It’s (NOT) All About The Money.

Standard

Saya tidak tahu seberapa penting arti uang bagi seseorang. Barangkali berbeda bagi setiap orang. Saya berpikir tentang itu,  gara-gara menyimak lagu  It’s All About The Money -nya Meja yang diputar  saat saya sedang berada di tengah kemacetan.

“…. Its all about the money/Its all about the dum dum duh dee dum dum/ I don’t think its funny/To see us fade away/ Its all about the money/ Its all about the dum dum duh dee dum dum/ And I think we got it all wrong anyway…”.

Lagu itu mengingatkan saya akan seorang teman. Putri seorang mantan pejabat negara yang kaya raya. Teman saya ini  memiliki  segala hal yang semua orang ingin punya. Wajah yang cantik, badan yang tinggi langsing dan modis. Barangnya semua bermerk mahal. Sekolah di luar negeri. Pergaulan kelas atas.  Segala ‘gadget’ edisi terakhir ia punya. Mobil mewah. Suami yang sukses ia miliki. Sangat mandiri. Dan karirnya sendiri juga cukup baik.

Pada suatu sore  kami sempat ngobrol. Seputaran  kesibukan kami, keluarga, hingga ke topik  tentang  kesuksesan. Saya bercerita tentang seorang tetangga saya yang  sukses memperkenalkan dan mengembangkan Batik Banten. Beberapa kali melakukan pameran di luar negeri dan diwawancarai oleh  majalah maupun harian ternama. Sekarang karya-karyanya dipergunakan para pejabat provinsi. Kebetulan saya berteman dekat dengannya sejak hidupnya masih susah. Sering meminta pendapat saya jika punya ide ataupun masalah. Tahu perjalanannya sejak nol hingga ia benar-benar sukses. Dan ketika sukses, tentu ia tak punya alasan untuk memecat saya menjadi temannya. Tetap baik dan tetap bertetangga hingga kini.

Entah kenapa, saya perhatikan wajah teman saya tampak sedikit murung. “Serius, Bu!. Saya merasa ibu sangat beruntung. Punya banyak tetangga yang baik, teman-teman yang menyenangkan dan keluarga yang sangat sayang pada Ibu. Kalau bercerita apa-apa, Ibu selalu riang dan semangat”. Katanya. Oh! Saya terdiam mendengar kalimatnya. Tentu saja saya menyukai hidup saya. Walaupun dengan segala kekurangan dan berbagai masalah yang saya hadapi, namun secara keseluruhan hidup saya bahagia.

Ia lalu bercerita bahwa ia tinggal di sebuah area pemukiman kelas atas. Dimana rumah-rumah sangat besar dan berpagar  tinggi. Ia tidak kenal tetangga di kanan kiri. Bahkan tidak pernah melihat siapa yang menghuni rumah di seberang.

Saya heran akan cerita Ibu. Kalau pas masak kehabisan cabe, bisa  minta ke tetangga sebelah.  Bisa ngobrol di dapurnya. Bisa saling icip-icip masakan.. Bisa ketok-ketok pintu tetangga kalau mau minta tolong. Kok bisa ya Bu? Saya bahkan tidak tahu nama tetangga saya”. Ooh!. Barangkali karena saya tinggal di perumahan kecil. Rumah saya kecil dan sederhana. Berbatasan langsung dengan rumah tetangga. Kebetulan juga semua penghuninya sangat ramah dan periang. Jadi sangat menyenangkan tinggal di sana.

 “Saya tidak pernah tahu yang namanya cinta dan kasih sayang!” Hah? Saya seperti tersengat listrik mendengarnya. Cinta adalah hal yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Bagaimana bisa seseorang mengatakan tidak tahu yang namanya cinta dan kasih sayang?  Tapi ia  mengiyakan dan memastikan kalimatnya. Ia merasa hidupnya sendirian. Ibu bapaknya sibuk dengan urusannya masing-masing.  Merekapun tidak rukun. Ibunya tidak pernah mendekapnya saat ia menangis atau sakit. Tidak pernah menemaninya tidur waktu ia kecil dan ketakutan.Selalu menuntutnya untuk mandiri. Dan melecutnya dengan keras untuk berprestasi. Praktis ia hanya berteman dengan supir dan pembantu rumah tangga.  Yang juga hanya memperhatikannya karena uang.

 Ia tidak mengenal sepupunya dengan baik. Hanya bertemu saat pesta. Itupun saling bertengkar. Sudah saling menganggap bukan saudara lagi. Hanya sekumpulan orang-orang yang secara resmi memang harus bertemu saat ada pesta. Pestapun dijadikan ajang untuk saling pamer kekayaan dan mengejek yang tidak mampu. Dan bahkan menurutnya lagi,  memecat anggota keluarga dan putus hubungan saudara atau anak pun banyak terjadi. “Apa lagi masalahnya, selain berebut harta” katanya.  Oh!. Saya ngeri membayangkan hal yang  sangat memilukan itu. Ikut larut dalam kesedihan teman saya itu.

Tapi kan sekarang ada suami. Kita bisa dekat dengan keluarga suami kita” Kata saya menghibur. Namun iapun tetap menggeleng. Menjelaskan situasinya sama saja.  Banyak pernikahan dilakukan hanya untuk menjamin keberlangsungan harta.  Airmatanya nampak mengambang. Saya tidak tega melihatnya. Berusaha menghibur sedapatnya. Menyarankan agar ia lebih mengakrabkan diri lagi dengan teman-temannya.  Berusaha membuka diri, menghargai pendapat, memberikan perhatian dan bantuan jika diperlukan dengan ketulusan hati akan sangat banyak membantu kwalitas pertemanan kita dengan seseorang. Jika semuanya tidak menyenangkan, setidaknya ia masih punya teman yang perduli dan memberikan perhatian.

Saya termenung mendengar keseluruhan cerita itu. Rasanya seperti mendengar cerita dari negeri dongeng. Jadi memang benar kata orang tua, kita memang tidak bisa memiliki segalanya di dunia ini. Dan kebahagiaan tidak bisa kita beli dengan uang. Tuhan memberikan banyak jalan untuk kita berbahagia. Ketika kita merasa satu jalan tertutup, sesungguhnya kita bisa memilih jalan lain yang masih terbuka dan mengoptimalkannya. Jadi sesungguhnya, ada banyak jalan untuk hidup bahagia. Kita tak perlu menggantungkan kebahagiaan kita pada harta.

Saya semakin merasa bersyukur berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja,  namun dibesarkan dalam kasih sayang dan cinta. Semoga teman saya segera mendapatkan limpahan kasih sayang dari keluarga dan orang-orang sekitarnya..

20 responses »

  1. kupikir kisah seperti itu hanya ada dalam cerita saja mbak…
    kasihan juga ya….., beruntung ya kita yang biasa2 saja tapi masih punya banyak teman dan tetangga saling bantu

    Like

  2. Ya, Mbak Monda. Sebelumnya aku juga tidak terbayang itu terjadi pada orang di dekatku.
    Kadang ada orang yang mengeluh karena punya penghasilan kecil, tapi kalau begini rasanya lebih sedik jika kita tidak memiliki saudara, teman maupun tetangga ya..

    Like

  3. Ini satu lagi tipikal orang tak bersyukur ya mbak Dani, memiliki segalanya tp tetap merasa kekurangan. Mungkin krn kebisaan, mendapat materi tanpa perjuangan. Maka dia anggap cinta dan kasih sayang jg datang begitu saja, tanpa perjuangan. Pada dasarnya semua manusia baik, tp kalau mrk menutup pintu bagi kita, saatnya bertanya ke dalam, mengapa diri mereka tak mendapat apa yg diinginkan
    Semoga teman mbak dani, suatu hari dpt pencerahan bahwa cinta jg harus diperjuangkan 😉

    Like

    • Ya benar,Mbak Evi. Untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang memang perlu perjuangan.Saya rasa banyak juga yang nggak paham ini ya,Mbak.

      Ada orang menuntut agar ia disayangi dan diperhatikan, tapi dia sendiri tak pernah memberikan kepeduliannya sedikitpun kepada orang lain ya Mbak.. Lama-lama orang malas juga jadinya ya Mbak..

      Like

  4. Saya ternenyuh membaca cerita ini, bu Made. Sungguh cinta dan kasih sayang keluarga tidak bisa dibeli dengan uang. Dan sekali lagi kita diingatkan bahwa uang bukanlah segala-galanya. Terima kasih sudah mengingatkan kita melalui cerita ini, bu Made.

    Like

  5. Ni, keberadaan tetangga bagi kami sekeluarga sama dengan keluarga sendiri, perkara pinjam cabai, garam dan lain-lain hal yang lumrah. Inilah sebagian kebahagian keluarga dari golongan kurang mampu.
    Lain dengan mereka dari golongan berpunya (tidak semua), sifat individualistik dan egois sanat menyolok dan akibatnya dengan tetangga sendiripun tidak kenal

    Like

  6. Tapi kita kan ya nggak milih Mbak, dilahirkan di tengah keluarga kaya, atau keluarga biasa-biasa saja tapi penuh kehangatan.

    Kalau yang kebetulan lahir di tengah keluarga bahagia, ya disyukuri. Tetapi kalau nasipnya sama kayak teman Mbak, ya mau gimana lagi? Harusnya dia pun tetap bersyukur. 🙂

    Like

    • Ya Mbak. Bener banget kita nggak bisa memilih kelahiran kita. Dimanapun kita lahir, ya sebaiknya memang disyukuri saja. Tidak usah mengeluh karena misalnya kebetulan lahir di keluarga yang kurang berada atau justru di keluarga yang kaya tapi dingin. Semuanya bisa diatasi, sepanjang kita bisa selalu bersyukur dan melihat dari sisi positifnya..
      BTW – komentarmu masuk ke Spam, Mbak. Sorry aku baru ngeh..

      Like

  7. Itulah pentingnya berbagi dan tetap hidup sederhana. Mencari harta bagaikan memelihara sebuah pohon. Semakin lama semakin banyak buahnya. Yang awalnya hanya cukup untuk kita sendiri hingga menjadi banyak sekali. Saat perut ini sudah kenyang, kita tinggal pilih.

    Satu, Membagikan sisanya pada orang lain, atau
    dua, memakan semuanya walaupun perut ini harus sakit karenanya.

    Orang tua teman Ibu telah memilih pilihan yang kedua, walaupun hasilnya mereka menjadi sakit karena kehilangan cinta. semoga teman dekat ibu ini memilih pilihan yang pertama.

    Saya sedih sekaligus merasa kasihan pada teman Ibu. Sampaikan cintaku padanya…

    Like

    • Terimakasih Mas Yusuf..cinta dan kasih sayang tanpahitung-hitungan membuat dunia menjadi lebih baik dan beban terasa lebih ringan. kalau saya mendapatkan kesempatan untuk mengobrolkan masalahnya ini kembali, akan saya sampaikan Mas..

      Like

Leave a reply to Ni Made Sri Andani Cancel reply