tidak ada system yang mewajibkan untuk belajar lagi, merasa tidak memerlukan pelajaran lebih banyak lagi, dsb, dsb hingga karena memang tidak pernah memikirkan dan tidak menyadarinya.  Itulah sebabnya mengapa kurva pertumbuhan pengetahuan kita mendatar.

Untuk membuat kurva itu meningkat lagi, maka yang perlu kita lakukan adalah belajar lagi dan terus belajar hingga akhir hayat kita. Belajar apa saja. Hal-hal yang menarik hati kita. Hal –hal yang belum kita ketahui. Atau hal-hal yang menurut kita penting & berguna  untuk memudahkan hidup kita. Apa saja! Tak perlu merasa malu bila harus mempelajari hal-hal yang umumnya dipelajari anak-anak kecil atau yang jauh lebih muda dari kita. Jangan pernah merasa diri terlalu tua untuk belajar. Ilmu itu tiada batasnya. Semakin banyak yang kita tahu, semakin kita tahu bahwa banyak yang belum kita ketahui.

Memikirkan ini saya jadi teringat akan sebuah pupuh Ginada, lagu kanak-kanak yang saya pelajari saat di bangku Sekolah Dasar dulu di Bali. Begini lyrics-nya:

Eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin

Geginane buka nyampat, anak sai tumbuh luu.

Ilang luu, ebuk katah.

Wyadin ririh, enu liyu pelajain

Artinya kurang lebih:

(Jangan pernah mengira diri pintar, biarkan orang lain yang menilai.

Ibaratnya menyapu, setiap saat sampah pasti muncul kembali

Bila sampah bisa kita hilangkan, debupun tetap banyak

Walau telah pintar, masih banyak yang perlu dipelajari)

Sungguh sebuah nasihat bagi kita untuk selalu belajar dan belajar kembali sepanjang hayat. Belajar apa saja. Yang penting belajar!

Jadi mengapa kita  berhenti belajar?

3 responses »

  1. Pingback: Bermain Prosotan Air. Benarkah Usia Harus Membatasi Kita Untuk Menikmati Hidup? « nimadesriandani

Leave a comment