Monthly Archives: November 2015

Urban Farming: Hijaunya Selada.

Standard

 

Saya pernah heran mengapa tidak umum orang menumis selada? Padahal sawi jenis lain biasa ditumis orang. Ada yang memberi komentar karena harga selada relatif lebih mahal dibanding sawi jenis lain. Oh ya? Saya baru ngeh. Dan  setelah saya doule check memang benar sih lebih mahal. Tapi mengapa ia harus lebih mahal?  Nah…sekarang saya sedikit agak tahu jawabannya.

Rupanya harga biji selada (Lactuca sativa) jauh lebih mahal dibandingkan harga bibit sawi lain misalnya Caisim. Saya membeli sebungkus biji selada di Trubus harganya sama dengan harga sebungkus biji sawi Caisim. Tapi setelah dibuka,  ternyata jumlah biji selada di dalamnya cuma 1/4 atau bahkan 1/5 jumlah biji Caisim. jadi memang mahal.

Lalu setelah ditabur, hampir semua biji Caisim tumbuh. Tapi hanya sangat sedikit dari biji selada yang tumbuh.
Wah…kalau begini panteslah selada mahal. Terus berikutnya, pertumbuhan Caisim alangkah cepatnya. Sementara Selada lebih lambat.

Walau demikian, selada tetapbermanfaat ditanam.Dan saya tetap semangat mencoba menanamnya dengan system hidroponik. Satu dua mulai ada yang bisa dipanen. Daunnya hijau royo royo nenggiurkan. Terutama yang muda, sangat segar dan renyah. Bagus untuk lalap ataupun untuk bahan salad. siapa yang tidak mau menikmati sayuran  hijau segar langsung dari halaman?
Bertanam sayuran di halaman memang tak pernah ada ruginya.
Yuk kita bikin Dapur Hidup!.

Ide Dapur: Kepompong Sayur Orak -Arik Telor

Standard

image

Memandangi sayuran rebus yang sama nyaris setiap hari kadang membosankan juga. Muter-muter aja mulai dari sawi putih rebus, caisim rebus, tauge rebus,  kol rebus dan sebagainya. Biasanya saya cocol dengan sambal tomat atau sambal terasi. Sebenarnya rasanya enak sih. Tapi karena saking seringnya, lama- lama bosan juga ya.

image

Nah satu kali nih, saat mau mempersiapkan bekal makan siang buat ke kantor, tiba-tiba saja saya keingetan beberapa jenis masakan berbalut sayuran yang pernah saya cicipi di negeri seberang. Aha!
Jadi nemu ide baru nih untuk membuat bekal makan siang yang lebih menarik dan variatif.

image

Saat itu saya punya sedikit orak-arik telor dan rebusan sawi putih. Juga sedikit rebusan sawi hijau (caisim).
Saya bentangkan daun sawi putih yang sudah dipotong dan direbus. Diatasnya saya isi dengan sedikit orak-arik telor, lalu saya gulung perlahan. Wah…mirip kepompong.  Kepompong sayuran isi orak-arik telor.

image

Lalu saya susun satu per satu di box makanan. Sungguh kelihatan menarik dan segar.
Rasanya juga so pasti enak ya.

Doa Orang Yang Teraniaya.

Standard

wpid-img_20151021_075015.jpgRasa kesal, marah dan benci terkadang muncul di hati kita manusia. Banyak yang mungkin menjadi pemicunya. Bisa jadi berasal dari diri orang yang membuat kita marah itu. Bisa juga berasal dari diri kita sendiri.

Yang berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh orang lain terhadap kita, misalnya  jika orang itu berkata ketus pada kita. Atau menggossipkan kita di belakang. Melecehkan kita. Selalu kepo dan mencari gara-gara dengan kita. Mengkhianati kita. Bersikap sombong. Memfitnah kita. Mengambil hak kita tanpa ijin. Melakukan kekerasan fisik pada kita. Dan sebagainya. Rasa tidak suka kita terhadap orang itupun  muncul. Tentu dengan level ketidaksukaan yang bergradasi. Mulai dari level agak tidak suka-tidak suka-sangat tidak suka-amat sangat tidak suka dan seterusnya berkembang menjadi rasa benci.

Rasa benci kadang dipicu oleh hal lain yang sebenarnya bukan karena ia berbuat sesuatu yang salah atau jahat terhadap kita, tapi justru berasal dari diri kita sendiri. Misalnya karena melihat orang lain sukses kita iri.  Melihat orang lain yang sangat kolokan diladeni, kita juga ingin diperhatikan lebih. Atau karena melihat gaya bicara, tingkah laku orang itu kita tidak suka. Atau gara-gara mengetahui kejumawaan seseorang yang sebenarnya tidak merugikan kita juga. kita tidak senang. Dan lain sebagainya.

Banyak ya faktor faktor pemicu  yang menyebabkan rasa benci bisa bersemai di hati kita manusia. Tidak usah jauh-jauh. Jika kita tengok di dunia maya, sering sekali kita mendengar kata ‘Haters’ alias para pembenci. Ada hatersnya Pak Jokowi, hatersnya Pak Prabowo, hatersnya Haji Lulung,  hatersnya Pak Ahok, hatersnya Agnes Monica, hatersnya Ahmad Dani dan banyak lagi haters lain. Haters partai politik tertentu. Haters club olah raga tertentu. Haters agama tertentu, bahkan haters bangsa tertentu. Kalau kita iseng iseng menscroll-down komentar-komentar haters ini, sungguh membuat kita geleng-geleng kepala akan level kebencian yang mungkin menghuni diri seseorang. Sangat memprihatinkan.

Sekarang  pemerintah mulai menggulirkan Undang-undang yang akan menjerat jika kita suka menebar kebencian. Saya rasa itu akan sedikit membantu mengurangi ekspresi kebencian, walaupun saya juga tidak begitu tahu bagaimana akan peliknya dalam mengeksekusi.

Namun terlepas dari Undang-Undang itu, barangkali yang lebih penting bagi diri kita adalah bagaimana kita sendiri berusaha meredam atau setidaknya mengurangi rasa kesal, rasa marah dan benci di dalam hati kita masing-masing. karena sebenarnya, apapun penyebabnya kita tidak pernah diuntungkan jika rasa kesal,marah dan benci ini ada di hati kita.

Ketika kita marah pada seseorang, seketika itu fisiologi tubuh kita terganggu.Seringkali kita merasakan aliran darah makin deras ke jantung. Makin deras ke kepala. Jika diukur, tekanan darah kita juga meningkat. Kepala kita pusing. Tidak enak makan. Susah tidur.  Akibatnya kesehatan kitapun berada dalam resiko. Lah.. terus yang rugi diri kita sendiri dong? Sementara orang yang kita benci mungkin saat ini sedang menikmati hidupnya dengan jauh lebih sehat dari kita.

Kadang-kadang ketika marah, kita langsung mengomel. Sebenarnya ini juga kurang menguntungkan. Karena ketika kita mengomel-ngomel, sungguh wajah kita tidak ada menariknya sama sekali. Kecantikan kita pergi saat kita mengomel. Jadi bukan pilihan juga ya.  Selain itu orang lain yang melihat kita mengomel dan tidak tahu duduk permasalahannya bisa jadi akan memiliki image buruk di kepalanya tentang diri kita.

Yang lebih parah lagi, jika saking marahnya merasa teraniaya, lalu kita menyumpahin orang itu. Kita berlindung pada kalimat bijak yang mengatakan bahwa ‘Doa yang keluar dari orang-orang yang teraniaya pasti akan dikabulkan’. Contohnya adalah doa ibu Malin Kundang. Waktu kecil kita membaca tentang dongeng ini. Bahwa ibu Malin yang teraniaya oleh kesombongan dan  kedurhakaan anaknya tak mampu lagi membendung kepedihan hatinya. Akhirnya ibu Malin Kundang berdoa agar anaknya yang durhaka itu dihukum dan dijadikan batu. Walhasil,.. badai petir dan gelombang yang dahsyat menghantam kapal si Malin yang durhaka. Kapalnya pecah dan kandas. Si Malin akhirnya menjadi batu.

Terlepas benar tidaknya kisah ini (namanya juga dongeng), cerita ini memang berhasil mengajarkan jutaan anak-anak Indonesia agar tidak berbuat durhaka terhadap orang tuanya. Tetapi saya yakin dongeng ini tidak bermaksud mengajarkan kita “Jika kamu teraniaya doakanlah orang yang menganiayamu agar sesuatu yang buruk terjadi padanya“.

Ketika orang lain berbuat buruk,berbuat jahat terhadap kita, tentu Tuhan akan melindungi kita dan mengabulkan doa kita karena kita berada di posisi sebagai orang baik. Kita tidak berpikiran buruk, tidak berkata buruk dan tidak berbuat buruk terhadap orang lain. Namun begitu kita mulai mengucapkan sumpah dan doa agar orang lain mengalami sesuatu yang buruk, maka timbangannya sekarang berbalik. Mendoakan orang lain mengalami hal buruk adalah sesuatu yang jahat. Kalau begitu, sekarang penjahatnya pindah dong? Bukan lagi orang yang membuat kita sengsara dan teraniaya, tetapi  penjahatnya sekarang justru diri kita sendiri.

Dalam sekejap, kita yang tadinya baik langsung menjadi jahat. Dan tentu saja Tuhan tidak mengabulkan doa orang jahat.

Poin saya di sini, adalah bahwa jarak kebaikan dengan kejahatan itu sangat dekat letaknya. Orang tua di Bali mengatakan “Ragadi musuh meparo. Ring ati tonggwanya tan madoh ring awak” – yah.. terjemahan cepat dan bebasnya adalah musuh terbesar itu ada di dalam hati kita sendiri.

Semuanya ada di dalam hati kita. Dan dengan mudah ia bisa bertukar rupa. Jika kita ingin tetap baik, dibutuhkan hati  yang kuat agar kebaikan kita tidak cepat berubah menjadi kejahatan.

Jika mau berdoa, doakanlah sesuatu yang baik, untuk diri kita sendiri dan juga untuk orang yang telah mendzolimi kita. Misalnya doakan agar hatinya senang sehingga ia sibuk dengan dirinya dan tidak ingat untuk menjahati kita. Atau misalnya jika ada yang berbuat jahat terhadap kita di kantor dan kita sudah tidak tahan lagi berada di dekatnya, doakan agar ia mendapat promosi jabatan di perusahaan lain sehingga tidak menjahati kita lagi. Atau jika hati kita tidak ikhlas ya…tidak usah didoakan apa apalah.
Memelihara rasa kesal, marah dan benci rupanya lebih banyak memberikan kerugian bagi diri kita sendiri. RUGI!. Mungkin cara terbaik adalah dengan berusaha keras menyelesaikan masalahnya. Jika pun kita tak mampu menyelesaikannya dengan baik, mungkin kita harus memaksa diri kita agar segera melupakannya. Agar kita bisa melangkah ke depan dengan riang kembali.

Rasanya memang lebih mudah ngomong daripada mempraktekannya ya… Tapi mari kita sama-sama mencoba. Karena kalau kita tidak mulai mencoba lalu bagaimana kita akan berhasil?

Ayo kita move on!.

Urban Farming: Tomat Mutiara (Yang Retak).

Standard

 

wpid-2015-11-11-09.54.02.jpg.jpegSetelah sebelumnya saya berhasil dengan Tomat Cherry alias Tomat Grongseng alias Gereng-gerengan yang kecil imut imut, saya ingin dong bisa sukses dengan lebih besar. Jadi apa yang lebih besar? Panennya yang tadinya cuma beberapa biji lalu menjadi berton-ton? Bukaaan!!!!!!. Panennya sih  masih tetap beberapa gelintir buah tomat juga.

Atau lahan perkebunan tomatnya yang tadinya cuma semeter dua meter persegi lalu sekarang menjadi satu hektar? Bukaaaaannn jugaaaa!!!!!!!. Tentu saja saya tidak punya lahan seluas itu. Ini masih tetap lahan yang sama, yang 1×2 meter itu. Letaknya masih di tempat yang sama. Di halaman belakang depan dapur. Contextnya masih sama yaitu Dapur Hidup. Masih memanfaatkan pekarangan yang seadanya untuk mengurangi pengeluaran dapur.

Loh? Lalu apanya yang menjadi lebih besar?.

Yang membesar adalah ukuran buah tomatnya. Ha ha ha. Sekarang saya menanam dan nemanen pohon tomat yang buahnya lebih besar dari jenis Tomat Cherry. Tomat ini adalah tomat yang sering kita beli di tukang sayur untuk nyambel. Tomat sambal. Ukurannya kira-kira segede telor ayam kampung. Disebutnya dengan nama Tomat Mutiara. Barangkali karena permukaan kulit tomat ini halus semulus mutiara.


Tentu saya sangat senang dengan hasil tanaman ini. Saat ini baru hanya beberapa belas buah yang masak menguning dan memerah. Sisanya masih hijau semua.  Tapi tidak apa. Justru bagus. Karena untuk sekali masak saya hanya perlu satu butir atau maksimum dua butir saja. Jika matangnya bergantian, harapannya setiap hari saya akan selalu mempunyai persediaan tomat di halaman untuk keperluan dapur. Duuuh…senangnya.

Mutiara yang retak.

wpid-2015-11-11-09.46.07.jpg.jpegTapi diluar itu, rasa senang rupanya selalu didampingi rasa sedih juga. Ternyata beberapa buah tomat yang tadinya halus mulus bak mutiara itu ada yang retak buahnya.  Kaget bercampur sedih. Galau pisanlah pokoknya. Mencoba mencari tahu dari Google sebab musababnya. Ternyata penyerapan air yang sangat cepat, terlalu banyak dan mendadak oleh pohon tomat membuat isi buah tomat cepat menggelembung tapi tidak diimbangi dengan kecepatan pertumbuhan kulit buahnya. Untuk itu saya bisa simpulkan kesalahannya terletak pada musim kemarau yang terlalu kering dan usaya saya nenyelamatkannya dari kekeringan dengan menyiram air yang terlalu banyak. Terjadilah keretakan pada kulit buah tomat. Harusnya jika menghadapi musim kering seperti itu, sebaiknya saya menyiramnya dengan volume air yang lebih sedikit tetapi lebih sering. Dengan demikian absorpsi air oleh pohon tomat itu hanya aksn sebatas yang ia butuhkan untuk mengembangkan isi dan kulit buah dengan berimbang, sehingga keretakan kulit tomat tidak terjadi.  Ooh..begitu.

Jadi pelajaran moral dari pohon tomat kali ini adalah bahwa jika kita ingin sukses dengan baik, maka selain kita perlu mempersiapkan konten yang baik kita juga perlu menyiapkan kontainer yang sama baiknya dengan konten yang kita sediakan itu.
Pelajaran lainnya adalah bahwa tidak ada shortcut untuk sukses yang sempurna. Semuanya butuh proses dan kesabaran. Instant proses akan menghasilkan kesuksesan partial dengan beberapa kekurangan yang tentu hasilnya tidak bisa kita bandingkan dengan jika kita mencapainya melalui tahapan-tahapan proses yang benar.

Namun demikian walaupun buah tomat saya ada yang retak, saya tetap bersemangat. Saya rasa bertanam sayuran di pekarangan rumah tetap menyenangkan.
Ayo kita bikin Dapur Hidup!!!

Urban Farming: Hidroponik Tahap Ke Dua.

Standard

wpid-20151101_104023.jpgSebelumnya saya sempat bercerita tentang berbagai masalah yang saya hadapi saat melakukan percobaan bertanam hidroponik. Mulai dari tanaman yg pucat pasi karena kurang sinar matahari, selang irigasi yang jebol hingga sumbatan sekam bakar di saluran irigasi.
Untungnya pengalaman saya itu sempat saya share di sini. Sehingga mendapat tanggapan dari teman-teman. Salah satunya adalah dari Mas Purple Garden yang menyarankan saya untuk menanam ulang.
Semua tanaman hidroponik yang kurang sukses itu saya turunkan. CUT-OFF!. Orang bilang agar bisa sukses melompat ke depan, kadang dibutuhkan sebuah langkar mundur untuk mengambil ancang-ancang.
Akhirnya saya coba kembali dari awal. Sangat kebetulan saya sudah menemukan tempat dimana saya bisa membeli rockwool. Jadi semua sekam bakar saya tiadakan dan ganti dengan rockwool. Saya menanam ulang. Kali ini saya bereksperimen dg beberapa jenis sayuran mix. Pakchoy, caisim, seledri, kangkung dan selada.
Saya memastikan semua aliran irigasi lancar. Tidak ada yang mampet. Pemupukan dengan pupuk cair hidroponik A&B saya lakukan dg disiplin seminggu sekali. Cahaya matahari juga optimal.

imageHasilnya ternyata lumayan. Tanamannya sehat dan lumayan subur. Hijau royo-royo. Saking hijau dan menggiurkannya, saat saya tinggal keluar kota,  si Mbak yang membantu pekerjaan rumah tangga di rumah,  ternyata sudah memanen sayuran-sayuran itu tanpa memberi isyarat kepada saya terlebih dahulu. Walaupun umurnya belum mencapai 25 hari. Yaah…

image

Tapi nggak apa apalah. Saya tetap senang karena upaya saya menghasilkan cukup sayuran sehat dari halaman rumah sendiri berhasil dengan cukup baik. Dengan memanfaatkan halaman sempit hanya 1 x 1.5 meter saya bisa memanen setiap 25 – 30 hari sekali. Dengan memiliki Dapur Hidup begini, lumayan bisa sedikit mengirit uang belanja dapur. Betul nggak, teman-teman?
Selain itu dengan bertanam sayuran di halaman saya juga ikut memproduksi oksigen bagi lingkungan di sekitar saya..
Banyak untungnya ya…
Yuk kita bertanam sayuran di halaman! Kita ikut berpartisipasi dalam menghijaukan lingkungan tempat tinggal kita.

Crispy Cheesy Garlic Bread.

Standard

image

Sarapan pagi buat anak -anak bisa jadi membosankan jika kita emaknya nggak cukup  kreatif mencoba-coba bikin hidangan variasi baru.(eh…ini yang bosen anaknya apa emaknya ya? He he…).
Bagaimana kalau pagi ini kita coba memanggang roti dengan bawang putih dan keju? Jadi judulnya nih Roti Renyah Bawang Putih Berkeju. Biar keren kita kasih nama :  Crispy Cheesy Garlic Bread!
image

Bahannya tentu saya tidak mau repot bikin roti sendiri. Jadi rotinya beli di tukang roti yang lewat, di toko ataupun supermarket terdekat. Pilih roti tawar yang panjang yang biasanya dipakai untuk hot dog. Bahan untuk toping Sup krim instant dalam kemasan, 1 siung bawang putih besar, 1 batang sosis ayam, seledri secukupnya. Dan tentunya keju Cheddar.
1/. Cincang halus sosis dan seledri.
2/. Parut bawang putih.
3/. Seperti biasa masak sup krim bersama sama dengan sosis ayam cincang dan seledri cincang.
4/. Masukkan parutan bawang putih. Aduk hingga rata dan mengental.
5/ Ambil roti. Potong-potong melintang.
6/. Oleskan sup krim bawang putih di atasnya.
7/. Parut keju cheddar.
8/. Taburkan parutan keju cheddar di atasnya.
9/. Panggang dengan api 200 derajat selama 20 menit.
image

Roti panggang renyah dengan rasa keju bawang putih kini siap dihidangkan buat sarapan keluarga.
Mantap untuk menemani teh hangat.
Coba yuk!!!.

Yihaaaa!!!! Akhirnya hujan turun.

Standard

Hujan pertama musim ini akhirnya turun di tempat saya. Turun membasahi tanaman di halaman yang sudah lama harus mendapat jatah air yang diirit-irit. Sekarang tanaman akan mulai mendapatkan air yang melimpah. Terbayang betapa bahagianya mereka.
Saya berdiri di dekat jendela. Memandang keluar menyaksikan butir demi butir air menerpa dedaunan. Terangguk-angguk. Butir hujan terlihat bening berkilau bagaikan kristal pecah. Alangkah indahnya hujan!.
Suara geludug sekarang mulai menggemuruh. Hujan semakin deras. Saya masih berdiri memandang keluar jendela dan menonton hujan. Udara dingin mulai menyergap. Saya tertidur.

image

Bermimpi sedang bermain-main di bawah hujan. Ke alam kanak-kanak yang sangat membahagiakan. 
Ketika terbangun, cahaya terang terlihat di luar jendela. Saya terkejut. Waduuuh…kesiangan!. Buru-buru melihat jam. Astagaaa!!!! Pukul 05.47. Nyaris jam 6.00.  Anak-anak!!!!.Anak-anak di mana? Belum dibangunkan. Bisa-bisa mereka terlambat ke sekolah. Saya panik!. Segera bangun. Duduk di tempat tidur. Linglung. Berusaha berpikir sejenak……Lalu pelan-pelan mendapatkan kesadaran saya kembali. Ini pukul 6.. sore hari. Bukan pukul 6 pagi!!!. Lagi pula ini hari Sabtu. Tak ada yang harus pergi ke sekolah atau berangkat ke kantor. Rupanya saya ketiduran dan bangun kepupungan. Ah!.
Kembali saya menengok ke luar jendela. Di luar hujan masih turun gerimis.
Selamat datang Musim Hujan!.

Dunia Pinggir Kali: Anak Biawak.

Standard

Wildlife next door.

Sudah lama saya tidak melihat Biawak alias Asian Water Monitor (Varanus salvator) yang biasanya berkeliaran di kali belakang rumah. Sarangnya kelihatan tak berpenghuni karena tak terlihat jejak-jejaknya lagi di sana. Entah kemana perginya. Hati saya sangat sedih. Saya menduga kalau biawak itu pada ditangkapin dan dijadikan sate oleh orang-orang yang tidak perduli pada kelestarian lingkungan.

Syukurnya sejak bulan Oktober lalu saya mulai ada melihat penampakan seekor anak Biawak kembali.  Mudah-mudahan yang ini bisa berkembang dengan selamat hingga dewasa dan tua.

Anak Biawak 2Anak biawak merayap di tembok kali.  Ukurannya masih sangat kecil. Bisa dibandingkan dengan daun di sebelahnya. tak berbeda jauh dengan ukuran tokek.

Anak Biawak 1Ia merayap ke atas. Kepalanya sangat mirip kepala ular tapi bertelinga. Warnanya kekuningan di timpa sinar mathari. Garis-garis di lehernya serta bercakbercak di punggung serta ekor dan kakinya membentuk design yang sangat khas.

Anak Biawak 3Sejenak ia memalingkan mukanya sebelum berupaya merayap semakin naik.

Anak Biawak 4Sekarang ia ingin tahu ada apa di balik tembok. Atau inginmenjajalkemampuannya memanjat tebing?

Anak Biawak 5Ia berjalan di atas tembok kali. Sayang tidak menemukan apa yang ingin ia cari. ia pun berbalik lagi dan memanjat tembok berikutmya.

Anak Biawak 6Lihatlah! Lidahnya bercabang dua. Ia mendeteksi panas dan menyambung pesan akan bau mangsanya ketika ia menjulurkan lidah bercabangnya ke udara.

Biawak memakan kodok, ikan, tikus, burung ataupun ular yang ia temukan di pinggir kali.

Yuk kenali dan cintai lingkungan hidup kita!

Yogyakarta: Keraton Ratu Boko.

Standard

Gapura Keraton Ratu BokoSelagi di Yogyakarta, saya berusaha  mengoptimalkan hari Sabtu saya dengan mengujungi situs-situs purbakala yang ada di sekitar daerah itu. Saya menjelaskan kepada Mas Tara, sopir yang mengantarkan saya bahwa saya ingin mengunjungi candi-candi kecil di luar Prambanan dan Borobudur. Karena saya sudah pernah beberapa kali berkunjung ke dua candi besar itu sebelumnya.  Jadi saya ingin tahu yang lain.  Mas Tara menyarankan, sebaiknya saya tetap mengambil Candi Prambanan, atau Borobudur (salah satu)  karena di sekitar candi itu masih banyak ada candi-candi bertebaran. Saya setuju. Akhirnya memilih jalur Candi Prambanan.

Keraton Ratu BokoKami berangkat pagi-pagi dan disarankan menuju Prambanan pertama untuk menghindari panas matahari yang menyengat. Alasan Mas Tara adalah karena Candi Prambanan sangat luas dan tidak ada pohon di dekat-dekat candi.Sedangkan candi lain yang lebih kecil ada banyak pohon di sekitarnya.Jadi kalau kepanasan, kita bisa cepat-cepat bernaung. Sekali lagi saya menurut. Karena jarak dari hotel tempat saya menginap tidak seberapa, sebentar kemudian sampailah kami di Candi Prambanan. Ketika mengantri untuk membeli ticket, saya diinformasikan bahwa ada ticket terusan ke Istana Ratu Boko. Dan disediakan shuttle bus pulang pergi ke sana. Dengan senang hati saya memilih membeli ticket terusan itu.

Gapura Keraton Ratu Boko

Gapura Keraton Ratu Boko

Istana atau Keraton Ratu Boko berada di sebuah perbukitan di bagian selatan Candi Prambanan. Merupakan sebuah kompleks bangunan peninggalan purbakala yang luasnya sekitar 25 hektar. Benar-benar berada di puncak sebuah bukit. Dari tempat pemberhentian shuttle bus, saya masih harus menempuh jalan menanjak berjalan kaki. Untungnya jalannya sudah rapi. Sesekali saya berhenti untuk menenangkan nafas sambil melihat-lihat pemandangan kemarau yang gersang di sekitarnya.

Berita tentang keberadaan Keraton ini agak simpang siur adanya.Tetapi saya lebih mempercayai catatan sejarah yang ada buktinya. Bahwa tempat ini dulunya adalah sebuah Wihara seperti yang disebutkan dalam prasasti Abhaya Giri tahun 792 yang dikeluarkan oleh Rakai Panangkaran dari kerajaan Medang (Mataram Hindu).  Berikutnya seorang raja bawahan yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni mengubahnya menjadi istana.

Di kompleks ini dtemukan sisa-sisa gapura, sebuah candi putih, candi pembakaran, pendopo, keputren, dua buah gua pertapaan. Disebutkan juga bahwa di tempat ini ditemukan artefak Hindu (Durga, Ganesha, Garuda, Lingga, Yoni) dan juga artefak Budha (Stupa, Budha Dyani). Selain itu, menurut keterangan  juga ditemukan pecahan keramik, plakat emas bertuliskan “Om  Rudra ya namah swaha“. Jelas sekali pada jaman itu kehidupan toleransi beragama dikalangan leluhur kita tentulah sangat tinggi. Ajaran Hindu -Budha masih sangat menyatu. Saya sendiri tidak heran mendengar keberadaan artefak itu, karena  bahkan hingga saat inipun doa seperti Om Nama Ciwa ya, Om Nama Budha ya – masih diucapkan di kalangan penganut Hindu. Apalagi di masa itu, para leluhur kita menganut Ciwa Budha.

Batu-batu kuno penyusun jalan ke gapura Ratu BokoSaat saya berkunjung, masih sedang dilakukan penggalian situs. Yang menarik perhatian saya  adalah kenyataan bahwa pada jaman itu leluhur kita sudah memiliki kebudayaan dan pengetahuan teknik dan arsitek yang sangat tinggi. Terlihat ketika lapisan tanah dikelupas, batu-batuan yang datar disusun sedemikian rupa membentuk jalan lebar menuju pintu gapura.

Gapura sendiri dibangun dalam dua lapis berbentuk paduraksa yang terbuat dari batu andesit. Pagar dibuat dari batu putih.  Saya memperhatikan sisa-sisa ukiran yang sudah aus di beberapa bagian gapura. Tidak jauh dari style ukiran yang biasa saya temukan di Bali. Tapi kelihatan memang sudah sangat tua sekali.

Tidak jauh dari gapura saya melihat bekas parit yang kering.Wah jaman itu saja parit sudah ada ya. *Saya jadi teringat dengan Jabodetabek yang parit alias selokannya kadang ada kadang tidak*.   Nah, di sini malah ditemukan bukan saja parit yang bagus, tapi juga  sumur suci yang disebut Amerta Mantana. Juga kolam pemandian. Saya melihat banyak orang sedang bekerja menggali kolam yang baru ditemukan itu. Tak ada lelahnya di bawah sinar matahari pagi namun sudah sangat terik itu. O ya, di sana saya mendapatkan keterangan bahwa biasanya penganut Hindu mengambil air sumur itu terutama menjelang hari raya Nyepi. Mereka mengambilnya dengan kendi lalu dibawa ke halaman Candi Prambanan tempat dilaksanakannya upacara Tawur Agung.

Candi Putih di Keraton Ratu Boko

Candi Putih di Keraton Ratu Boko

Di sebelah gapura ada Candi yang disebut dengan candi Putih.  Disebut demikian karena terbuat dari batu putih. Saya tidak tahu persis digunakan untuk apa Candi Putih itu.

Candi pembakaran di Keraton Ratu BokoSaya tertarik akan candi pembakaran yang posisinya berada di atas Candi Putih. Saya naik ke atas untuk melihat ada apa  dan bagaimana rasanya berada di atas.  Tidak ada apa-apa. Hanya sebuah lubang persegi di tengahnya. Saya tidak tahu persis gunanya untuk apa. Dinamai candi Pembakaran rupanya karena ditemukan abu bekas pembakaran di tempat itu. Hal ini mengakibatkan terjadi simpang siur dugaan apakah Candi ini sebenarnya tempat kremasi atau penyimpanan abu jenasah raja. Tetapi setelah diteliti kembali, ternyata abu yang ditemukan itu hanyalah abu kayu. Tidak ditemukan indikasi abu dari pembakaran tulang.  Jadi masih terbuka kemungkinan jika di candi itu juga dilaksanakan upacara api yang lain.

Karena kompleks itu sangat luas, dan kaki saya yang pernah keseleo mulai kambuh, maka untuk memudahkan bagi saya memahami lay out istana itu, maka saya memaksakan diri naik ke punggung bukit yang tak jauh dari Candi Pembakaran. Dari sini kelihatan lebih jelas, seberapa luas Keraton itu dan ada sisa bangunan apa saja yang tertinggal.

Bagus sekali pemandangannya dari sini. Walaupun sedih juga tidak bisa melihat dari dekat, setidaknya saya bisa melihat dari kejauhan reruntuhan Pendopo seperti yang ada di keterangan.

Yuk kita berkunjung ke Yogyakarta!. Cintai tanah air kita

Buah Gelombang Cinta Yang Membara.

Standard

image

Ada yang masih ingat tanaman Gelombang Cinta? Di sekitar tahun 2006-2008 tanaman Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii) ini sempat bikin geger dengan harganya yang fantastik.
Tidak sedikit orang yang mendadak kaya karena Gelombang Cinta. Tapi tak sedikit juga cerita tentang orang orang yang merasa geram karena tanaman Gelombang Cintanya berpindah ke si tangan panjang. Walaupun halaman rumahnya sudah digembok dikunci.
Nah apa kabar Gelombang Cinta sekarang?  Tentu saja harganya sudah sangat sangat jatuh. Tak banyak lagi orang yang tertarik untuk memperdagangkannya.

image

Rupanya di halaman depan rumah saya juga masih ada satu tanaman Gelombang Cinta. Sisa koleksi suami saya di masa itu yang sekarang sudah rada terlantar. Ha ha ha.. saya ingat itu pemberian salah seorang kakak ipar yang tinggal di Malang yang juga kebetulan seorang pencinta tanaman hias.
Saya jadi teringat akan masa kejayaan tanaman ini, ketika suatu pagi mata saya tertumbuk pada onggokan merah di pangkal batang tanaman ini. Huiii…buah Gelombang Cinta. Warnanya merah metalik dan membara. Saya yang sebelumnya tak tertarik pada Gelombang Cinta sekarang jadi senang memperhatikan buah berwana merah itu. Rupanya jika sudah tua, biji-bijinya meletek keluar. Lucu juga ya.
Saya suka tampangnya yang tidak malu -malu.